Info novel ada di ig syifa_sifana
Kelanjutan dari novel Terpaksa Menikahi Mantan
Niat kembali ke tanah air untuk melanjutkan kuliah, namun malah menguakkan sebuah rahasia besar.
Pertemuan yang tak disengaja membuat mereka saling memusuhi karena sebuah kejadian yang memalukan. Bersumpah tak ingin mengenal malah terjerat sebuah ikatan.
Inilah lika liku sepasang kekasih yang mejilat air ludahnya sendiri.
Bila cinta sudah berbicara, seberapa hebat dan sombongnya kamu maka akan tunduk pada orang yang kamu cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Sifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebahagian
Sejak saat itu hubungan mereka selangkah lebih maju. Restu keluarga Kiano sudah ada di dalam genggaman, tinggal restu keluarga Amel yang belum diraih Kiano.
Hari ini masuk 4 sks, Kiano sudah berada di depan pintu rumah Amel. Dengan senyum bahagia, Amel masuk ke dalam mobil dan kini mereka menuju ke kampus.
“Sayang, gimana tidurnya semalam?” tanya Kiano membuka topik.
“Nyenyak dong. Apalagi aku gak kepikiran restu lagi. Uh... mimpi indah terus akunya,” jawab Amel menyeringai.
“Sayang sudah bertemu dengan keluargaku. Terus kapan aku bisa ketemu dengan keluargamu?” Melirik sekilas, lalu fokus menyetir.
Amel tergeming. “Sayang, jawab dong!”
“Eu... anu... itu....” Amel bingung harus memberitahukan alasan apa yang bisa diterima Kiano.
“Sayang, wajah aku tampan, aku pasti gak malu-maluin ketemu orangtuamu,” ucap Kiano serius.
“Hahaha... Kenapa tiba-tiba kamu malah jadi narsis?” Amel tak bisa menahan tawanya.
“Loh, kan memang benar, aku ini tampan. Semua orang mengakuinya,” jawab Kiano penuh percaya diri.
“Iya kamu tampan kok. Udah ya, cukup narsis! Aku gak sanggup ketawa lagi,” ujar Amel menahan tawanya.
“Ya sudah, kapan ni aku ketemu dengan orangtuamu?” tanya Kiano kembali serius pada topik utama.
Amel memiringkan tubuhnya dan menatap Kiano dengan serius. “Sayang, untuk yang satu itu jangan dulu. Bukan aku gak izinin kamu untuk ketemu sama orangtua aku. Tapi biar aku yang ngomong perlahan dulu dengan orangtuaku,” ucap Amel penuh harap.
“Ok deh. Tapi ingat jangan kelamaan, aku gak bisa menunggu lebih lama. Aku udah cinta banget sama kamu.”
“Iya. Aku janji.” Mengangguk kepala seraya tersenyum.
Sampai di perkarangan kampus, mereka langsung di sambut oleh Samuel, Doni dan Kiara.
“Hai, Bro!” sapa teman-temannya dengan salam ala anak gaul.
“Kalian tumben kompak banget tunggu kami di sini?” tanya Amel menatap mereka semua.
“Kami lagi di mode kepo,” sahut Samuel.
“Bener. Ayo ceritakan ke kita-kita ini, gimana dinnernya? Lancar?” cerocos Doni.
Amel tak ingin menjawab pertanyaan mereka. Ia langsung beranjak pergi.
“Amel! Kamu mau kemana?” Kiara mengejarnya.
“Jangan bilang sekarang kamu ikut-ikutan kepo juga sama kayak mereka,” ucap Amel mencurigai.
“Eh, bukan itu juga. Aku cuma mau tau saja. Itupun kalau boleh sih,” ujar Kiara seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Amel hanya tersenyum dan mempercepat jalannya.
“Amel!” Kiara kembali mengejarnya.
Melihat Amel sudah pergi, Kiano pun ikut pergi.
“Eits! Lo mau kemana?” tanya Samuel menghadangnya.
“Mau masuk lah,” jawabnya.
“Enak aja mau masuk. Jawab dulu pertanyaan kita yang tadi,” ujar Doni menatapnya serius.
“Kepo banget sih.”
“Kan sudah kami katakan, kami ini sedang dalam mode kepo. Jadi lo harus kasih tau kekita-kita ini.”
Kiano tergeming dan memikirkan cara untuk menghindar dari Samuel dan Doni. Tiba-tiba ia tersenyum licik saat sebuah ide melintas di kepalanya.
“Zira, Yesi!”
“Dimana mereka?” Doni dan Samuel menoleh dan melihat ke segala penjuru. Kiano tersenyum dan beranjak pegi.
Doni dan Samuel mulai sadar. “Sepertinya kita ditipu,” ucap mereka kompak dan saling menatap. Lalu mereka menoleh dan tidak menemukan Kiano.
“Kiano!” pekik mereka. Kiano tersenyum sumringah dan berlari.
Kiano masuk ke dalam ruangan. Ia melihat Kiara duduk di samping Amel, hanya dengan sebuah isyarat mata Kiara langsung pindah.
“Kebiasaan deh nyuruh Kiara pindah,” ucap Amel menatap Kiano yang sedang duduk di sampingnya.
“Memangnya kamu tadi dengar aku suruh dia pindah?”
“Aku tau kamu, Sayang. Tanpa kamu ngomong, lihat tatapan kamu aja, pasti langsung paham.”
“Masa sih? Memangnya Sayang paham kalau lihat tatapanku?” Kiano menatap Amel dengan mata genit yang ia buat sebisa mungkin.
“Sayang, matamu kenapa? Sakit ya? Mau kau bawa ke dokter mata?” cerocos Amel.
“Sayang selalu gitu. Giliran aku menggoda kamu dengan mata, pasti ujung-ujungnya bilang aku sakit mata.” Kiano kesal dan memanyunkan bibir.
Amel menompang kepala dengan tangan kiri, lalu menatap Kiano dengan saksama.
“Ololoh... anak kecil sedang ngambek toh,” celetuk Amel menyeringai.
“Kiano, tega ya lo tipu kita-kita ini,” ucap Samuel baru saja sampai bersama dengan Doni.
Amel bingung dan menatap mereka. Sedangkan Kiano menata wajahnya dan bertindak seakan tak bersalah.
“Ada apa?” tanya Amel penasaran.
“Laki lo itu. bohongin kita dengan cara panggil Zira sama Yesi lagi,” ujar Doni.
Amel menoleh, melihat Kiano cengengesan.
“Dasar Kiano jail,” gumam batin Amel tersenyum kecil.
“Oh, itu menandakan kalian yang lagi berada di mode dodol,” ujar Amel menyeringai.
“Loh, kenapa kita yang dodol?” protes Samuel menatapnya serius.
“Iya dong, kalau lo gak dodok ya gak mungkin mudah dikibulin Kiano,” jawab Amel dengan santai.
Samuel dan Doni saling menatap, lalu menatap Kiano. Kiano menyungging bibirnya dan dengan ekspresi mengejek mereka.
“Hei! Lo gak mau bantuin kita ni?” tanya Doni menerpuk lengan Kiara.
“Bantuin apa?” tanya Kiara menatap kebingungan.
“Lo gak denger tadi! Amel bantuin lakinya dengan katain kita dodol. Masa lo gak mau bantuin kita-kita nyerang mereka berdua?”
Kiara menatap kedua lelaki yang sedang berdiri di depannya itu, lalu menoleh ke belakang dan menatap Amel dan Kiano.
“Kurasa gak deh. Kalian dua lawan dua, sudah cocok deh. Gak perlu bantuan kulagi,” ucap Kiano dengan santai.
“Ah, lo ini gak asik,” ucap Samuel memanyungkan bibirnya.
“Assalamu’alaikum.” Dosen memberi salam seraya berjalan masuk. Samuel dan Doni kaget, lalu beranjak duduk.
Farah, Yesi dan Zira masuk dan duduk di kursi yang kosong. Mata mereka selalu tertuju pada Kiano dan Amel yang semakin hari semakin terlihat sangat akrab.
“Farah, kayaknya semakin lama mereka semakin dekat aja,” ujar Yesi.
“Lo gak berusaha lagi merebut Kiano dari Amel?” tanya Zira.
“Apa sih yang gak gue lakuin? Semuanya udah gue lakuin, tapi tetap aja Kiano nempel sama Amel. Apalagi semalam Amel dinner sama keluarganya Kiano. Gue gak ada tempat lagi untuk gue masuk ke dalam hati Kiano,” jawab Farah lesu.
“Wha−“ Yesi langsung menutup mulut Zira.
“Pelankan suara lo!” bisik Yesi celingukan.
“Lo serius?”
“Iya. Gue rasa mereka akan segera melanjut kejenjang yang lebih serius lagi.”
“Wah, ini gak bisa dibiarin,” ucap Zira menatapnya serius.
“Gue gak bisa lihat mereka bahagia. Tapi gue juga gak bisa lihat lo menderita, Farah,” ucap Yesi.
“Hmp... kalau gue bersikeras, yang ada gue malah didepak keluar sama nyokap bokap gue. Kayak dulu aja, habis gue diomelin sama mereka gara-gara gue tampar Amel,” jelas Farah.
“Kalau dipikir-pikir iya juga. Kalau lo nekat, keluarga lo gak suka sama lo dan Kiano juga lari dari lo.”
“Nah, gue ada ide.” Farah dan Dara menatap Yesi dengan serius.
Yesi mulai mencerita sebuah ide bulusnya kepada Farah dan Zira. Mereka mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum licik.
Itu bersaudara.
panggilan itu, aku tidak bisa melupakannya sampai sekarang.
jika aku merindukannya aku sangat berdosa, tp apa yg harus aku lakukan? maafkan aku tuhan, i really miss him:')