Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memeluknya
Cukup lama Hanum bertanya pada diri sendiri, menyelami hati dan mempersiapkan diri dengan apa yang akan terjadi nantinya.
Pesawat terus mengudara, membawa pengantin baru itu menuju Korea Selatan. Hingga mereka tiba di sana, dengan perasaan yang bercampur aduk.
Hanum mulai kedinginan ketika ia keluar dari pesawat. Jaket tebal yang ia pakai, tidak cukup untuk menghangatkan tubuhnya.
Sementara Tama berjalan lebih dulu tanpa menghiraukan sang istri yang mulai merasa tidak enak badan.
Ini lebih dingin dari yang aku kira. Nafasku mulai terasa sesak. Batin Hanum berjalan dengan perlahan
Walaupun ia masih berada di dalam ruangan, namun hawa dingin terasa sudah menusuk hingga ke tulang.
Bintik-bintik merah mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Ia mulai merasa gatal, namun tidak dihiraukan, berharap langkah kakinya berjalan lebih cepat, agar bisa sampai di hotel segera.
Sementara Tama yang sudah melewati proses imigrasi langsung mengambil koper dan menunggu Hanum. Ia tidak melihat keberadaan gadis itu setelah berdiri beberapa saat. Bahkan, koper Hanum lebih dulu sampai.
Ke mana dia?. Batin Tama.
Hampir setengah jam Tama menunggu. Ia mulai merasa bosan dan juga kesal karena Hanum tidak kunjung terlihat.
"Awas saja kau nanti! Beraninya membuatku menunggu begitu lama! Apa dia tidak sadar kalau di sini sangat dingin?" gumamnya menggerutu.
Namun dari jauh, ia melihat sang istri berjalan sambil memegang dadanya. Wajah pucat dan terlihat lemas. Tanpa menunggu lama, Tama langsung mengejar Hanum dan melihat bagaimana kondisinya.
"Ibu kenapa?" tanya Tama mulai panik.
"Dingin! Napasku terasa sesak," ucap Hanum lirih. Ia sudah tidak kuat berjalan lagi.
Tama memegang tangan Hanum dan terkejut ketika merasakan telapak tangan wanita cantik itu sangat dingin, kulitnya memerah dan bergetar.
Pantas saja dia membawa jaket yang begitu tebal dan pakaian yang berlapis. Batin Tama.
Ia segera menggendong Hanum keluar dari bandara dengan bantuan beberapa orang suruhan yang keluar dari persembunyian dan datang langsung membantu mereka.
"Apa perlu ke rumah sakit?" tanya Tama mulai merasa khawatir.
"Tidak," ucap Hanum lirih dan langsung memeluk Tama tanpa mengingat hal yang lain. Ia memasukkan tangannya ke dalam baju pria tampan itu.
Bahkan tanpa sadar, Tama juga membalas pelukan Hanum dan menggosok tubuh sang istri agar bisa menghangatkannya.
"Dingin!" lirih Hanum.
"Ibu yakin tidak mau ke rumah sakit? Jangan mati di sini, Bu! Ngurus kepulangannya susah!" ucap Tama.
Hanum mencubit pinggang Tama dengan sisa tenaganya. "Saya sedang tidak bercanda!" gumam wanita cantik itu.
Tama hanya tersenyum dan kembali memeluk Hanum dengan erat.
Hingga mereka tiba di hotel, Tama langsung menggendong Hanum ke kamar dibantu oleh beberapa staf yang sedang bertugas.
Ia membaringkan wanita cantik itu dan meminta selimut tambahan, mengatur suhu kamar dan memesan sarapan.
Tama yang merasa lelah dan mengantuk, ikut berbaring lalu memeluk gadis cantik itu kembali.
"Sudah separah ini, ibu tidak ingin ke rumah sakit?" tanya Tama yang memang benar-benar khawatir.
Hanum hanya menggeleng, ia memeluk Tama dengan erat dan menggesekkan hidungnya yang dingin di dada bidang pria tampan itu.
Tama terdiam dan menyadari apa yang tengah terjadi saat ini. Ada sesuatu yang mulai aktif dan mengalir di tubuhnya.
Ah, bisa-bisanya dia melakukan hal seperti ini! Tolong berhenti melakukan itu, Bu!. Batin Tama khawatir dengan dirinya sendiri.
Ia merasa pelukan Hanum semakin erat, begitu juga dengan tubuhnya yang mulai terasa panas dingin.
"Maaf, tapi ini sangat dingin dan gatal! Aku tidak kuat!" lirihnya setengah sadar.
Perlahan, Hanum terlelap dalam dekapan Tama. Pria tampan itu melihat ada beberapa bintik-bintik kemerahan yang terlihat di pipi sang istri.
Apa alerginya sampai separah itu? Ini mendekati hipotermia. Batin Tama terkejut.
Ia mengelus pipi Hanum dan tanpa sadar mengecup kening istri cantiknya itu. Namun sekejap ia terdiam dengan apa yang sudah dilakukannya.
Astaga, aku kenapa hari ini? Dia seperti memiliki daya tarik yang sangat kuat. Batin Tama dengan napas yang semakin terasa berat.
"Kenapa Ibu sangat harum?" gumamnya.
Tama memandang wajah Hanum dengan lekat, cantik dan tenang. Semakin ia memandang, napasnya terasa semakin berat.
Ia memilih untuk tertidur sambil memeluk Hanum. Waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi, sehingga cukup banyak waktu untuk beristirahat.
Untuk pertama kalinya, mereka berinteraksi sedekat itu tanpa sekat dan aturan yang membuat mereka menjadi canggung.
Perlahan Hanum mulai merasa nyaman. Napasnya tidak lagi sesak, walaupun kulitnya semakin memerah dan ruam-ruam mulai bermunculan.
"Bunda, dingin banget!" gumamnya tanpa sadar.
Sayup-sayup sampai, Tama mendengar itu dan mengernyit. Namun matanya semakin berat, hingga mereka terlelap bersama.
"Saya bukan bundamu!" gumam Tama.