Clara Alverina seorang perempuan cantik, rambut coklat bergelombang, berhidung mancung, bermata seperti kacang almond dan mempunyai body seindah gitar spanyol. Bekerja sebagai wanita malam akibat dijual oleh ayah tirinya sendiri. Harus mati mengenaskan di tangan kekasihnya yang berselingkuh dengan sahabatnya.
Bukannya ke alam baka, justru Clara terbangun di tubuh lain.
Clara Evania yang mati karena dikurung oleh ibu mertuanya di dalam sebuah gudang kotor tanpa makanan selama 1 minggu lamanya. Clara adalah seorang istri yang penurut, pendiam dan terkesan bodoh yang selalu ditindas oleh mertuanya karena berasal dari keluarga miskin. Sedangkan suaminya tidak peduli. Selama pernikahan Clara belum pernah disentuh.
Suaminya sibuk memelihara gundik dan berniat untuk menjadikan istri kedua tanpa mau menceraikan Clara dahulu.
Bagaimana kelanjutan cerita Clara sang pelacur yang terbiasa hidup hedon harus menjadi seorang istri miskin yang selalu hidup dalam kesengsaraan.
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Cucu Sultan
Hari terus berganti hari, tidak terasa sudah satu minggu Clara tinggal di desa ini dengan hati lebih tenang. Berkat bantuan dari budhe Atun, Clara bisa mengenal lebih dalam tentang agama. Selama seminggu ini, Clara masih berusaha menghubungi berbagai kenalan untuk membantunya menjualkan aset yang ada di Jakarta. Terutama apartemen itu.
Clara tidak ingin mempertahankan sesuatu yang sudah pernah digunakan untuk melakukan hubungan terlarang hingga adanya tindak kriminal yang dilakukan Abian. Apartemen itu Clara anggap sebagai simbol kegagalannya menjadi manusia baik. Mungkin karma untuknya yang telah bekerja sebagai wanita pemuas nafsu para lelaki tanpa memikirkan perasaan pasangan pria yang datang padanya.
"Budhe, sepertinya aku harus meninggalkan desa ini. Aku tidak mungkin tinggal di sini tanpa bekerja, bisa-bisa tabunganku habis hanya untuk makan." Ucap Clara pagi ini di halaman belakang rumahnya.
"Lalu kamu mau bekerja di mana? Di sini tidak ada pekerjaan yang cocok untukmu. Aku tidak mungkin mengajakmu ke sawah."
"Hahaha... Budhe bisa saja, lagian di sawah juga aku tidak tahu apa yang kalian kerjakan. Mungkin aku akan pergi ke kota untuk melamar pekerjaan sebagai apa saja yang aku kuasai."
"Kenapa kamu tidak ke Surabaya saja, temui keluargamu yang tersisa. Mereka punya banyak perusahaan yang mungkin cocok dengan kemampuan bekerjamu."
"Apa mereka akan mengenali aku? Bisa jadi aku malah dituduh sebagai penipu yang ingin mengelabui orang kaya. Aku tidak mau."
"Akan aku berikan alamat terakhir mereka yang aku tahu, oh ya... cari barang peninggalan ayahmu yang kemungkinan bisa sebagai bukti identitas diri. Aku yakin ada sesuatu di lemari milik ayahmu."
"Kalau begitu, ayo budhe bantu aku mencarinya. Aku sudah membersihkan semua barang-barang di rumah ini, tapi aku tidak menemukan sesuatu yang berharga yang dimiliki ayah. Hanya ada baju-baju bekas ayah yang sudah lama."
"Aku ingat dulu ayahmu pernah punya satu buah kalung pemberian orang tuanya sebelum dia menikah."
"Kalung? Seperti apa bentuknya, aku sama sekali tidak melihat ada kalung di sini. Budhe tahu kan, bahkan sprei sudah aku tarik semua dan cuci. Baju lama ayah pun sudah aku rapikan lagi semuanya. Perabot juga sudah aku bersihkan satu persatu, tapi aku tidak melihat ada kalung." Ucap Clara putus asa.
"Ayo kita cari sekali lagi, mungkin ayahmu sengaja menaruh di tempat yang tidak biasa. Supaya tidak hilang diambil maling karena rumah ini sudah lama ditinggalkan."
"Baiklah, kita mulai mencari dari lemari saja Budhe." Ucap Clara.
Dua perempuan beda usia itu pun sibuk mencari benda yang dimaksud, semua telah diacak-acak.
Lemari, laci, atas lemari, di bawah meja semua tidak luput dari pantauan mereka. Tapi tidak ada yang ketemu. Capek iya.
"Aku menyerah Budhe, capek banget."
"Aduh, jangan mudah menyerah seperti itu, ayo kita cari sekali lagi. Bagian mana yang belum kita sisir?" Tanya Budhe Atun.
"Di bawah ranjang dan kasur."
"Ah... kamu benar, coba kita buka kasur ini pasti ada di sini kalungnya." Ucap Budhe.
"Kasur ini berat Budhe, isi kapas yang sudah sangat keras."
"Ya, harusnya memang kasur kapas wajib dijemur rutin sebulan sekali. Nah ini sudah puluhan tahun dibiarkan, tentu saja jadi keras. Ayo bantu Budhe gulung kasurnya."
Setelah dengan sekuat tenaga menggulung kasur, Budhe melihat ada bungkusan hitam yang tergantung di ranjang yang terbuat dari kayu itu.
"Lihat bungkusan hitam itu, mungkin kalung ayahmu ada di sana."
"Bungkusannya seperti tempat jimat Budhe, serem amat ya." Ucap Clara.
"Jimat apanya, kalung ayahmu itu emas 24 karat." Jawab Budhe.
Clara mengambil bungkusan yang terbuat dari kain hitam itu lalu membukanya. Benar saja ada kalung emas berukuran sedang dengan liontin berbentuk matahari dengan delapan urip.
"Itu kalungnya, liontin ini lambang keluarga Maheswara. Semua keturunan sah keluarga itu pasti memilikinya. Bedanya ada nama di belakang liontinnya, coba kamu lihat." Pinta Budhe.
"Benar Budhe, ada nama Danu Maheswara yang diukir di belakang liontinnya. Jadi aku bisa membawa ini sebagai identitas diri, begitukah maksud Budhe Atun?" Tanya Clara.
"Benar, pergilah ke Surabaya. Temui keluargamu, aku yakin mereka pasti dengan senang hati menerimamu kembali."
"Tapi ayah sudah mengecewakan mereka semua, apa iya aku diterima?"
"Kamu tidak tahu apa-apa Nak, kamu saja belum lahir waktu pertikaian itu terjadi. Aku yakin jika kakekmu masih hidup pasti dia akan dengan senang hati memeluk cucunya. Asal kamu tahu, Danu adalah putra tunggal kakek dan nenekmu." Ucap Budhe.
"Jadi ayah anak satu-satunya tapi lebih memilih menginggalkan mereka."
"Itulah kebodohan ayahmu hanya karena cinta yang tidak sepadan. Ibumu bukan perempuan yang patut diperjuangkan. Tapi, semua sudah berlalu bukan? Itu hanya masa lalu yang wajib kamu jadikan pengalaman hidup. Menentang keluarga belum tentu berakhir bahagia. Ada kalanya justru kerasnya keluarga karena mereka sangat menyayangimu. Cukup Danu saja yang begitu."
"Kamu jangan mengikuti jejak perilaku buruk orang tuamu. Ikuti saja sifat baik dan tulusnya ayahmu, yang lain jangan ya Clara."
"Tentu, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan oleh Tuhan padaku. Aku akan menjadi Clara yang berkepribadian baik dan perempuan mahal yang menjunjung tinggi harga diri dan kehormatannya."
"Simpan kalung ini, besok pagi berangkatlah ke Surabaya. Bawa serta barang pribadimu yang penting-penting saja, karena aku yakin keluargamu tidak akan membiarkanmu hidup terlantar."
"Baik Budhe terima kasih banyak atas bantuannya. Sekarang bagaimana jika aku mentraktir Budhe belanja di pasar. Aku ingin sekali ke sana sejak kemarin- kemarin itu."
Keesokan harinya, meski hari masih gelap Clara sudah bersiap akan pergi mencari keluarga kandungnya di Surabaya. Setelah berpamitan dengan Budhe Atun, dengan diantar Doni hingga perempatan ujung desa Clara pun meninggalkan desa tempat kelahirannya dulu.
Berbekal alamat yang diberikan Budhe Atun, Clara tidak sabar ingin segera bertemu dengan kakek neneknya.
"Permisi Pak Satpam, apa benar alamat yang tertulis di kertas ini adalah rumah ini?" Tanya Clara sopan. Dia tiba di Surabaya setelah 5 jam perjalanan dengan menumpang sebuah bus patas.
"Benar ini alamat rumah keluarga Maheswara. Kamu cari siapa mba?" Tanya Pak Satpam dengan logat Jawa Timuran yang khas medoknya.
"Apa Kakek, hhmm maksudku Tuan Hikam Maheswaranya ada?" Ucap Clara ragu-ragu, pasalnya rumah di hadapannya ini bukan sekedar rumah tapi sudah seperti istana raja. Jauh lebih besar dan mewah daripada rumah milik Tuan Bagas.
"Apa tujuanmu bertemu Tuan Besar?"
"Katakan saja aku Clara putri Danu Maheswara datang ingin menemuinya."
Sedangkan di dalam rumah seorang pria tua yang sudah hidup seorang diri sedang memandangi sebuah album foto tua. Ya, hanya itu kegiatannya sehari-hari. Rasa rindu pada putra satu-satunya memang tak bisa ia tutupi. Apalagi sejak istrinya lebih dulu meninggal 3 tahun yang lalu. Dunia pria itu serasa sepi.
"Tuan Besar, di luar ada seorang perempuan muda cantik ingin bertemu dengan Anda." Ucap Satpam.
"Jika ingin minta sumbangan, berikan saja pakai uangmu dulu." Jawabnya.
"Bukan Tuan, dia bilang namanya Clara putri dari Danu Maheswara."
"Uhuk..." Pria itu terbatuk ketika mendengar nama yang selalu dirindukannya.
"Clara Putri Danu? Dia cucuku."
cara kotor belum tau dia ada backingan dari si kakek di jadikan peyetttt kalian
Untuk yang sudah mendukung, Author ucapkan ribuan terima kasih. Insya Alloh, jika 40 bab terbaik lolos lagi. Maka akan ada give away untuk pembaca terbaik 1, 2, dan 3.