Pemuda itu mengacungkan pistolnya persis di dada sebelah kiri Arana. "Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain juga tidak bisa.
Dor!!
••••
Menjadi tunangan antagonis yang berakhir tragis, adalah mimpi buruk yang harus Nara telan.
Jatuh dari rooftop sekolahnya, membuat Nara tak sadarkan diri dengan darah yang menggenang di tempat dirinya terjatuh.
Nara pikir dia akan mati, namun saat gadis itu terbangun, ia begitu terkejut ketika mendapati jiwanya sudah berbeda raga.
Berpindah di raga tokoh novel yang merupakan tunangan dari antagonis cerita.
Ia bernama Arana Wilson.
Saat mencapai klimaks, tokoh ini akan mati tertembak.
Sialnya, karena terjatuh, Nara tidak tau siapa malaikat maut raga yang kini ia tempati.
Bagaimana kisah Nara di novel itu sebagai Arana. Akankah dia tetap mati tertembak atau justru ia mampu mengubah takdirnya.
🍒🍒🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raintara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Mama butuh uang."
Di tempat dirinya berdiri, Mira mengeluh dalam hati. Meratapi nasib yang tidak ada hari tenang barang sehari.
"Kan, kemarin baru aku kasih lima juta Ma." jawab gadis itu pada seorang yang dia panggil Mama di seberang sana.
"Habis. Mama kalah main judi."
Jawaban yang paling Mira benci dari ibunya. Wanita yang telah melahirkannya itu gemar sekali berjudi. Menghamburkan uang dengan sesuatu yang tidak penting bahkan buruk untuk dilakukan.
"Aku nggak punya uang Ma. Uangnya habis aku transfer ke Mama kemarin.
Terdengar decakan kesal di ujung sana.
"Ya, Mama nggak mau tahu. Intinya sekarang Mama butuh uang dan kamu harus kasih apa yang Mama minta."
"Minta sama Malvin. Buat apa kamu jadi jalangnya dia kalau nggak kamu porotin uangnya?" ibu dari Mira itu ngotot.
"Ma, aku nggak mungkin minta uang terus sama Malvin. Bisa-bisa dia marah sama aku." Mira menjelaskan. Gadis itu berharap bahwa ibunya akan mengerti.
"Ya kamu pikirin cara lain. Jual diri di club malam juga bisa. Manfaatin kecantikan kamu Mira."
Sakit. Itulah yang Mira rasakan. Bagaimana bisa, seorang ibu yang telah melahirkannya tega menyuruh anaknya sendiri untuk jual diri. Hanya karena uang untuk judi dan minuman keras.
"Aku nggak bisa Ma. Maaf, aku nggak bisa ngasih uang untuk Mama kali ini."
"Mira!" Ana memaki kesal. Terdengar juga sebuah barang yang di lempar.
Mira tahu. Ibunya tengah mengamuk kali ini.
"Kalau kamu nggak ngasih Mama uang, malam ini Mama bisa mati!"
Terdengar seperti sebuah ancaman yang akan menjadi nyata. Namun kali ini saja. Kali ini saja Mira akan abai. Ia akan berpura-pura tidak tahu. Berharap ibunya bisa mengerti dan menghentikan kebiasaan buruknya.
"Aku...nggak peduli Ma."
Tut.
Buru-buru Mira memutuskan panggilan telepon. Memeluk ponselnya pada dada, nafas Mira sedikit menderu dengan jantung berdebar cepat.
Gadis itu harap, ini adalah keputusan yang tepat.
Ya. Semoga.
...🍒🍒🍒...
Arana berjalan ragu. Langkah membawa kakinya menuju belakang sekolah. Tempat di mana Malvin sering berkumpul bersama teman-temannya. Di tangannya terdapat sebuah kotak bekal yang sudah ia persiapkan tadi pagi.
Misinya dalam mendekati tokoh utama pria untuk mengulik informasi harus berjalan dengan lancar dan semoga tanpa hambatan.
Pada bangku panjang di bawah pohon besar, Malvin sedang bercanda dengan para temannya. Atau mungkin hanya teman-temannya yang bersenda gurau. Karena dalam penglihatan Arana, p
Malvin hanya duduk diam sambil memainkan gitar.
Menarik nafas panjang-panjang, Arana mantapkan langkahnya. Salah seorang teman melihat gadis itu. Dia bersiul menggoda seperti memberikan kode hingga yang lain kemudian ikut menatap ke arah Arana. Kecuali pemuda yang ingin Arana temui.
"Kita harus pergi nggak sih?" siul salah satu teman Malvin. Menatap temannya itu dengan mengerling menggoda.
Tak lama semua teman Malvin pergi menyingkir. Menyisakan Arana dan Malvin. Hanya mereka berdua.
Ragu-ragu Arana berjalan lebih dekat. "Boleh...gue duduk di sini?"
"Kenapa meminta ijin?" ujar Malvin. Sedetik kemudian ia keluarkan senyuman miringnya.
"Daripada duduk di samping gue, mending duduk di pangkuan gue." Malvin menaik turunkan alisnya menggoda.
Arana mengumpat dalam hati. Jika tidak dalam misi, dia tidak mau menemui pemuda kurang ajar di depannya ini.
Hah.
Menghela nafas jengah, Arana gegas duduk di samping Malvin. Ia sodorkan kotak bekal yang sedari tadi dibawanya.
"Buat lo."
"Tumben?" Malvin menerima kotak bekal itu dengan senang hati.
"Nggak lo kasih racun kan?"
"Gue kasih sianida!" seru Arana kesal.
Malvin tertawa. Merasa terhibur dengan raut kesal Arana. Sudah lama dia dan Arana tidak sedekat ini. Jujur, kadang dia merindukan masa-masa di mana dia dan Arana bersama.
Namun karena sebuah alasan, dia harus menjauhi Arana. Dia harus merelakan gadis itu.
"Malvin."
"Hm?"
"Nanti sore...lo ada waktu?"
"Mau...nongkrong bareng?"
Sumpah demi dirinya sendiri. Ajakan Arana di luar prediksi seorang Malvin Wijaya.
............