Gabriella anashtasia
Nona muda kaya yang harus menggantikan posisi sang kakak untuk menjadi CEO Tanwarin Corp.
Dalam tugasnya, Gabriella mendapatkan ancaman dari orang orang yang ingin menjatuhkannya.
Suatu kejadian membuat Gabriella bertemu dengan Akin, seorang pria tangguh dan berani.
Pertemuan yang membuat Akin mendapat tawaran menjadi seorang bodyguard untuk menjaganya.
Karena suatu keadaan,membuat Akin harus menerima tawaran itu dengan suatu persyaratan yang dia berikan.
Akankah perjalanan Akin menjadi seorang bodyguard akan segampang itu???
Apakah dia akan sanggup bertahan menjadi seorang bodyguard dalam keluarga yang penuh ancaman???
Akankah akan tumbuh cinta diantara nona muda dan bodyguardnya???
Ikuti terus keseruan Akin, bodyguard yang harus sabar menghadapi keluarga nona mudanya.
Kisah ini mengandung perselisihan antar dua keluarga yang berbeda pendapat.
salam Sijack🥰.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sijack, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25: Hukuman
Mobil yang dikendarai Akin memasuki gerbang rumah utama. Ada 2 orang penjaga menundukkan kepala ketika mobil itu lewat. Mobil itu berhenti ditengah halaman tepat didepan pintu rumah utama.
Akin terdiam sejenak sebelum membuka pintu untuk keluar. Baru saja dia akan membuka pintu, suara Gabriella menghentikan gerakannya.
"Tidak perlu membukakanku pintu,kau langsung saja bawa mobilnya kedalam garasi." Setelah mengucapkan itu Gabriella membuka pintu keluar dari mobil. Didapatinya Erick yang sedang menunggunya didepan pintu utama.
Erick menunduk menyambut kedatangan Gabriella.
Gabriella berdiri dihadapan Erick,seperti tau pengawal kepercayaan ayahnya ini sedang menunggunya dan ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa?"
"Maaf nona,tuan Anton meminta anda menemuinya di taman belakang."
Gabriella mengangguk kemudian langsung melenggang pergi. Erick berjalan mengikuti nona mudanya memasuki rumah utama.
Didalam mobil Akin terdiam menatap kepergian nona mudanya. Dia kembali menjalankan mobil menuju garasi yang berada dibagian ujung halaman rumah utama. Setelah memarkikan mobil Akin pergi masuk kedalam rumah menuju kamar khusus pengawal.
Akin merebahkan dirinya diatas kasurnya yang empuk,dia menghela napas lelah. Lelah karena dia tidak bisa mengingat apapun yang sudah terjadi tadi malam. Dia takut jika dirinya melakukan hal yang tidak tidak tadi malam. Akin memijat kepalanya yang mulai berdenyut pusing. Dia terdiam menenangkan menenangkan pikirannya kemudian memilih untuk menyegarkan dirinya dengan berkeramas. Saat dihotel tadi dia hanya sempat membasuh tubuhnya saja tanpa mencuci rambutnya. karena waktu yang diberikan Gabriella hanya sedikit.
Akin berdiri dibawah shower yang ada didalam kamar mandi. Air mulai mengalir membasahi setiap helai rambutnya kemudian mengalir membasahi tubuh kekarnya. Sejenak dia merasa seluruh isi pikirannya ikut mengalir dengan air yang jatuh keatas lantai.
Tenang.
Itu yang dia rasakan. Tapi sepertinya ketenangan itu tidak akan berlangsung lama, karena sebuah ingatan akan kejadian kemarin malam mulai terlintas diotaknya.
Akin tiba tiba mengingat setiap kejadian yang telah terjadi tadi malam. Dari dia merasakan bibirnya yang dikecup. Kemudian dia yang meminta Gabriella untuk tidur disampingnya. Sampai akhirnya mereka benar benar tidur bersebelahan. Semua itu terekam jelas diotaknya. Dirinya seketika lemas. Kakinya yang awalnya berdiri kokoh merosot, membuatnya tersandar ditembok kamar mandi. Akin menggeleng tidak percaya tentang ingatan yang tiba tiba muncul itu.
Membuatnya reflek menyentuh bibirnya.
Dia dan Gabriella. Nona mudanya. Bibir mereka sudah tiga kali bersentuhan tanpa ada hubungan apapun. Yang lebih parah mereka tidur disatu ranjang yang sama. Meskipun tidak ada sesuatu yang aneh terjadi diantara mereka.
Akin hanya terdiam merutuki dirinya yang baru ingat kejadian semalam. Pantas saja dia melihat nona mudanya hanya terdiam saja dari tadi.
Setelah lama berpikir Akin menyelesaikan mandinya yang tertunda. Kembali membasahi dirinya dengan air berharap ingatan itu ikut mengalir dengan tetesan air yang jatuh.
*********
Gabriella menghampiri ayahnya yang sedang duduk bersantai dengan secangkir teh diatas meja. Dia duduk dikursi yang berada disebelah meja yang lain.
"Ayah." Tuan Anton tersenyum menatap putrinya.
"Sudah lama kita tidak duduk berdua seperti ini."
Gabriella balas tersenyum kepada ayahnya. Dia terkekeh pelan.
"Apa ayah sudah bosan duduk dengan Erick?" Tanyanya bercanda. Tuan Anton ikut terkekeh mendengar ucapan anaknya.
"Bagaimana pekerjaanmu akhir akhir ini?" Tuan Anton tiba tiba menanyakan perihal urusan pekerjaan.
"Tentu baik baik saja,Ayah." Menurutnya itulah jawaban yang tepat. Karena akhir akhir ini tidak ada masalah. kecuali, kejadian tadi malam.
Tuan Anton menganggukkan kepalanya. Kemudian dia menyeruput tehnya. Dia kembali menatap kearah putrinya.
"Aku senang kau dapat fokus dengan pekerjaanmu,Ella."
Pujian itu hanya dibalas dengan diam oleh Gabriella.
Tuan Anton menatap putrinya yang seperti memikirkan sesuatu.
"Ada apa? Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu?" Tuan Anton melihat perubahan raut wajah putrinya. Gabriella menatap ayahnya dan menghela napas pelan. Dia sepertinya harus mengatakan yang sebenarnya.
"Baik...hari ini aku tidak menyelesaikan pekerjaanku." Akhirnya dia dapat mengucapkannya dihadapan ayahnya. Gabriella menjeda ucapannya membuat tuan Anton menunggu.
"Ada seseorang yang memberi Akin obat bius semalam. Jadi aku sebagai seorang atasan bukankah aku harus merawatnya?" Hanya itu yang bisa dia katakan. Yang terjadi semalam hanyalah bentuk kepeduliannya terhadap bawahannya. Tidak ada hal lain. Kecuali....entahlah dia masih belum yakin.
Tuan Anton menghela napasnya. Lalu menasihati putrinya.
"Ella,sebagai seorang atasan kau memiliki banyak orang yang bekerja untukmu,bukan hanya satu." Jelas tuan Anton agar Gabriella bisa membuka pikirannya.
"Bagaimana jika bawahanmu yang lain tau atasannya menemani seorang pengawal yang gagal bertugas semalaman.
Bagaimana perasaan mereka??" Tutur tuan Anton yang membuat Gabriella terdiam.
Erick tiba tiba maju kearah keduanya ingin menyampaikan sesuatu.
"Maaf,tuan... Paul sudah memeriksa,Akin dibius akibat kecerobohannya,tuan." Ungkap Erick kemudian kembali mundur.
Gabriella terdiam memikirkan keadaan ini kemudian dia mengeluarkan suaranya setelah lama terdiam.
"Apa ayah ingin aku menghukumnya?" Dia menjeda ucapannya sambil menatap ayahnya.
"Akin bisa seperti itu karena dia bekerja untuk keluarga kita." Gabriella sebisa mungkin masih membela Akin.
Tuan Anton hanya terdiam sambil menyeruput tehnya lagi. Dia menatap putrinya dengan serius.
"Ella...aku tau kau bisa menyelesaikan ini." Itulah keputusan Tuan Anton. Semuanya ditangan putrinya. Tuan Anton tau putrinya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti kejadian masa lalu. Gabriella hanya bisa terdiam dengan pikiran yang berkecamuk.
**********
Setelah selesai mandi Akin dipanggil untuk datang keruang olahraga. Membuatnya tidak jadi bersantai atau sekedar bermalas malasan sebentar. Terlihat Jimmy dan Nichole berdiri ditengan lapangan menunggu kedatangannya. Akin berdiri tepat dihadapan mereka meskipun dia memberikan jarak sedikit.
"Ada apa? Tanyanya to the point tanpa ingin berbasa basi. Heran kenapa mereka berdua memanggilnya disaat dia ingin beristirahat.
Jimmy dan Nichole memberi tatapan sinis kepada Akin.
"Apa kau tidak tahu bahwa kau akan dihukum?"
Ungkap Jimmy berupa sebuah pertanyaan.
Akin mengerutkan keningnya kebingungan.
"Dihukum?? Karena apa??"
Menurutnya dia tidak habis melakukan kesalahan apapun. Mengapa harus dihukum.
"Apa kau tidak merasa kejadian semalam adalah suatu kesahalan?" Pertanyaan itu bersal dari Gabriella yang baru datang menghampiri 3 orang itu. Akin menoleh saat nona mudanya sudah berdiri dihadapannya. Gabriella menatap Akin dengan tatapan sinis.
"Seorang yang tidak menyelesaikan tugasnya maka dianggap gagal dalam pekerjaannya dan setiap orang yang gagal harus mendapat hukumannya."
Lanjut Gabriella. Membuat Akin menatapnya tidak percaya.
"Nona,anda tahu sendiri saya dijebak,saya juga tidak tau kalau hal itu akan terjadi." Akin memberi pembelaan untuk dirinya sendiri. Dia tidak terima harus dihukum karena hal yang menurutnya bukan karena kesalahannya.
Gabriella menatapnya sinis.
"Kau tau hal itu tidak akan terjadi jika kau bisa bertugas dengan benar. Kau lalai Akin,makanya kejadian semalam bisa terjadi." Gabriella terpaksa bersikap tegas seperti ini. Jika bukan karena perintah ayahnya dia mana mungkin menghukum Akin. Apalagi setelah dia mulai merasakan perasaan aneh didirinya.
Baru saja Akin akan membalas ucapan Gabriella, nona mudanya langsung menyela lagi.
"Ini sudah keputusan final." Kekehnya.
"Jimmy,Nichole,kalian tahukan hukuman apa yang harus diberikan?" Mereka berdua mengangguk paham apa yang dimaksud nona mudanya.
Setelah mengucapkan itu Gabriella langsung melenggang pergi tanpa melihat kearah Akin. Akin menatap kepergian Gabriella dengan pandangan kecewa yang terlihat dari kedua matanya . Dia mulai berpikir semua yang terjadi semalam hanyalah mimpi belaka. Nona mudanya masih seperti biasa. Menyebalkan. Jimmy dan Nichole saling pandang senang karena Akin dihukum.
Akin diberi sebuah hukuman untuk berlari mengelilingi lapangan sebanyak 50 kali putaran tanpa berhenti. Dia berlari dengan perasaan campur aduk. Kecewa. Marah. Kesal. Menjadi satu didalam dirinya saat ini.