follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Suasana di halaman rumah Pak Burhan perlahan mulai tenang. Kursi-kursi dilipat, sisa hidangan katering dibereskan. Para saudara dan tetangga yang diundang sebagai saksi pernikahan dadakan Aruni dan Rico sudah pulang, membawa serta cerita yang akan menjadi buah bibir di desa selama beberapa waktu ke depan.
Pak Burhan meminta Aruni membawa Rico masuk ke dalam rumah, karena dia ingin membantu beres-beres. Dengan tangan masih saling menggenggam erat mereka berdua masuk kedalam rumah. Perasaan campur aduk menyelimuti Aruni: lega, bahagia, dan sedikit tak percaya bahwa ia kini telah resmi menjadi istri dari pria yang dikenalnya beberapa bulan lalu.
Tiba-tiba, terdengar suara sepeda motor yang berhenti di depan rumah mereka.
"Mbak Aruni. "
Pak Burhan menoleh ke arah pintu. Seorang pria berdiri di samping sepeda motornya, raut wajahnya tampak sendu. Dialah Ahmad, sosok dari masa lalu Aruni. Kedatangannya sungguh tak terduga, bak petir di siang bolong.
"Mas Ahmad?" gumam Aruni, terkejut. begitu juga dengan semua orang.
Melihat kedatangan Ahmad, Aruni menegang. Rico merasakan perubahan pada diri Aruni, dan ia mengeratkan genggaman tangannya, seolah memberi kekuatan.
Pak Burhan segera berdiri mendekati anak dan menantunya. "Aruni, Rico, masuk saja ke dalam. Biar Bapak yang bicara dengan Ahmad."
Namun, Aruni menatap Rico. Ada gurat permintaan di matanya. Ia ingin menghadapi Ahmad, mengakhiri semua sisa kisah masa lalu itu secara langsung. Rico mengerti. Ia mengangguk pelan, memberikan izin.
" Tidak, yah," kata Aruni lembut, namun tegas. "Biarkan Aruni dan Rico yang menemui mas Ahmad. Kami ingin tahu apa maksud kedatangannya."
Pak Burhan ragu sejenak, namun melihat tekad di mata putrinya, ia akhirnya mengangguk karena sepertinya Rico sudah memberinya izin. "Baiklah, kalau begitu. Tapi jangan lama-lama."
Aruni dan Rico berjalan keluar rumah, mendekati Ahmad yang masih berdiri mematung. Suasana canggung menyelimuti mereka bertiga. Angin sore berembus, membawa daun-daun kering berputar di halaman.
"Mas Ahmad," sapa Aruni, suaranya tenang. "Ada apa kamu datang kemari?"
Ahmad mengangkat pandangannya. Matanya menatap Aruni dengan sendu, lalu beralih ke Rico yang berdiri tegap di sampingnya. Ada sorot kepedihan yang tak bisa disembunyikan di mata Ahmad. Ia meremas jemarinya, tampak bingung.
"Aku… aku tidak tahu, nggak tau mbak Aruni,"ucap Ahmad, suaranya parau. "Aku… aku hanya mendengar kalian menikah hari ini. Aku… aku tidak tahu kenapa aku datang."
Ada perasaan rindu yang menyiksa di dada Ahmad, bercampur dengan rasa tidak rela yang menggerogoti jiwanya saat mendengar Aruni menikah. Ia telah kehilangan Aruni, dan kenyataan itu menghantamnya begitu keras hari ini. Namun, ia juga tahu, semua sudah terjadi. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mengubahnya.
Rico maju selangkah, menatap Ahmad dengan tatapan tenang namun penuh wibawa. "Hubunganmu dengan Aruni sudah selesai, Ahmad. Sekarang, Aruni adalah istriku. Tolong hargai itu."
Ahmad mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. Ia menunduk, tidak sanggup menatap wajah Aruni dan Rico lebih lama. "Aku tahu, Mas. Aku… aku hanya ingin melihat Aruni bahagia."
Ia menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan kekuatannya. "Aku… aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua, Aruni, Rico. Semoga kalian selalu bahagia dan langgeng. Tolong jaga Aruni baik-baik, dia adalah wanita yang sangat baik dan tulus. " kata Rico.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Ahmad berbalik. Langkahnya terasa berat saat ia mulai menjauh dari rumah Aruni, meninggalkan semua kenangan masa lalu di sana. Aruni menatap punggung Ahmad hingga sosoknya menghilang di balik tikungan jalan. Ada rasa lega, namun juga sedikit haru. Babak masa lalu itu kini benar-benar tertutup rapat.
Setelah kepergian Ahmad, Aruni dan Rico kembali masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di sofa, saling menggenggam tangan. Pak Burhan, Bu Aisyah, dan Tante Dina mendekat, menatap Aruni dengan tatapan khawatir.
"Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Bu Aisyah, mengusap lembut lengan Aruni.
Aruni tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak apa-apa, Bu. Justru Aku merasa lega. Ini artinya masa lalu sudah benar-benar selesai. Tidak ada beban lagi di hati, Aku sudah tidak peduli dengan omongan orang, karena aku sudah menikah sekarang dengan pria yang mau menerimaku apa adanya, tanpa tuntutan."
Rico menatap Aruni dengan tatapan penuh kasih sayang. "Betul, Bu. Sekarang, kita fokus ke depan. Membangun rumah tangga kita. Jangan pernah mendengarkan ucapan orang yang belum tentu benar. Yang penting adalah kita saling percaya. Kalau ada hal yang mengganggu kita bicarakan baik-baik terlebih dulu. "
Pak Burhan menghela napas lega. "Syukurlah kalau begitu. Ayah juga lega melihatnya, Nak. Sekarang kalian berdua bisa fokus menjalani kehidupan rumah tangga kalian."
Kini saatnya Aruni dan Rico memulai rumah tangga baru mereka, tanpa gangguan dari masa lalu. Mereka memiliki rencana besar untuk ke depannya.
"Rencananya, saya akan tinggal di sini selama dua hari," kata Rico, menoleh ke arah Pak Burhan dan Bu Aisyah. "Setelah itu, saya akan memboyong Aruni bersama saya ke Jakarta. Kami akan memulai hidup baru di sana."
Pak Burhan mengangguk, sedikit sedih namun juga bahagia. "Iya, Nak. Sudah sewajarnya begitu. Kamu sekarang punya keluarga baru. Dan tanggung jawab Aruni sudah berpindah ke tanganmu."
"Tapi nanti sering-sering pulang ya, Nak. Ayah sama Ibu pasti rindu,” pinta Bu Aisyah
"Pasti, Ayah, Ibu. Kami akan sering pulang kalau aku atau mas Rico libur kerja, " ujar Aruni, yang mendapatkan anggukan dari Rico.
Malam itu, makan malam terasa lebih spesial. Meskipun masakan yang tersisa dari katering, suasana penuh kehangatan dan kebahagiaan. Rico sesekali membantu Aruni membereskan piring, menunjukkan sisi perhatiannya yang membuat hati Aruni semakin luluh. Mereka berdua berdiskusi tentang kehidupan di Jakarta, tentang pekerjaan Aruni, dan tentang bagaimana mereka akan mengatur rumah tangga mereka kelak.
"Besok kita bisa jalan-jalan keliling desa, ya?" tanya Rico, antusias. "Aku ingin melihat-lihat tempat kamu tumbuh besar."
Aruni tersenyum. "Tentu, Mas. Nanti Aruni ajak ke sawah, ke sungai, banyak tempat indah di sini."
Hati Rico berdesir saat Aruni mulai memanggilnya dengan kata mas. Sepertinya panggilan itu yang akan diberikan Aruni untuk menghormatinya.
Dua hari yang akan mereka habiskan di desa akan menjadi momen berharga untuk Aruni dan Rico, waktu untuk mengenal lebih dalam satu sama lain dalam suasana yang lebih santai dan akrab dengan keluarga Aruni. Ini adalah jembatan penghubung antara masa lalu Aruni di desa dengan masa depan barunya bersama Rico di kota metropolitan. Mereka siap melangkah bersama, menghadapi segala tantangan dan kebahagiaan yang akan datang.