Wulan masih tidak percaya bahwa dia telah reinkarnasi ke dalam tubuh seorang perempuan yang cantik namun tidak bahagia. Dia adalah istri dari kapten yang tampan dan berkuasa, namun dingin dan tidak peduli dengan istrinya.
Wulan mempunyai janji dengan jiwa aslinya, yaitu mengubah takdir hidup sang kapten agar jatuh cinta dengan tubuh istrinya yang bermana Livia. Tapi bagaimana caranya? Kapten tersebut sangat dingin dan tidak peduli dengan istri.
.
Namun, semakin Wulan mencoba untuk mendekati sang kapten, semakin dia menyadari bahwa kapten tersebut memiliki luka yang dalam dan tidak mudah untuk diobati.
Wulan harus mencari cara untuk menyembuhkan luka tersebut agar sang kapten dapat membuka hatinya dan jatuh cinta dengan Livia.
Bagaimana kelanjutan cerita Wulan? Apakah dia berhasil mengubah takdir hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira azahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 7
Livia menggenggam erat tangan, memaksakan senyum yang terasa pahit. Hati ini sebenarnya sudah terpecah, teraduk emosi yang saling bertabrakan.
Saat Nadia menggelengkan kepala dengan tegas, ia tidak setuju dengan apa yang diinginkan sang menantu. "Tidak! Mama tidak setuju dengan idemu ini. Kita bisa berbicara pelan-pelan dulu. Livia, jangan mengambil keputusan secara mendadak seperti ini," katanya.
Pernyataan itu segera dibalas Dara dengan nada penuh pembelaan, seperti api yang menyala-nyala. "Anakku tidak mengambil keputusan secara mendadak, Jeng. Tapi dia sudah menyadari apa yang selama ini terjadi. Anakku sudah tidak sanggup bertahan dengan Alex! Livia sepenuhnya mencintai suaminya, nyatanya apa balasan yang didapat?"
Dara berbicara seakan-akan ia mengetahui semua penderitaan anaknya. Entah kenapa kata-katanya justru terasa seperti peluru yang melukai lebih dalam.
"Sudahlah, hentikan semuanya!" Lila menyahut dengan nada menghentikan perdebatan yang semakin memanas. "Apa yang dikatakan adikku memang benar, jauh lebih baik tunggu Alex kembali pulang. Dan kamu, Livia, cukup! Jangan mengambil keputusan secepat mungkin, oke? Takutnya kamu menyesali semua ini."
Livia merasakan kepedihan yang tidak bisa terlukiskan. Pernyataannya seperti mengikatnya pada sebuah harapan kosong yang sejak awal sudah retak.
Dalam hati, Livia merasa ingin meneriakkan semua rasa marah dan kecewa—tapi yang keluar hanyalah senyuman sinis, sebuah senyum smirk yang tersungging di wajah, penuh ironi.
"Gara-gara masalah ini, aku dipengaruhi Tante Rekha hingga membuat Alex membenci aku. Sekarang aku tahu, apa alasan semua ini dan siapa yang salah. Aku pasti akan menemukan siapa pelaku sebenarnya, mengapa aku dan Alex terjebak di kamar itu!" Livia tersenyum smirk , tanpa berkata apa-apa.
Mereka tidak tahu betapa terluka dan dinginnya hati yang kini dirasakan Livia. Biarkan saja mereka bicara sesukanya. Pada akhirnya, semua ini akan terbukti. Dan Livia akan berdiri tegak, entah sendiri atau bersama yang percaya padanya.
Nadia menarik napas panjang sambil mencoba menahan emosinya yang sudah berada di ujung tanduk. Senyumnya berubah getir saat mendengar jawaban dari Livia. "Jangan melakukan hal aneh-aneh, sayang. Kita tunggu Alex, ya?" ucapnya dengan nada yang kubuat setenang mungkin, meski dada bergemuruh.
Livia mendesah panjang, seperti sedang mengumpulkan kesabarannya yang mungkin sama tipisnya dengan ibu mertua. "Baik, aku tunggu pria itu kembali. Kita pulang, Ma. Satu lagi, Tante Rekha harus menyelesaikan semuanya dan jangan pergi!" ucapnya tegas, pandangannya tajam menatap Rekha.
"Kami permisi dulu Jeng Nadia, maaf membuat kegaduhan di tempatmu ini. Kak Rekha kamu harus menuruti perkataan anakku," sahut Dara melirik tajam ke arah kakaknya.
Rekha tersentak mendengar ucapan Dara dan Livia. Langkahnya yang semula hendak pergi mendadak terhenti di tempat. "Sialan! Mereka tidak bisa membiarkan aku pergi. Jelaslah aku kalah dengan Jeng Nadia," batinnya tersenyum kecil.
Nadia bisa melihat dari sorot mata Rekha takut. Mungkin lebih takut pada kenyataan bahwa Rekha harus meladeninya.
Rekha selalu kalah dalam setiap konfrontasi dengan Nadia, dan mungkin itu alasan mengapa kebenciannya padanya semakin menumpuk. "Ma-maafkan aku soal ini, Jeng Nadia. Ak-aku tidak ..."
"Cukup!" Nadia memotong ucapannya tanpa ragu, suaranya tegas, hampir menggema di ruangan itu. "Aku benar-benar kecewa denganmu, Jeng Rekha. Sejak awal aku sudah curiga, takut kamu mencoba menjebak Alex dengan anakmu. Tapi nyatanya? Livia yang menjadi korban permainan kotormu! Bagaimana mungkin kamu tega melakukan hal sekeji itu kepada seorang gadis yang tidak bersalah? Apa yang ada di pikiranmu, Rekha?!"
Nadia merasakan api di dadanya semakin berkobar saat Lila tiba-tiba ikut angkat suara, menambah keruh suasana.
"Bisa jadi benar itu, Nadia. Rekha terobsesi ingin masuk ke keluarga besar Verick. Bukankah begitu, Rekha?" Lila menoleh pada Rekha, tidak ingin membagi konsentrasinya.
Fokus Nadia hanya pada Rekha yang tampak semakin gelisah. Ada rasa ingin marah dan frustrasi yang terus berputar dalam kepalanya. "Kenapa ada orang seperti dia, yang tidak ragu mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri?" pikirnya.
Nadia menggenggam erat tangannya, berusaha menahan diri, meski semuanya terasa semakin memuncak. "Rekha," panggilnya dengan suara rendah, namun penuh tekanan. Ia menatapnya lekat-lekat, mencoba membaca apakah masih ada rasa bersalah di sana. "Kamu yang melakukan itu?"
"Tidak! Ak-aku mana mungkin berani melakukan itu, Jeng. Seharusnya aku yang marah dengan kalian, sudah mengatur perjodohan dengan anakku dan nyata ... sudahlah, semuanya jadi kacau dan membuat menjadi rumit seperti ini. Jujur aku kecewa berat!" Rekha berlalu meninggalkan mereka berdua, rasanya ada rasa malu dan kecewa.
Nadia dan Lila menatap kepergiannya yang mulai menghilang. Mereka berdua duduk di sofa, mencoba untuk menenangkan diri.
"Aku harus pergi ke kamar dulu, siapa tahu bisa menghubungi Alex. Semoga dia secepatnya kembali," kata Nadia ada rasa was-was kehilangan menantunya.
"Heran sekali, kemarin Livia menjadi manja dan terus menyusahkan orang pada benci dia. Sekarang Livia berubah seperti ini, pada ketar-ketir kehilangannya. Emang agak lain," gumam Yuli tersenyum smirk. Sedari tadi menguping pembicaraan mereka semua di ruang tamu.
Nadia segera menelpon anaknya itu, dengan perasaan campur aduk dan tidak tenang. "Halo, Alex. Mama mau berbicara sesuatu kepadamu. Secepatnya kamu pulang, ya?"
(Pulang? Aku masih berlayar di lautan, Ma. Ini berhenti di dermaga Lown sebentar, dua jam akan berlayar lagi. Tiga bulan baru bisa kembali pulang. Apa karen Livia?)
Alex sudah menebak siapa yang memintanya pulang, sudah pasti istrinya yang manja dan posesif itu.
Nadia menghembuskan napas beratnya. "Bukan Livia yang memintamu pulang, dia malah senang karena kamu tidak ada. Asalkan kamu tahu, Livia mau menggugat perceraian pernikahan kalian. Dia mau pisah sama kamu! Pulanglah."
(Aku tidak bisa pulang, Ma. Jauh lebih bagus juga, kalau dia menggugat perceraian kami. Aku sudah lama menginginkan pisah dengannya itu, rasanya muak dengan manja dan sikapnya yang aneh.)
Alex tidak peduli dengan perceraian ini. Malah dia bahagia juga, kalau pisah dengan Livia dan hidupnya pasti tenang.
Namun, Nadia menangis tersedu-sedu. "Bukan Livia yang salah dengan kejadian malam itu, ALex. Mama yang membuat jebakan, membuat Livia pingsan kamu ... setelah itu, membayar seseorang membawa kalian ke dalam kamar. Mama melakukannya itu, agar perjodohan yang diatur Mama Jeng Rekha batal! Mama tidak mau mempunyai menantu seperti Jeni, Nak. Terpaksa Livia menjadi korban! Bahkan Livia melakukan tes keperawanan dan hasilnya masih perawan. Maafkan Mama, Nak. Maaf," dengan suara serak dan diiringi isak tangisnya.
(Apa! Jadi Mama yang melakukan itu?)
Jelas Alex terkejut mendengar kenyataan ini, rasanya ada rasa sesal menyalahkan istrinya tidak tahu apa-apa.
"Pulang, Nak. Jangan sampai Livia menggugat perceraian ini, dia sudah berubah total dan seperti bukan Livia. Semua ini, dia di pengaruhi Jeng Rekha agar kamu benci sama dia. Pulang, ya?" Nadia terus memohon kepada anaknya. Walaupun anaknya tidak memberikan jawab kepastian.