jadi laki laki harus bisa membuktikan kepada dirinya sendiri kalo ia bisa sukses, sekarang kamu harus buktikan kalo kamu gak mati tanpa dia, kamu gak gila tanpa dia, dan kamu gak kelaparan tanpa dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Dina terus kasak-kusuk karena Alvin tidak kunjung sekalipun meliriknya.
"Kenapa sih Din? Dari tadi grasak-grusuk mulu." tanya temannya membuat Dina kaget lalu menggeleng.
"Eh nggak, gak apa-apa kok." jawab Dina.
"Lagi bisulan apa cacingan?" timpal Ani, membuat Dina melotot.
"Sembarang aja itu mulut! Ayo lanjutin." ujar Dina mengalihkan pembicaraan.
Disisi lain, setelah selesai rapat Burhan memperkenalkan Alvin pada teman- temannya.
"Ini siapa, Han?" tanya salah satu clien yang merupakan teman dekat Burhan
"Ini sekretaris baru saya, yang kemaren udah nikah dan dia ikut suaminya." jawab Burhan membuat Alvin langsung
mengulurkan tangannya.
"ALVIN Pak." ucap Alvin dengan ramah, lalu menyalami satu persatu bos-bos besar Tersebut.
"Ya sudah, kalo begitu kami pamit terlebih dahulu ya masih ada kerjaan yang belum selesai." pamit Burhan yang dibalas anggukan oleh clien-cliennya.
Setelahnya, mereka berdua berjalan beriringan ke perkiraan.
"Terima kasih banyak ya Pak, udah mempercayai saya ikut rapat begini. Padahal ini perdana bagi saya." ucap Alvin membuat Burhan menoleh, lalu menepuk pundak Alvin.
"Semangat terus pokoknya pantang menyerah. Jadi laki-laki itu harus bisa membuktikan pada dirinya sendiri kalau ia bisa sukses." nasehat Burhan yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Siap Pak laksanakan." jawab Alvin.
"Good! Kamu mau kuliah lagi gak, seperti yang saya tawarkan?" tanya Burhan membuat Alvin cengengesan.
"Mau Pak, tapi kayaknya harus mikir panjang dulu ini. Takut Guntur jadi beban buat bapak sama ibu," jawab Alvin membuat Burhan terkekeh.
"Masih aja ya terfokus pada Guntur, sedangkan anakmu itu anteng aja tuh di asuh Sama istri saya.
Jarang-jarang loh anak karyawan diasuh sama majikan." ucap Burhan sambil tertawa, membuat Alvin menggaruk tengkuknya sekilas lalu mengangguk.
"Iya sih Pak, karyawan kurang ajar namanya mana gak di gaji lagi." timpal Alvin membuat Burhan melotot.
"Kamu dong," jawabnya lalu mereka
tertawa.
"Mas!"
Panggilan tersebut membuat Alvin mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil, lalu mencari sumber suara.
'Apalagi ini? Perasaan saya nggak
ngomong apa-apa sama dia, tapi ekspresi dia seolah-olah saya itu punya salah besar gitu.
Aneh banget ngelihat Dina, dulu dia melihat saya aja ogah tapi sekarang kok manggil-manggil gak jelas gini,' ucap Alvin dalam hati.
Ia melihat Dina menghampirinya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Apa lagi?" tanya Alvin datar.
Burhan yang sudah masuk terlebih Dahulu memilih diam tidak ikut campur, tapi ia tetap memperhatikan mereka.
"Guntur mana?" tanya Dina dengan tatapan selidik.
"Ada lagi anteng, kenapa emangnya? Kamu kan gak mau ngasuh dia." ujar Alvin, membuat Dina mengatur nafasnya berkali- kali lalu ia melipat kedua tangannya.
"Gak usah bohong Mas, ini gak logis banget kamu jadi laki-laki berjas tiba-tiba begini, pasti ada sesuatu Mas.
Jangan bilang kamu jual Guntur, Mas?" tegas Dina dengan tatapan curiga membuat Alvin kaget, lalu kembali menutup pintu mobil.
"Aku gak seburuk kamu Din, sesuka hati meninggalkan anak, lalu marah-marah begini.
Guntur gak diperjualbelikan itu asetku, gak usah aneh-aneh, sana nongkrong lagi sama teman-temanmu." lanjut Alvin lalu
memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Mas aku serius?!" Dina yang mendengar itu malah ngotot membuat Alvin tersenyum miring.
"Apa ada ekspresi bercanda diwajahku?" tanya Alvin sambil menunjuk wajahnya sendiri.
"Ya udah kalo gitu kalo Guntur memang gak dijual, dimana dia sekarang?" tanya Dina.
"Buat apa sih ketemu Guntur? Mau ngasih
duit? Gak usah, saya juga bisa ngasih duit sama anak saya sendiri." jawab Alvin membuat Dina mengepalkan tangannya.
"Din!"
Dina menoleh melihat teman-temannya
melambaikan tangan ke arahnya,
menyuruhnya untuk mendekat.
"Sebentar dulu!" jawab Dina.
"Udah sana, gak ada yang perlu di bahas. Palingan nanti surat cerai kita bakal datang menyusul." lanjut Alvin lalu ia masuk ke dalam mobil.
"Maksudnya apa Mas? Memangnya aku setuju kalo cerai? Kenapa kamu mengambil keputusan siapa yang begini!" tanya Dina membuat Alvin melihat sekilas ke dalam mobil.
'Untung Pak Burhan asik sama ponselnya.' ucap Alvin dalam hati, lalu ia kembali melihat Dina yang keras kepala.
"Setuju gak setuju, saya bakal gugat kamu. Saya gak mau tercemar nama baik cuma gara- gara kelakuan kamu, perjalanan saya masih panjang.
Dan kamu bukanlah tujuan hidup saya, jadi memang sudah seharusnya dan wajib untuk berpisah," ucap Alvin membuat Dina melotot.
"Tapi aku gak setuju cerai." tentang Dina membuat Alvin menggedikkan bahunya.
"Saya gak peduli, udah ya mau lanjut kerja dulu, bye." lanjut Alvin lalu ia masuk ke dalam mobil.
"Udah?" tanya Burhan begitu melihat
Alvin masuk.
"Udah Pak." jawab Alvin.
"Siapa itu?" tanya Burhan penasaran.
"Istri saya Pak, yang ninggalin rumah yang saya ceritakan. Sekarang ia dengan santainya bilang gak mau cerai." jawab Alvin membuat Burhan terkekeh.
"Iyalah, kan dia udah liat kamu keren begini gak maulah dia cerai. Itu tandanya istri kamu mata duitan, maunya saat kamu banyak duit aja." ujar Burhan panjang lebar membuat Alvin mengangguk.
"Gak bakalan mau saya Pak balikan lagi, harga diri saya sudah hancur sama dia." jawab Alvin membuat Burhan mangut-mangut.
"Bagus, ya udah sekarang kamu fokus dan sungguh-sungguh aja, kuliah kalo mau biar makin mantap." saran Burhan yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Iya Pak, niat saya juga begitu, saya pengen membuktikan pada Dina saya gak serendah yang dia bayangin." lanjut Alvin.
"Gini dong, baru pahlawan yang gak bucin, masih bisa membedakan harga diri sama cinta." ujar Burhan salut yang dibalas anggukan oleh Alvin.
***
Di kantor Doni sedari tadi kesusahan, karena tugasnya yang sedikit berbeda dengan yang tadi pagi.
"Ini si Alvin kemana sih? Belum balik- balik juga ini, aku kan gak paham." gerutu Doni sambil berusaha memahami kertas di
depannya itu.
Tidak lama kemudian, ia melihat Alvin dan Burhan masuk ke dalam kantor.
"AL!" panggil Doni membuat Alvin menoleh.
"Pak, saya kesana dulu ya." pamit Alvin yang dibalas anggukan oleh Burhan.
"Why?" tanya Alvin begitu ia sudah dekat.
"Ini bantuin dulu, aku gak tau gimana caranya." ucap Doni membuat Alvin
meletakkan berkas di tangannya, lalu melihat kertas Doni tersebut.
Setelah paham baru ia mulai mengajari
Doni.
"Udah?"
"Iya, makasih banyak." jawab Doni yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Aku mau ke atas dulu ya, mau liat Guntur juga." jawab Alvin yang di dibalas anggukan oleh Alvin.
Alvin naik ke atas, sebenernya bukan hal yang mudah buat Alvin bekerja langsung jadi sekertaris Burhan.
Banyak cacian dan omongan-omongan miring tentangnya di kantor, yang selalu jadi bahan perbincangan beberapa karyawan.
Tapi Alvin tidak peduli, ia menulikan telinganya dan fokus pada kerjanya.
'Namanya hidup pasti ada cobaan hadapi aja, anggap aja ini bunga-bunga kehidupan.'
Ucap Alvin dalam hati begitu ia mendengar percakapan beberapa karyawan.
"Malu nggak sih tiba-tiba jadi sekretaris atasan padahal dia nggak kuliah nggak tahu apa-apa,"
"Lebih ke mendzolimi orang yang seharusnya jadi sekretaris sih,"
"Iya ya, dia itu kayak di anak emas kan aja, padahal nggak punya bakat apa-apa,"
"Hust... Diam kalian nanti kalian dipecat
dari sini baru tahu rasa,"
"Iya juga ya,"
Sampai di ruangan Burhan, Alvin meminta izin untuk bertemu putranya yang berada di ruangan pribadi Burhan.
Pelan-pelan ia membuka pintu tersebut,
lalu masuk ke dalam. Ia melihat Guntur sedang tertidur pulas dikelilingi mainan yang banyak.
Bibirnya tersenyum, lalu ia mencium putranya sambil mengusap-usap kepala Guntur.
"Cepat tumbuh ya Nak, biar bisa ngobrol kita." ucap Alvin membuat Guntur menggeliat karena terusik.
"Eugh..."
"Shut... tidur lagi Nak, maaf ya Ayah ganggu ya." ucap Alvin lalu kembali mencium pipi Guntur.
"Ayah kerja lagi ya, jangan rewel ya Nak, baik-baik sama Bu Maya." lanjut Alvin sambil mengusap-usap kepala putranya.
Perkembangan Guntur jauh lebih sehat sekarang, karena Maya mengasuh dan merawatnya dengan penuh kasih sayang dan juga gizinya terpenuhi setiap saat membuat Alvin sangat bersyukur.