Setelah kepergian Papaku, aku diasingkan oleh Mama tiriku dan Kakak tiriku.
Aku dibuang kesebuah pulau yang tak berpenghuni, disana aku harus bertahan hidup seorang diri, aku selalu berharap, akankah ada seseorang yang membawaku kembali ke kota ku ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Perasaan Bik Nuri
Dirumah sakit, Bik Nuri dan yang lainnya sudah sampai diruangan Nyonya Reisa.
Nyonya Reisa berbalik, yang tadi tubuhnya melihat keluar jendela.
"Apakah anda yang menolongku tadi ?" tanya Nyonya Reisa, tanpa berkenalan dulu.
Nuri mengangguk ragu, dia takut, dan menunduk, karena tidak melihat sedikitpun keramahan pada wajah Nyonya Reisa, padahal wajah Nyonya Reisa tidak terlihat ramah karena lagi khawatir kalau orang yang menolongnya Tidka ditemukan.
Nyonya Reisa tersenyum, dia segera menghampiri Bik Nuri, dan menarik tangan Bik Nuri ketempat duduk.
"Aku Reisa, Mbak siapa?" tanya Reisa memperkenalkan dirinya.
"Nuri, Nyonya, nama ku Nuri." Jawab Bik Nuri, segan pada lawan bicaranya.
"Terimakasih Mbak Nuri sudah menolong ku, aku tidak tau apa yang terjadi padaku kalau tidak ada Mbak Nuri." Nyonya Reisa senang bisa berterimakasih pada wanita yang sudah menolongnya.
"Iya Nyonya, ini semua atas kehendaknya, saya hanya perantara saja, kebetulan saya berada disitu waktu itu, jadi saya melihat Nyonya hampir jatuh, dan saya segera menopang tubuhnya Nyonya agar tidak terbentur." Jawab Nuri.
Setelah itu mereka mengobrol banyak, Nyonya Reisa juga menanyakan apa pekerjaan Nuri, dan dimana dia tinggal.
Tidak lupa juga Nyonya Reisa menanyakan keluarga Bik Nuri, dikampung.
Bik Nuri menjawab semua pertanyaan Nyonya Reisa, dari pekerjaan hingga keluarganya.
Malam semakin larut, Bik Nuri sudah tidak betah berada disana, dia gelisah ingin pulang, takut kemalaman bus atau angkot sudah tidak ada.
"Nyonya, ini sudah larut malam, saya ingin pulang, takut nanti angkotnya sudah tidak ada." Ujar Bik Nuri. Bik Nuri sekarang lega ketakutan nya sudah hilang setelah bertemu dengan Nyonya Reisa.
Ternyata yang Bik Nuri takuti sama sekali tidak terjadi, malah sebaliknya, Tuan Bagas dan Nyonya Reisa padahal sangat baik.
"Mbak tenang aja, nanti biar sopir kami yang mengantar, atau Mbak Nuri nginap dirumah kami aja semalam." Ujar Nyonya Reisa.
"Jangan Nyonya, tidak usah, saya pulang aja." Jawab Nuri Tidka enak kalau menginap dirumah Nyonya Reisa, apa lagi mereka baru kenal.
"Baiklah Mbak, ini sedikit uang, untuk Mbak," Nyonya Reisa memberi amplop pada Nuri.
"Tidak usah Nyonya, saya tidak bisa menerima ini." Tolak Nuri tidak mau, dia menolong bukan mengharapkan uang, tapi sesama manusia memang wajib saling tolong menolong.
Nyonya Reisa tetap memaksa Nuri agar menerima uang yang dia berikan.
"Mbak, uang ini kami berikan bukan karena kami menghargai kebaikan Mbak Nuri dengan uang, tapi Aung ini kami berikan untuk pengobatan orang tua Mbak, dan kami do'akan Orang tua Mbak Nuri cepat sembuh." Bujuk Nyonya Reisa.
"Baiklah Nyonya, kalau begitu terimakasih banyak, semoga Nyonya selalu bahagia, dan mendapatkan menantu yang baik, cantik dan setia."
Mendengar Bik Nuri berkata seperti itu, wajah Nyonya menjadi murung, mana mungkin Nyonya Reisa mendapatkan menantu, sedangkan Putranya sudah tiada.
"Kami sudah tidak punya Anak lagi, Putra kami satu-satunya sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat." Sahut Tuan Bagas, karena melihat istrinya murung.
Nuri terkejut mendengar perkataan Tuan Bagas, dia merasa bersalah sudah membuat Nyonya Reisa kembali sedih.
"Saya minta maaf, saya tidak tau, saya tidak bermaksud membuat Nyonya mengingat kembali tenang Anak Tuan." Nuri merasa bersalah, tapi Nuri Tidka merasa ada yang hilang dari keluarga Tuan Bagas, saat dia bersentuhan dengan Nyonya Reisa tadi.
"Tidak apa-apa Mbak, semua sudah takdir, kami sudah mengikhlaskannya." Jawab Tuan Bagas.
Nuri diam sesaat, pikirannya sedang berkelana, saat dia bersentuh tangan dengan Nyonya Reisa, dia tidak merasa kalau Putra mereka sudah meninggal.
Nuri sebenarnya bisa menerawang, tapi belum sempurna, karena Bik Nuri tidak mendalami ilmu itu.
"Tuan bisakah saya berbicara dengan anda, tapi tidak disini." Tanya Nuri dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh Nyonya Reisa.
Tuan Bagas mengangguk, dia segera menghampiri istrinya.
"Ma, Papa keluar sebentar ya, Papa akan menyuruh sopir mengantar Mbak Nuri, sus tolong temani istriku sebentar ya ."
Setelah itu Tuan Bagas keluar dari ruangan itu, di luar dia bertemu dengan Mbak Nuri yang sedang duduk dikursi tunggu di koridor rumah sakit.
Disisi lain, taksi yang ditumpangi oleh Olivia, berhenti disebuah rumah, Olivia turun dari taksi itu dan masuk ke halaman rumah itu.
Olivia mengetuk-ngetuk pintu rumah itu, hingga beberapa kali, namun tidak ada sahutan dari dalam rumah itu.
Olivia menunggu beberapa lama, dan sesekali gadis itu mencoba menelepon, namun tidak tersambung juga.
Sepasang mata yang sejak dari tadi mengikuti Olivia, dia juga nampak menunggu, tetapi dari jarak jauh agar tidak ketahuan oleh Olivia.
Hampir satu jam Olivia menunggu didepan rumah itu namun tidak ada siapapun dirumah itu, mungkin temannya itu sedang tidak berada dirumah.
Akhirnya Olivia menarik kopernya, dan pergi dari rumah itu. Beberapa langkah Olivia berjalan, sebuah mobil berhenti didepannya.
Pemilik mobil itu turun dari dalam mobil, dia menghampiri Olivia yang sudah berhenti karena terhalang oleh mobil itu.
"Kamu mau kemana, apa yang terjadi, kenapa membawa koper ?" tanya orang yang sudah dari tadi memata matai Olivia.
Tanpa menjawab, Olivia langsung memeluk lelaki orang yang mengikutinya itu.
Olivia menangis, dan menceritakan apa yang terjadi dengan Mamanya hingga akhirnya pergi dari rumah.
"Kamu tidak usah khawatir, sudah jangan menangis lagi, Om punya apartemen, kamu boleh tinggal disana, dan Om akan menanggung semua biayamu." Ujar lelaki yang mengikuti Olivia yang ternyata adalah Brian Papa tiri Olivia.
Olivia mengangguk, dia setuju, setidaknya malam ini dia punya tempat tinggal.
Brian dengan senang hati membawa Olivia masuk kedalam mobil, kemudian membawa Olivia ke apartemennya.
***
"Sayang, kalau kamu mengantuk tidurlah, aku akan keluar menemani pemilik kapal ini." Ucap Devan pada Cindy didalam kabin.
"Iya mas, nanti kalau sudah sampai bangunkan aku ya." Jawab Cindy.
"Iya sayang, itu pasti." Setelah itu Devan keluar, sedangkan Cindy langsung tidur, tubuhnya sangat lelah dan kepanasan.
"Aku punya barang bagus, dia sangat cantik, tapi aku harus menyingkirkan lelaki yang bersamanya terlebih dahulu." Terdengar pemilik kapal itu berbicara melalui radio kapal.
Pemilik kapal itu tidak menyadari kalau Devan mendengar pembicaraannya.
Devan yang tadi ingin masuk keruang kemudi, dia berhenti didepan pintu karena mendengar pemilik kapal itu berbicara, dan Devan bisa memastikan kalau barang bagus yang dimaksud oleh pemilik kapal itu adalah Cindy, dan lelaki yang ingin disingkirkan adalah dirinya.
Devan bersembunyi, dia ingin mendengar apa saja yang dibicarakan oleh pemilik kapal dengan orang di radio itu.
"Tapi kamu harus membayar mahal, untuk barang ini, dia sangat cantik, kamu pasti akan untung besar." Ujar pemilik kapal lagi, dan setelah itu mengakhiri pembicaraannya.
Bersambung.
Olivia masuk jebakan brian tpi kasian jg sich olivia..