Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Elena pulang ke rumah dan sudah dinanti oleh om dan tantenya. Dengan masih dalam keadaan basah kuyup, Elena disuruh duduk di hadapan mereka di ruang keluarga.
"Maaf om, tante, tapi aku kedinginan. Boleh aku mandi dulu supaya tidak masuk angin?" Tanya Elena masih bersikap sopan. Adam dan Mira saling bertatapan, kemudian Adam mengangguk.
"Ya sudah, tapi cepat ya sebentar lagi akan ada tamu istimewa ke rumah ini." Kata Mira tegas dan tanpa senyum. Sejak tadi raut wajah paman dan bibinya itu memang terlihat tegang.
Elena pun tak jadi duduk, dia langsung menuju kamarnya. Sementara sepasang mata Nadia yang tengah berdiri di ambang pintu kamarnya, menatap tidak suka pada adik sepupunya itu.
Beberapa belas menit kemudian Elena sudah berada di dapur membuat teh hangat untuk dirinya, lalu kembali ke ruang tamu dimana om dan tantenya sedang menunggu.
"Duduk El!"kata Adam sambil menunjuk sofa di hadapannya. Tanpa membantah Elena duduk. Dia sudah bisa menebak, apa yang ingin dibicarakan oleh kedua orang di hadapannya ini.
"Nadia, sini!" Adam berteriak memanggil putri semata wayangnya. Belum sedetik dipanggil, gadis itu sudah datang dan duduk diantara ayah dan ibunya. Dia memang dari tadi berdiri di belakang pintu.
"Serius banget om, tante, memangnya ada apa?" tanya Elena santai sambil memainkan ponselnya.
"Iya, ada yang ingin tante bicarakan sama kamu. Kamu pasti sudah tahu permasalahannya dari Rian kan? Oke, atas nama Nadia, tante minta maaf. Tante tidak pernah mengetahui hubungan mereka, tahu-tahu sudah seperti ini." Kata Mira kakak dari almarhum Evan Isaac Marvin, ayah Elena.
"Kenapa harus tante yang minta maaf? Teh Nadia kan udah dewasa tan, dia bisa meminta maaf langsung menggunakan mulutnya sendiri." Sindir Elena. Nadia nampak mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih, menahan geram pada sang adik sepupu. Elena melirik Nadia dengan ekor matanya dan tersenyum sinis.
"Nadia, ayo minta maaf!" tegur ayahnya. Nadia langsung menatap penuh kebencian pada Elena.
"Sudah om, aku gak perlu maaf dari dia. Aku Cuma ingin tahu, apa yang akan om dan tante bicarakan sama aku."
"Baiklah," Adam terlihat menghela napas.
"Kamu pasti sudah tahu dari Rian kalau Nadia dan dia akan menikah karena..."
"Karena teh Nadia hamil dan kalian minta aku untuk mengikhlaskan Rian menikahinya? Tenang saja om, aku juga sudah jijik sama laki-laki itu. Ambil aja teh! Tapi jangan harap aku akan merelakan semua uang yang sudah aku keluarkan untuk biaya pernikahanku, jadi dialihkan untuk pernikahan teh Nadia dan Rian. Aku tak akan ikhlas. Itu tidak adil buatku! Aku mengumpulkan uang itu sedikit demi sedikit dari hasil keringatku sendiri!" sambar Elena sebelum sang paman menyelesaikan ucapannya. Tentu saja Nadia kesal mendengarnya.
"Uang tidak seberapa juga, lo permasalahkan. Coba ingat-ingat, dari umur berapa lo tinggal di rumah ini? Siapa yang ngasih lo tempat tinggal dan makan, sejak bokap lo meninggal?" kecam Nadia dengan wajah emosi. Matanya melotot seperti ingin melompat.
"Ya udah, kalau memang tidak seberapa, ganti dong! Lagian gue tidur dan makan di rumah ini juga nggak gratis. Gue tahu diri kok, setiap bulan selalu kasih uang ke tante."
"Halah, dasar perhitungan. Lo tuh dari kecil tinggal di sini dan yang biayain hidup lo itu, bokap gue! Ngerti lo?"
"Sssttt, sudah sudah! Elena, kalau kamu memang tidak ikhlas, om yang akan ganti uang kamu!" Adam berdiri dari duduknya. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengambil uang yang di simpan di dalam lemari pakaiannya. Setelah kembali ke ruang tamu, dia setengah melemparkan segepok uang itu ke atas meja.
"Itu om ada uang 10 juta, memang tidak cukup untuk mengganti semua uang yang sudah kamu keluarkan. Tapi om akan mencicil sisanya. Tapi perlu kamu ketahui, setelah menikah, Nadia dan dan nak Rian akan tinggal di sini."
Elena mengerutkan keningnya. Bukankah saat akan menikahi dia, Rian sudah merencanakan untuk mengontrak rumah? Tapi kenapa saat menikahi Nadia dia malah ingin tinggal bersama mertua?
"Kenapa, lo keberatan kalau gue sama Rian tinggal di sini? Ini kan rumah gue. Kalau lo merasa keberatan, lo tinggal keluar aja dari rumah ini!"
Bukannya merasa tersinggung, Elena malah tertawa renyah, seraya matanya menatap sinis pada Nadia.
"Kalau gue sih fine aja tinggal di sini. Gak perduli ada Rian atau tidak. Mungkin teh Nadia aja yang pikirannya berlebihan. Memang kalau mendapatkan sesuatu dengan cara tidak benar, seseorang akan merasa takut cepat kehilangan lagi."
"Maksud lo apa?" Nadia langsung naik pitam mendengar ucapan Elena. "Asal lo tahu, gue dan Rian udah lama berhubungan, sejak 1 tahun lalu. Itu tandanya apa? Dia udah gak ada perasaan sama lo!"
"Bukan, tapi namanya kucing garong dikasih ikan, pasti disantap dong!"
"Elena!"
Mira yang dari tadi diam saja, mengeluarkan bentakkan pada keponakannya.
"Kamu jangan kurang ajar sama kakakmu!"
Mendengar ibunya membentak Elena, Nadia merasa puas karena merasa mendapat dukungan. Elena pun diam tanda hormat pada sang tante.
"Tante tidak ingin ada ribut-ribut, sebentar lagi akan ada tamu, yaitu keluarganya nak Rian. Kali ini mereka datang bukan untuk menemui kamu, Elena, tapi untuk melamar Nadia. Tante harap kamu bisa nerima ini dan tidak membuat onar!" Mira mengultimatum dengan sikap tegasnya. Tapi Elena seakan tak memperdulikan hal itu.
"Permisi om, tante, saya akan berdiam diri di kamar dan tak akan keluar sampai mereka pulang."
"Itu lebih baik!" sambar Nadia, merasa sangat puas. Kali ini dia merasa berada di atas angin dan berhasil membalaskan dendamnya yang selama ini selalu ditempatkan di bawah Elena oleh teman-teman mereka.
Elena tak menggubris ucapan Nadia dia langsung berdiri dan tidak lupa mengambil uang yang diberikan oleh omnya, meski masih kurang banyak.
***
Sekuat-kuatnya seorang perempuan, tentu saja tak akan luput dari air mata. Meski hatinya menolak menangisi apa yang sudah terjadi dan mengikhlaskan laki-laki yang tidak pantas dia tangisi itu, tetap saja rasa marah dan sakit hati tak bisa dipungkiri, sudah menguras emosinya.
Apalagi saat samar-samar telinganya mendengar suara tawa, seolah mengejek dirinya. Elena tak ingin terpuruk, tapi tetap saja hatinya merasa sakit. Apalagi dulu ibunya Rian dengan sinis pernah bertanya tentang keberadaan ibunya Elena. Seolah ingin menegaskan kalau dia tidak memiliki keturunan yang jelas dari pihak ibunya. Dan Elena memang tak bisa menjawab apa-ара. Karena sejak kecil dia tidak pernah mengenal ibunya. Menurut ayahnya, sang ibu dipaksa pulang kembali ke Jerman, negara asalnya, oleh kedua orangtuanya yang tak menyetujui pernikahan mereka. Semenjak itulah mereka lost contact.
"Ya sudah, kita harus mempercepat pernikahan ini mba, mas, sebelum kandungan Nadia semakin membesar."
Terdengar suara tantenya yang nyaring dan ceria. Memang sudah sejak lama dia mendambakan menantu, karena mengingat usia Nadia yang hampir mencapai angka 30 tahun. Tapi sayang, Nadia memberikan ibu dan ayahnya menantu dengan cara yang salah.
"Asal ada biayanya, besok lusa pun mereka sudah bisa menikah kok."
Itu jawaban Arum, ibunya Rian yang matrealistis. Elena tersenyum sinis. Tapi lanjutan pembicaraan mereka membuat hatinya geram.
"Masalah uang tidak perlu khawatir, Elena sudah merelakan uang yang sudah masuk untuk pernikahannya dengan nak Rian, dipakai untuk pernikahan kedua anak-anak kita. Yah, mau tidak mau dia tidak boleh menolak, karena selama ini, diapun kan numpang hidup pada kami." Jawab Adam yang sama sekali tak disangka Elena akan memberi jawaban seperti itu.
Hati Elena serasa diremas sekuat tenaga. Padahal setelah kepergian sang ayah untuk selama-lamanya, Elena yang saat itu masih kelas 2 SMA, banting tulang sendiri untuk membiayai hidup dan sekolahnya. Tak pernah sekalipun dia meminta uang pada paman dan bibinya, kalau bukan mereka sendiri yang memberi. Itupun sangat jarang.
"Baiklah kalau begitu, pembicaraan ini sudah menemui titik temu, jadi kami permisi dulu."
Akhirnya Elena bisa bernapas lega.
Obrolan yang membuat hatinya sakit sudah berakhir. Kini dia tinggal memikirkan, kemana dia akan membawa dirinya pergi dari rumah ini.
***
Seorang wanita cantik dan elegan melenggang memasuki sebuah butik ternama yang biasa menjadi langganan para artis, model dan para ibu-ibu pejabat. Semua pegawai sudah mengenal wanita cantik itu sebagai calon menantu boss mereka. Tak heran jika mereka begitu menaruh hormat meski sebagian menilai kalau kecantikan dan sikap ramah wanita itu hanya palsu belaka.
Dia hanya menganggukkan kepala saat beberapa karyawan di butik itu menyapanya. Langkahnya terus terayun menuju sebuah ruangan yang pintunya tertutup. Tangan berjemari lentik itu terulur untuk mengetuk pintu, lalu membukanya tanpa menunggu jawaban dari dalam.
"Hallo tante Neysa, apa kabar?" Sapanya pada seorang wanita yang parasnya tak kalah cantik dan tak kalah anggun dari wanita itu, meski usianya sudah tidak muda lagi. Wanita yang sedang serius menggerak-gerakkan pensilnya di atas sebuah kertas, membentuk sketsa pakaian, mendongakkan kepala, bibirnya langsung tersenyum sumringah.
"Cassandra?" Wanita itu berdiri dan menyambut pelukan Cassandra.
"Kabar tante baik. Kamu sendiri apa kabar sayang? Semenjak Alvaro ke luar negeri, kamu juga jarang sekali main ke sini? Sibuk modeling ya?"
Cassandra tersenyum sambil mengangguk. "Iya tante." Jawabnya berbohong. Padahal dia sedang mendapat cuti dari agensinya. Dan memanfaatkan waktu cuti itu untuk terus memadu kasih dengan Calvin, orang kepercayaan Alvaro di kantor.
“Ternyata tante Neysa belum tahu permasalahan aku dengan Alvaro. Ini bagus, aku jadi bisa memanfaatkan situasi ini.” batinnya sambil tetap mengulas senyum.
"Tante, mommy sama daddy aku akan pulang minggu depan, boleh tidak kalau pernikahan aku dan Alvaro dipercepat? Soalnya keberadaan mereka di Indonesia tak akan lama. Cuma beberapa bulan aja. Habis itu mereka akan kembali ke..."
"Mom, aku ingin membatalkan pernikahan!"
Keduanya menengok ke asal suara dan wajah Cassandra pun berubah pucat.
diselingkuhi sama tunangannya gak bikin FL nya nangis sampe mewek² tapi malah tetep tegar/Kiss/