Demi menghindari perjodohan, Cakra nekat kabur ke sebuah vila- milik keluarga sahabatnya yang terletak di daerah pelosok Bandung.
Namun, takdir malah mempertemukannya dengan seorang gadis dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna bernama Hanum.
Terdesak karena keberadaannya yang sudah diketahui, Cakra pun meminta pada Hanum untuk menikah dengannya, supaya orang tuanya tak ada alasan lagi untuk terus memaksa menjodohkannya.
Hanum sendiri hanyalah seorang gadis yatim piatu yang sangat membutuhkan sosok seorang pelindung. Maka, Hanum tidak bisa menolak saat pria itu menawarkan sebuah pernikahan dan berjanji akan mencintainya.
Lalu, apa yang akan Cakra lakukan saat ia mengetahui bahwa perempuan yang akan di jodohkan dengannya itu adalah sosok yang ia cintai di masa lalu?
Lantas bagaimana nasib Hanum kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Lagi
Hari ini Cakra memutuskan untuk pergi ke kampus. Cakra memberanikan diri meninggalkan Hanum sendirian di apartemennya, karena ia yakin istrinya tidak akan kenapa-kenapa.
Cakra sudah mengajarkan Hanum, bagaimana cara membuka pintu menggunakan kartu acces. Hanya berniat mengajarkan saja tanpa ada pikiran membiarkan Hanum- supaya bisa bebas berkeliaran.
Bukannya melarang, hanya saja, Hanum belum hafal betul lingkungan apartemennya. Cakra takut Hanum tiba-tiba saja kesasar kalau sampai Hanum benar-benar keluar.
Stok makanan berat dan makanan ringan pun sudah Cakra sediakan di lemari pendingin dan rak khusus, supaya Hanum tidak kelaparan dan merasa kebosanan saat dirinya tidak ada.
Soal masak, Cakra masih melarangnya. Ia khawatir terjadi sesuatu pada istrinya, sedangkan dirinya sedang tidak ada disana.
Sesampainya di halaman kampus, kedatangan mobil sport hitam milik Cakra menarik perhatian mahasiswa yang berada di sana.
Sudah biasa bagi Cakra. Ditatap penuh kekaguman oleh hampir seluruh mahasiswa sudah menjadi makanan sehari-harinya saat tiba di kampus.
Bisik-bisik para mahasiswi mulai terdengar riuh. Siapa yang tidak mengenal seorang Cakra? Bahkan orang dengan jabatan tertinggi di kampus ini pun sangat mengenalnya.
Mereka senang sekaligus bertanya-tanya, kemana saja Cakra selama ini? Kenapa, salah satu dari tujuh pangeran kampus ini baru muncul kembali?
Disisi lain Cakra abai, ia memarkirkan mobilnya di halaman khusus. Berjejer dengan mobil mewah lainnya.
Hingga tak lama kemudian, mobil sport lain berwarna gradasi antara hitam dan orange- muncul, lalu ikut parkir di samping mobil Cakra.
Mata para mahasiswa yang sangat menyukai bahkan sampai memiliki komunitas pecinta mobil sport, terpana melihat keberadaan dua mobil itu yang tiada duanya kerennya. Benar-benar sangat keren!
Sedangkan para mahasiswi lebih terpana pada pengemudi nya. Sangat tampan. Apalagi ditambah statusnya yang tak lain adalah anak pemilik kampus ini. Semakin membuat mata dan hati mereka jelalatan.
Mereka pun juga bertanya, pangeran kampus yang satu ini pun kemana saja selama ini? Kenapa munculnya bisa bersamaan, pula? Ah, mereka memilih tidak peduli, yang penting sekarang dua prince kampus itu sudah kembali dan mereka bisa cuci mata lagi sepuas-puasnya.
Cakra bersandar pada mobilnya seraya melipat tangan di dada- memutar bola matanya, sebal, melihat tampang sok kegantengan manusia di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan Demian.
"Banyak gaya lu." kata Cakra yang dibalas kekehen Demian.
Demian menyingkirkan kacamata hitamnya, lalu mengedip genit pada Cakra membuat pria itu merasa ingin muntah.
Sembari tertawa kecil, Demian lantas turun dari mobilnya. Lalu menghampiri Cakra dan merangkulnya. "Hola, suami orang!" sapanya riang.
Cakra reflek menutup mulut Demian, "mulut lu, anjir! Kalo ada yang denger gimana, hah?" bisik nya.
Demian menarik paksa tangan Cakra, "cuih! bau kecut anjir tangan lu!" semprot nya pura-pura meludah.
"Sembarangan, lu! Mulut lu tuh yang bau jigong!" semprot balik Cakra.
"Anj-" Demian berhenti berkata saat ingat ucapan Cakra barusan. "Emangnya kenapa kalo orang lain tau? Lu kan statusnya emang suami orang."
"Jangan kenceng-kenceng bisa gak?"
"Kasih tau gue dulu, apa alasannya?"
Cakra berdecak. "Gue belum siap aja kalo sampe orang-orang tau gue udah nikah."
Demian memicing, "Napa emang? Jangan bilang, lu takut pamor lu turun kalo mereka sampai tau status lu bukan bujangan lagi?" tuduhnya.
Cakra lagi-lagi berdecak, "bukan!- intinya gue belum siap aja!" kilahnya. Yang sebenarnya, Cakra sendiri pun tidak tahu apa alasannya.
"Awas aja ya, kalo lu berani macam-macam. Masih inget kan apa kata gue waktu itu?" Demian masih memicing tajam.
"Iya iya. Dahlah jangan nuduh-nuduh gue sembarangan! Yok, cabut, kelas!" katanya dengan raut kesal lalu melenggang pergi.
Demian menatap punggung Cakra dengan segala tebakan di pikirannya. Namun, tak urung ia segera menyusul sahabatnya itu.
•
•
"Kra, ada yang nyariin elu, tuh," salah satu teman se-fakultas Cakra muncul lalu berkata, membuat Cakra reflek mengalihkan perhatiannya dari handphone. Begitupun temannya yang lain turut berada disana, minus Demian yang sudah pulang lebih dulu karena ingin menyusul pacarnya serta calon anaknya yang sedang bermain di wahana yang berada di salah satu mall.
Mata kuliah terakhir sudah selesai dan dosen pun sudah meninggalkan ruangan. Cakra yang hendak pulang, urung saat ada pesan masuk dari Hanum, yang meminta ijin untuk keluar dari apartemen.
Cakra yang hendak membalas pun langsung teralihkan saat mendengar seseorang memanggilnya. "Siapa?"
"Gak tau, tapi cewek, cantik banget. Pacar lu bukan?" tanyanya menaik-turunkan kedua alisnya- menggoda.
"Serius, to?" tanya salah satu teman Cakra antusias. Nama panggilannya Untung.
Untung saja temannya yang lain masih terbilang normal dan tidak terlalu suka mengurusi urusan orang.
"Liat aja sono," kata Berto menunjuk dengan dagunya ke arah luar.
Cakra mendengus, "bukan!" Ia tidak punya pacar, punyanya istri doang.
"Oh, kirain... Tapi cantik banget, njir. Kenalin dah sama gue?" pinta pria itu, yang bernama panggilan Berto.
Tak menggubris, Cakra pun berdiri, "dimana orangnya?" penasaran juga siapa orang yang mencarinya itu.
"Tuh di luar, nungguin dari tadi keknya." Cakra pun melangkah keluar di ikuti Berto dan Untung, sedangkan sisanya memilih abai.
Setibanya disana, lagi, Cakra dibuat terkejut.
Dia lagi?
"Ngapain lu di sini?" tanyanya tak suka.
Perempuan itu yang tak lain adalah Clara tersenyum, walaupun hanya dibalas tatapan tidak bersahabat oleh Cakra.
"Aku kuliah disini." jawabnya tersenyum manis.
Cakra memicing, "maksud lu?" apa yang barusan ia dengar tidak salah?
"Aku pindah, sekarang kita satu kampus." jawab Clara manis tanpa menghiraukan ketidaksukaan Cakra padanya.
Cakra sendiri masih terkejut. Bagaimana mungkin? Pikirnya. Tapi tak lama kemudian ia menormalkan kembali ekspresinya.
"Terus sekarang lu mau ngapain disini?" tanyanya. Cakra memilih bodoamat. Memang harusnya seperti itu kan? Lagian siapapun boleh-boleh saja kuliah di tempat ini.
"Aku mau bicara. Sebentar aja." ekspresi manisnya perlahan berubah menjadi ekspresi memohon.
"Gue sibuk. Gak ada waktu buat ngobrolin hal yang gak penting." Cakra berniat pergi, namun, Clara sudah lebih dulu menghalangi jalannya.
"Please Caka. Sebentar doang. Ini penting banget." pinta Clara menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.
Cakra menatap Clara datar. Dengan terpaksa ia pun mengiyakan. "Sepuluh menit."
"Dua puluh-"
"Sepuluh menit atau enggak usah sekalian!" ketus Cakra menatap kesal perempuan di hadapannya ini.
"Oke, oke, sepuluh menit," mau tak mau Clara pun menyetujui.
Keduanya pergi dari sana meninggalkan Berto dan Untung yang tengah senyum mesem-mesem, namun, sedari tadi tak ditanggapi apapun oleh Clara.
Mereka pun memilih bicara di taman kampus, Cakra hanya tidak ingin- banyak orang yang menduga-duga saat melihat atau bahkan mendengar obrolan mereka.
"To the poin aja," pinta Cakra langsung saat mereka sudah tiba di sana.
"Duduk dulu-"
"Gak usah!" sela Cakra langsung. Sejujurnya ia sudah muak berada dekat perempuan ini. Cakra ingin segera pulang dan menemui Hanum- yang pesan nya saja belum sempat ia balas tadi.
Sialan! Ia melupakannya. Hanum bilang, katanya dia ingin keluar? Cakra takut terjadi apa-apa pada istrinya itu.
"Buruan ngomong, kalo enggak gue tinggal!" sentak nya kesal sendiri.
Clara terkejut, dengan terbata ia pun mulai bicara. "Aku mau bilang soal waktu itu, kenapa aku milih kuliah ke Aussie dan ninggalin kamu. Itu karena-"
"Gak penting! Mau kuliah kemana pun itu hak lu. Gue gak ada hak buat larang!" potong nya.
"Tapi waktu itu kamu larang aku! Bahkan kamu marah saat tau aku perginya sama Chandra!" Clara ikut-ikutan kesal karena Cakra terus saja memotong ucapannya.
"Jangan sebut-sebut nama itu lagi!" bentak Cakra kelepasan membuat Clara menciut.
Cakra menatap tajam Clara, "dengerin ini baik-baik. Apapun alasan lu pergi dulu, itu gak penting buat gue. Lu mau pergi sama siapapun, itu juga bukan urusan gue. Tugas lu sekarang adalah gak usah nemuin gue lagi. Kita udah bukan siapa-siapa. Ngerti?"
Tanpa menunggu jawaban, Cakra segera beranjak dari sana.
"Caka tunggu! Kita belum selesai! Aku gak bakalan berhenti buat nemuin kamu! Kamu harus ingat, kita belum putus dan gak akan pernah putus!" teriak Clara frustasi.
Cakra tak mempedulikannya. Ia memilih untuk segera pulang. Cakra mengemudikan mobilnya dengan perasaan khawatir- apa Hanum sekarang masih di apartemen atau malah sudah keluar?