Aku yang menyimpan setiap cerita dalam diamku. menuangkan setiap rasa pada pena didalam kertas putihku. Aku yang takut kamu tahu, meski aku ingin kamu melihat aku yang menyimpan rasa kepadamu. Sampai kapan aku harus menunggu atau menyimpannya dalam diamku dan merelakanmu bahagia atas rasa dihatimu.
setiap hari dipinggir danau ini aku menunggunya.. ditemani gitar tua peninggalan ayah, yang selalu mengiringi suaraku dan dia saat bernyanyi..
ibarat kaca hatiku telah pecah berkeping-keping .. seperti petir yang menyambar disiang hari .. saat mendengar ceritanya .. dia yang mencintai sseorang dan itu bukan aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Uswatun Khasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Lagi .. dan lagi ...
"udah siap ?" Tanyanya sambil memasang seat belt dan menatapku.
"siap." Sahutku dengan senyuman.
"oke. Kita berangkat." ucapnya.
Sepanjang perjalanan aku dan dia saling mencuri pandang dan sesekali mata kami bertemu. Tak lepas dari senyuman bibirku dan dia. Sesekali tangannya juga menggenggam tanganku dengan bahagia.
"laury.."
"hem ?"
"boleh ngga, aku juga punya panggilan untuk kamu ? Hanya aku yang boleh manggil kamu dengan sebutan itu." Tanyanya.
"sama seperti reska yang punya panggilan khusus untuk kamu." Lanjutnya.
"kenapa harus seperti reska ?" Tanyaku.
"arfan, kamu ngga harus menyamakan atau membandingkan diri kamu dengan reska. Kamu adalah kamu. Aku ngga mau kamu menyamakan diri kamu seperti dia. Karna yang aku suka adalah kamu, bukan dia yang berada didiri kamu. Jadi kamu ngga harus selalu tentang reska." Jelasku.
"okey, maaf." Ucapnya.
"aku ngga suka kamu membandingkan diri kamu atau ingin sama seperti reska. Inget itu !." Tegas Laury.
"kamu berhak menjadi diri kamu untuk dicintai, arfan. Bukan menjadi orang lain agar dicintai." Ucapku dengan lembut.
"okey."
"thank you, laury." Ucap Arfan sambil mengecup punggung tanganku.
"jadi mau panggil aku apa ?" Tanyaku.
"mmh.. Apa ya.."
"sayang ?" Ucapnya.
"boleh." Sahutku bahagia.
"sayang.."
"iyaa.." balasku
"sayang." lanjutku.
"emh, fan.. Aku nanti mau ngobrol sama reska. Dirumah, boleh ?" Tanyaku.
"boleh. Ngobrol doang kan, ngga apa- apa sayang. Kan ada bi ronah juga. Kamu ngga sendirian." Jawab Arfan.
Tapi pada kenyataannya, Bi Ronah tidak ada dirumah dan Arfan tidak mau meninggalkan ku berdua dengan Reska. Dan pertengkaran kembali dimulai. Arfan yang saat ini menjadi kekasihku, sangat berbeda dengan Arfan yang kukenal saat menjadi teman untukku.
"lo ngapain ?" Tanya Reska yang mendapati Arfan diruang tamu.
"lo sendiri ngapain ?"
"dirumah perempuan yang ngga ada siapa- siapa selain lo dan dia." Tegas Arfan.
"eh gue udah bilang ya kalo gue ada janji sama geges dirumah." Ucap Reska.
"oke gue ngalah tadi disekolah. Tapi sekarang, ini adalah wilayah janjian gue sama geges. Mending lo pulang." Lanjut Reska.
"No ! Dia cewe gue dan gue ngga akan ngebiarin lo ada dirumahnya saat dia sendirian." Ucap Arfan.
"lo fikir ini pertama kali nya gue ada disini ? Keberadaan lo lebih mengkhawatirkan dibanding gue." Ucap Reska.
"orang tuanya nitipin dia ke gue. Jadi gue berhak buat ngejagain dia dari manusia kaya lo." Lanjut Reska.
"Arfan, reska. Please, stop !" Ucapku.
"arfan, aku akan ngbrol sama reska diluar rumah. Aku akan ngobrol sama dia diteras. Boleh ?" Tanyaku.
"ngapain lo pake izin sama dia." Ucap Reska yang langsung menarik lengan ku untuk naik tangga.
Namun Arfan dengan cepat menangkapku.
"apa pantes, cowo yang ngga ada hubungan darah main ke kamar cewe seenaknya ?" Ucap Arfan.
"gue udah bilang, gue akan ngejagain dia dari manusia sampah kaya lo." Balas Reska.
"reska.."
"manusia sampah ? Lo fikir siapa yang lebih kaya sampah ? Cowo yang udah punya cewe tapi masih ngurusin cewe lain." Balas Arfan.
"dia sekarang cewe gue, gue berhak atas dirinya." Tegas Arfan.
"Res, bisa kita omongin ini lain kali ? Entah itu dirumah ataupun disekolah." Pintaku.
"ngga ! Lo udah janji akan ngobrolin ini dirumah setelah kita pulang ldks." Tegas Reska.
"iya, tapi timingnya ngga tepat, reska. Please , gue ngga mau kalian bertengkar." Ucapku.
"oke , lo pulang. Gue juga akan suruh arfan untuk pulang." Ucapku dihadapan Reska.
"ngga !." Balas Reska yang langsung naik keatas menuju kamarku.
Arfan terlihat kesal dan ingin mengejarnya.
"arfan." Aku menahannya.
"udah ngga apa- apa. Mungkin tasnya ada diatas." Ucapku.
"aku ikut kamu, biar reska diatas sendiri." Ucapku mengajaknya keluar.
Aku dan Arfan kembali kedalam mobil. Aku melihat wajah Arfan yang masih sangat kesal namun pandangannya tetap kedepan sambil mencengkram setir mobil dengan kuat. Dia terlihat menarik nafas untuk menenangkan diri.
"arfan.." panggilku dengan lembut sambil menggenggam pergelangan tangannya.
Dia menoleh sambil menggenggam tanganku dan tersenyum.
"maaf ya." Ucapnya.
"aku yang salah. Maaf." Balasku.
"harusnya aku ngga mengiyakan permintaan reska untuk mengobrol dirumah aku." Jelasku.
"sorry, kayanya aku butuh proses untuk menyampaikan ke reska." Ucapku.
"ngga apa- apa. Biasanya ada bi ronah kan ?" Tanya Arfan.
"iya. Mungkin bibi lagi belanja jadi ngga ada dirumah. I'm sorry, arfan." Ucapku.
"mau jalan- jalan ?" Tanya Arfan.
"okey." Jawabku.
"kita makan ya." Ucap Arfan.
"whatever you want." balasku dengan senang.
Arfan dengan senyum bahagianya mengecup punggung tanganku.
Aku kembali menginjakkan kaki di mall yang sama saat mencari sepatu dengannya. Arfan menggandeng tanganku dengan senyum bahagia dibibirnya yang merekah. Entah apakah sebahagia itu karena memilikiku. Aku pun ingin belajar tulus mencintainya sepenuh hatiku. Tapi bagaimana perasaanku saat bertemu dengan Reska, aku takut tak dapat mengendalikannya.
"kamu mau pesen apa ?" Tanyanya.
"kamu apa ?" aku balik bertanya sambil ikut melihat menu.
"aku mau steak ajah." Jawabnya.
"oke, sama." Balasku.
"minumnya ?" Tanyanya.
"kamu ?"
"aku... Emmhh... Cranberry juice." Jawab Arfan.
"oke, aku juga." Ucapku.
"kok dari tadi sama mulu sih ? Kamu pilih dong yang kamu mau." Ucap Arfan.
"emang ngga boleh sama ?" Tanyaku.
"bukan ngga boleh, sayang. Tapi pilih makanan yang pengen kamu makan." Jelasnya.
"aku mau cobain menu pilihan kamu. Aku ngga banyak tau menu direstoran ini. Jadi aku ngga mau coba-coba, aku yakin pilihan kamu pasti enak." Jelasku.
"okey." Balas Arfan sambil mengusap tanganku sambil tersenyum dan lanjut memesan.
Selesai makan, aku dan dia berjalan- jalan mengitari pusat perbelanjaan. Kita melawati toko sepatu, tempat dimana kita pertama kali belanja bersama. Membuat ingatan kita mengingat kembali saat itu.
"laury.."
"ya.."
"sampai saat ini, aku bahagia banget bisa milikin kamu." Ucapnya sambil menggenggam tanganku dan tetap melanjutkan langkah.
Aku tidak tau harus membalas apa atas pernyataannya.
"meskipun aku tau.."
Aku langsung menghentikannya dengan menaruh satu jariku dibibirnya.
"aku tau kamu mau ngomong apa. Aku tau pasti kamu mau bahas reska lagi kan ?"
Arfan hanya terdiam menatapku.
"aku kan udah bilang, ngga ada lagi ngebahas tentang perasaan aku ke dia. Kalo kamu emang ngerasa belum yakin sama aku, lebih baik kita udahin hubungan ini, fan. aku ngga mau kamu kaya gini." Jelasku.
"ng.. Ngga, ngga gitu dong sayang. Aku ngga bermaksud ngeraguin perasaan kamu." Balasnya.
"lebih baik kita temenan seperti sebelumnya. Aku lebih suka ngeliat kamu yang percaya diri kaya waktu itu daripada kamu yang gelisah dan ragu kaya sekarang." Jelasku.
"aku cuma takut, ry. Perasaan kamu udah begitu dalam ke reska. Aku cuma takut, aku akan kalah." Ucap Arfan.
Aku tak tahu harus menjelaskan seperti apa pada Arfan. Begitu banyak kata didalam fikiranku yang ingin aku ucapkan tapi nyatanya perasaanku sudah begitu kesal. Aku hanya bisa menghela nafas sambil mengusap wajahku.
"aku mau pulang sendiri." Ucapku sambil menginggalkannya.
Dia tentu tak menyerah begitu saja. Dia terus mengikutiku hingga aku masuk kedalam taxi yang berhenti didepan loby mall.
"nanti kita bicara ya." ucapku sebelum benar- benar meninggalkannya.
.
.
.