Seorang gadis melihat sang kekasih bertukar peluh dengan sang sahabat. seketika membuat dia hancur. karena merasa di tusuk dari belakang oleh pengkhianatan sang kekasih dan sang sahabat.
maka misi balas dendam pun di mulai, sang gadis ingin mendekati ayah sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan pena R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Bang Aril menarik nafas panjang. Lalu dia mengatakan semua apa yang selama ini dia rasakan.
"Dari awal, aku memiliki perasan lebih kepada mu, Rel. Aku ingin sekali mengungkapkan perasaan ku padamu. Kamu ingat Valentin pertama kamu kerja di sini??? Yang katamu hiasan cafe sangat cantik itu??? Valentine itu seharusnya menjadi hari dimana aku mengungkapkan perasaan ku padamu, Rel."
"Astaghfirullah!!!" seru ku kaget seraya membungkam mulut ku.
Bang Aril tersenyum miris. "Benar. Selama itu aku memendam perasaan ke kamu, Rel. Aku sudah mengumpulkan keberanian. Bahkan effort ku tak main main, semalaman aku mengerjakan sendiri. aku berharap waktu itu menjadi momen paling indah. Tapi kenyataannya tak seindah ekspektasi ku. Hari itu, kamu malah memperkenalkan pacar kamu itu kepada kami semua. Andai kamu tahu, aku hancur hari itu, Rel." Ujar Bang Aril sedih.
Benar, di hari Valentine itu Aldo sengaja mendatangi ku di cafe untuk merayakan valentine pertama dalam hubungan kami. Aku memperkenalkan dia pada semua rekan kerja ku termasuk Bang Aril. aku jadi teringat ekspresi Bang Aril saat itu semula cerah dan berubah setelah kedatangan Aldo.
"Hampir 4 tahun, Rel. Aku diam diam mengamati kamu dari jauh. Aku tidak berani mendekat, karena aku tahu, hati kamu sudah ada pemiliknya. Tapi melihat laki laki itu sekacau kemarin, harapan aku kembali. Aku mungkin sangat jahat menyatakan perasaan ku saat kalian baru saja putus. Aku tahu ini terlalu cepat. Tapi sungguh aku takut jika aku terlambat lagi.Rel.
Aku tercekat. Jantung ku berdetak. Tapi bukan karena aku ada hati dengan pria yang sedang mengungkapkan perasaan nya pada ku. Tapi karena Om Arif.
Aku meremas kedua tangan ku gelisah. Kenapa aku merasa tidak nyaman sekarang??? Bukan hanya bayangan wajah dingin dan ketus Om Arif yang tiba-tiba terlihat sangat nyata membayangi mata ku. Tapi bahkan suara bentakan Om Arif terngiang di telinga ku. Seakan berlomba menarik fokus ku.
"Rel" Desis bang Aril karena tiba tiba aku berdiri dari kursi ku.
"Maaf, Bang. Aku- aku harus kembali bekerja."
"Rel, tunggu!!?? Seru Bang Aril seraya menahan tangan ku yang reflek aku tepis. "E, maaf, maaf."
Aku mengangguk. "maaf Bang aku tidak nyaman."
Bang Aril mengusap wajahnya frustasi.
"Maaf, aku tahu ini salah ku. Aku terlalu terburu-buru. Kamu pasti kaget dengan pernyataan ku barusan kan??? Maaf, aku hanya takut kehilangan kesempatan ku. Aku sudah menunggu kamu sangat lama."
aku menatap Bang Aril dengan intens.
"Bang, maaf. aku memang tidak pernah menduga ternyata Bang Aril ada perasaan untuk aku. Tapi maaf Bang, aku tidak bisa."
"Ti-dak bisa??? Aku tahu ini mendadak. Kamu juga baru patah hati. Kamu boleh kok memikirkan dulu. Gunakan waktu sebanyak yang kamu mau. Asal ada harapan untuk aku. Aku akan menunggu itu."
"Bukan seperti itu Bang. Dulu atau kapan pun, akan tetap sia sia. Aku akan menghentikan harapan Abang saat itu juga. Sungguh, aku tak tahu. Sekarang aku tahu, aku tidak ingin Abang semakin berharap pada ku."
"Ka-kamu menolak ku, Rel????" Suara Bang Aril bergetar.
Aku mengangguk tegas. "Maaf, Bang. Aku tak ingin memberikan harapan palsu."
"Rel, jika kamu membutuhkan waktu untuk hati mu sembuh, aku bisa menunggu nya Rel."
"Tidak!!! Itu akan semakin menyakiti hati Abang. Aku tidak bisa menjanjikan apapun, Bang. Tapi aku hanya ingin menegaskan pada Abang. Kalau aku tidak pernah punya perasaan apapun sama Abang. Aku hanya menghormati Abang sebagai atasan ku. Maaf Bang jika aku terlihat kejam dengan keputusan ku. Tapi aku akan lebih kejam jika aku memberi Abang harapan palsu. Anggap saja ini tidak pernah terjadi. kita bersikap seperti biasa."
"Kamu terlalu kejam, Rel." Desis Bang Aril.
Aku mengangguk. Bang Aril terhenyak. Dia terduduk lemas di sofa.
"Maaf, Bang. Aku permisi." Pamit ku.
Aku melangkahkan kakiku dengan cepat ke pantry sembari menetralkan detak jantung ku yang sempat shock.
Sungguh aku tak pernah menyangka jika selama ini Bang Aril menyimpan rasa pada ku.
"Rel, Americano 3." Ujar Tina.
Aku mengangguk. "CV ku sudah diterima, Na." Ujar ku sembari menyiapkan pesanan pelanggan.
"Kamu sudah bilang ke Bang Aril???"
"Sudah besok aku resign."
"Ada masalah???" Tina menatap ku dengan intens.
Aku tersenyum tipis, menggeleng. Ku letakkan dua cangkir Americano di atas nampan Tina. "Gih, anterin.!!!" seru ku.
Tina mengangguk. "Tapi aku yakin ada yang tidak beres sama kamu. Nanti kita bicara lagi." Tandas Tina seraya mengangkat nampan dan memberikan pada pelanggan.
Aku menarik nafas panjang. Haruskah aku berbagi masalah ku dengan Tina??? Rasanya sesak juga. Aldo, Om Arif dan sekarang Bang Aril. Kepala rasanya nyeri.
\[ Jutek : Dimana???\]
Aku menarik nafas dalam-dalam melihat notifikasi dari Om Arif. Kepala ku sudah cukup pusing. Malas sekali jika Om Arif sampai ngomel lagi.
[ Aurel : Di cafe, Om]
Aku menyentak nafas ku dengan kasar. Memang sangat ajaib si Om Om itu. Dia langsung menghilang setelah mendapatkan balasan ku.
Tina menyenggol lengan ku. Membuat aku menoleh.
"Kamu ada masalah dengan Bang Aril???" Tanya nya seraya mengkode ku untuk menoleh ke arah samping kiri ku.
Aku mengikuti arah pandang Tina.
DEGH!!!!
Bang Aril berdiri bersandar tembok, tatapan nya memang mengarah pada ku.
"Dia dari tadi nemplok di situ." Celetuk Tina.
Aku langsung menarik pandangan ku, kembali dengan pekerjaan ku.
"Gak ada apa apa, Na. Mungkin Bang Aril hanya terkejut aku tiba-tiba resign. Dikira nya aku nunggu sampai wisuda." ujar ku beralasan.
"Gitu???" Tina terlihat percaya.
Astaghfirullah, sejak perselingkuhan Aldo terungkap, aku banyak sekali berbohong!!! Menutupi satu kebohongan dengan kebohongan yang lainnya.
Tina, Papa, Mama dan yang paling membuat aku nyeri adalah Om Arif. Kenapa aku merasa sangat bersalah pada nya???
Keputusan ku untuk tak mengatakan sejujurnya tentang pekerjaan baru ku. Kenapa itu membuat aku merasa sangat sakit.
Bagaimana jika nantinya aku ketahuan?? Om Arif pasti akan sangat marah padaku.
Tapi sebenarnya buka karena takut di marahin. Marah nya paling gitu gitu aja. Tapi tak tahu kenapa, aku merasa sakit, aku tidak tahu apa alasannya, aku benar benar tidak memahami diriku sendiri
"Astaga, Aurel!!!?" Suara bang Aril menyentak kesadaran ku.
Aku terhenyak ketika Bang Aril tiba tiba menarik tangan ku ke wastafel. Mengguyur tangan ku yang terkena tumpahan air panas.
"Na, ambilkan salep!!!" Seru Bang Aril.
Aku berusaha melepaskan tangan Bang Aril di tangan ku. "Aku gak pa......"
"Diam!!!" Bentak Bang Aril.
Aku tercekat, lalu menunduk pasrah. Tina memberikan salep itu pada Bang Aril.
Bang Aril mengoleskan salep itu di punggung tangan ku yang sedikit memerah. "Ceroboh sekali kamu."
ak nantika eps berikutnya
kasian om Arif 😔
Aurel Aurel kamu menyebalkan
Brravo Om Jo. semangat Aurel untuk mendapatkan hati Om Arif.