NovelToon NovelToon
Aku Bukan Siapa-Siapa

Aku Bukan Siapa-Siapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:14.2k
Nilai: 5
Nama Author: Febbfbrynt

Ketidaksengajaan serta pengorbanan dalam sebuah kecelakaan membuat Alena langsung meninggal dan malah mengantarkan nyawa gadis itu dengan bertransmigrasi ke dalam salah satu novel favoritnya. Alena hanya menjadi adik dari salah satu teman protagonis pria—figuran. Dia hanya seorang siswi sekolah biasa, tanpa keterlibatan novel, dan tanpa peran.

Tapi, plotnya hancur karena suatu alasan, hidupnya tidak semulus yang dia bayangkan. Dia membantu masalah semua tokoh, namun di tengah itu, hidupnya tidak aman, ada orang yang selalu ingin mencelakainya.

____

"Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka menderita seperti alurnya."—Alena.

~•~
note:
- author 'I Am A Nobody' di wp dan di sini sama

- Tokoh utama cerita ini menye-menye, lebay, dan letoy. Jadi, ga disarankan dibaca oleh org yg suka karakter kuat dan ga disarankan untuk org dewasa 20+ membacanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah Sakit

Alena takut, sangat takut. Kejadian beberapa menit lalu mengingatkannya pada kecelakaan itu. Alena sangat trauma, ia tidak memikirkan apapun saat mobil itu hanya beberapa meter di depannya. Alena hanya berpikir akan mati lagi. Di sana ia mengingat semua keluarga, papanya, mamanya, Ravael, ketiga sahabatnya dan semua teman-temannya.

Alena kira, ia akan meninggalkan mereka. Namun, pelukan seseorang menyadarkannya bahwa ia masih hidup. Sampai waktu ini, ia masih di pelukannya orang itu sehingga Alena belum tahu siapa dia. Tetapi, suara familier itu sangat menenangkannya.

Dia pasti sangat sakit saat nolong aku.

Setelah tenang, Alena mendongak dan bertemu tatapan orang yang ia kenal. Tatapannya sangat lembut sehingga membuatnya berfikir apakah itu ilusi?

"Kak Deva?"

"Iya, Alena?" Suaranya rendah.

Alena turun dari pangkuannya dengan sangat malu, lalu ia duduk di ruang kosong di sampingnya.

Alena mengamati seluruh tubuhnya. Celana yang ia pakai robek di bagian lutut, kakinya tergores, pelipisnya, tangannya, semuanya terluka. Alena menutup mulut dengan tangan karena terkejut dan khawatir.

Alena merasa bersalah sehingga suaranya tersedak. "Kak De-va ... kamu luka ...." 

Gimana dia tahan sepanjang sambil peluk aku? Alena melihat ekspresinya yang tenang.

"Gue gak pa-pa, Alena." Dia menjawab menenangkan, ekspresinya tidak berkerut sedikit pun seakan-akan dia tidak terluka.

"Pak! Percepat!" Alena berteriak panik dan cemas yang diangguki Pak Adi.

"Kak Deva ... maafin aku." 

Alena ingin menyentuhnya untuk memeriksa lukanya, tapi ia takut menyakitinya.

"Gue baik-baik aja. Ini bukan salah lo kok. Lo harus tenang. Jangan terlalu khawatirin gue."

Dia menjawab santai membuat Alena sedikit marah. "Gak pa-pa gimana?! Hampir seluruh tubuh kak Deva luka! Kenapa ... hiks."

Alena mulai menangis lagi menutupi wajahnya dengan kedua tangan karena rasa bersalah. Deva terkejut dengan gadis di depannya yang meledak-ledak. Ia panik dengan ketidakberdayaan di wajahnya. Karena tidak tahu harus bagaimana membuatnya tenang, ia hanya bisa memeluknya lagi  

Alena tidak menolak dan takut membuatnya terluka.

"Nona, udah sampai."

Alena langsung melepaskan pelukannya dan keluar mobil untuk memanggil suster membawa tandu. Ia tidak yakin lukanya seringan itu, pasti ada luka yang dalam, karena mobil itu sempat mengenainya.

Setelah tiba, Deva keluar dari mobil di bantu pak Adi dan suster rumah sakit. Lalu mereka masuk dan mulai pemeriksaan.

Hari sudah gelap, Alena duduk di kursi koridor sambil menunggu hasil pemeriksaan Deva. Ia belum mengabari mamahnya, dan tentu saja Alena akan mengira Berliana akan sangat panik dan khawatir.

Karena ponselnya berada di mobil, jadi ia pikir nanti saja. Alena ingin segera mendengar keadaan Deva terlebih dahulu.

Sekitar hampir 20 menit, Dokter keluar. Ia langsung berdiri.

"Apa Anda dengan keluarganya?"

Alena menggeleng. "Aku temannya, Dok. Apa keadaanya serius?"

Dokter pria paruh baya itu menggeleng "Lukanya tidak serius, tapi tidak ringan juga. Tulang tangan kanannya sedikit retak karena benturan di daerah siku, punggungnya pun luka dan pasti dia akan sakit saat tidur. Luka lainnya cuma goresan saja."

Alena menutup mulut kaget. Memang tidak terlalu serius, tapi tetap saja menyakitkan.

"Apakah aku boleh masuk, Dok?"

Dia mengangguk. "Silahkan. Kalo butuh sesuatu, tekan tombol di samping tempat tidur."

Alena mengangguk dan membuka pintu ruangan. Ia melihat Deva yang masih memakai baju yang sama. Lukanya sudah dibersihkan, lengan dan pelipisnya di perban, kancing bajunya sedikit terbuka sehingga perban putih yang melilit punggungnya terlihat. Dia duduk tegak karena luka itu terletak di punggungnya.

Saat melihat Alena masuk, wajah datarnya sedikit melunak, dan bahkan bibirnya sedikit ditarik menjadi lengkungan tipis.

Alena menjadi heran. Jarang sekali dua tersenyum. Kenapa di saat terluka seperti sekarang dia malah terlihat bahagia?

Alena membalas senyumannya dan berjalan mendekat, lalu duduk di kursi kosong di sampingnya.

"Apa lukanya masih sakit? Apa kak Deva butuh sesuatu?"

Deva menatapnya dan menggeleng.

"Kenapa ... kenapa nolong aku, Kak? Seharusnya aku yang luka. Gimana kalo kak Deva yang ditabrak? Apa kak Deva pingin aku sedih karena rasa bersalah?" Dia menyerangnya dengan pertanyaan sedikit nada marah.

"Lo khawatir?" Cowok itu bertanya santai membuatnya kesal.

"Iyalah! Gimana aku gak khawatir?!"

Dia malah terkekeh, lalu cowok itu malah mengulurkan tangan mengusap rambutnya membuat Alena tertegun.

"Terus ... gue harus diem aja gitu liat lo di tabrak di hadapan gue?"

Alena tidak tahu harus menjawab apa, karena jika ia sendiri yang berada di posisi Deva, melihat temannya yang akan tertabrak, ia pasti akan melakukan hal sama. Alena menghela nafas gusar.

"Makasih, Kak Dev—"

"Panggil nama gue."

"Hah?" Alena mengerjap bingung. "Kak Deva?

"Bukan. Nama gue secara langsung."

Alena mengerti dan tersenyum kaku. "Aku ngerasa gak enak ...."

"Lo cuma beda setahun sama gue. Gak pa-pa, panggil aja."

"Ah ...." Alena menggigit bibir dan berkata pelan. "Makasih ... Deva?"

Sebenarnya Alena sudah diberi tahu untuk tidak memanggil semua teman kakaknya itu tanpa awak 'Kak', tapi ia masih merasa canggung. Sekarang ... Deva memintanya secara pribadi, Alena tidak bisa menolak walaupun tidak terbiasa.

"Gue gak denger." Jika bukan karena wajahnya yang datar, mungkin siapa pun akan menganggap Deva tengah menggodanya.

"Makasih, Deva ...." Alena berucap tulus dengan ekspresi malu.

Deva tersenyum puas. 

Brak!

Kedua orang itu terlonjak kaget mendengar suara pintu terbuka dengan keras, lalu mereka menoleh dan mendapati keluarga Alvarendra. Alena baru sadar bahwa pak Adi tidak disini, sepertinya dia mengabari mamanya, buktinya mereka tahu dia ada di sini sekarang.

"Alena!" teriak mereka berbarengan.

Berliana adalah yang paling heboh sehingga mendekati Alen secepat kilat dengan ekspresinya yang khawatir.

"Apa kamu baik-baik aja?! Mana yang luka?! Berliana membolak-balikan tubuh Alena sehingga gadis itu merasa sangat pusing.

"Aku baik, Mah. Deva yang gak baik-baik aja karena nolong aku."

Berliana masih belum bisa merasa lega. Ia lantas memeluk Alena dan menangis. "Hiks ... Alena ... mamah udah bilang jangan keluar tanpa siapa pun! Kamu nakal dan bandel banget ... hiks ... Dia ngincer kamu, Alena. Kenapa kamu gak nurut sama mamah?!" 

Dari semua omelannya, Alena hanya terfokus pada satu kata. "Dia siapa, Mah?"

Berliana tidak menjawab. Dia malah terus menangis dan masih tidak melepaskan pelukannya. Alena hanya pasrah dan menepuk punggungnya lembut untuk menenangkan. 

Mengalihkan pandangan ke arah dua belakang mamanya, Alena baru menyadari keberadaan Devian dan Ravael.

Wajah mereka jelas terlihat khawatir, namun mungkin sudah lega setelah melihat dia baik-baik saja. Alena tersenyum yang di balas senyuman lega keduanya.

Alena menuntun mamanya duduk di sofa yang ada di bangsal, sedangkan Devian dan Ravael menghampiri Deva yang terdiam.

Selagi menenangkan mamanya, Alena tidak tahu entah apa yang mereka bicarakan. Nada suara mereka mereka terdengar sangat pelan. Alena menautkan alis melihat wajah mereka yang serius.

Samar-samar ia masih bisa mendengar.

"Dia seorang wanita dewasa dengan mobil abu-abu. Gue ingat plat nomornya."

1
Afriatus Sadiyah
jalan ceritanya bagus,..👍👍
Puspa Dewi
lama kali lanjutanya
Yizhan
next next next next next
Gedang Raja
sangat baik, bagus sesuai dengan deskripsi nya semangat untuk terus berkarya dan jangan menyerah 💪🤗
Viona Syafazea
nahhh beneran kan penjahatnya mama tiri si Andrea ma saudara PPB nya, tapi apa papa Andreas juga terlibat.. 🤔 dan siapa juga ni cowok apa pemeran tambahan karena efek Alena yg masuk dalam cerita, moga aja lebih berkuasa dari keluarga Andreas agar bisa lindungi Alena.. baru ketemu sekali aja udah klaim Alena miliknya lagi.. 🤦‍♀️
Viona Syafazea
lahhh kenapa dikasih tau si kalo Alena adik rava, padahal biarin aja mereka gk tau biar kayak orang bego bin oon.. /Slight/
Viona Syafazea
pasti mereka ibu dan anak yg ada di rumah si Andreas alias si ppb yg katanya protagonis cw itu. siapa tuh namanya lupa aku.. /Facepalm/
Viona Syafazea
kelas X thor bukan XI
sakura
d ....
Fitri Apriyani
bagus banget kk cuma ap nya kuma satu bab jadi aku lama nunguin nya mana dah ngak sabar lagi aku harap jangan gantung ya ceritanya harus sampai tamat oke kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!