NovelToon NovelToon
Pernikahan Penuh Luka

Pernikahan Penuh Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Obsesi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rima Andriyani

Aku tidak pernah percaya bahwa pernikahan bisa jadi sekejam ini. Namaku Nayla. Hidupku berubah dalam semalam saat aku dipaksa menikah dengan Reyhan Alfarezi, seorang pria dingin, keras kepala, dan kejam. Baginya, aku hanya alat balas dendam terhadap keluarga yang menghancurkan masa lalunya. Tapi bagaimana jika perlahan, di antara luka dan kemarahan, ada sesuatu yang tumbuh di antara kami? Sesuatu yang seharusnya tak boleh ada. Apakah cinta bisa muncul dari reruntuhan kebencian? Atau aku hanya sedang menipu diriku sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rima Andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Nayla mengangguk pelan. “Saya mengerti, Dok. Terima kasih sudah menjelaskan dengan jujur.”

Setelah dokter dan timnya keluar, suasana hening beberapa saat. Lalu, Mama duduk di pinggir ranjang, membelai rambut Nayla.

“Tak perlu takut, Nak. Semua orang sudah siap berjuang bersamamu,” katanya lembut.

Nayla menggenggam tangan Mama dan Papa bersamaan. “Aku… bersyukur sekali punya kalian.”

Kemudian matanya beralih pada Reyhan. Ia menatap dalam, dan untuk pertama kalinya, tanpa menutupi ketakutannya.

“Kalau… aku tidak kuat nanti, Rey…” katanya lirih.

Reyhan langsung menunduk, mendekat, menatap matanya lekat-lekat. “Kamu akan kuat, Nay. Kamu harus kuat. Karena aku tidak sanggup kehilangan kamu. Jangan pernah ucapkan hal seperti itu lagi.”

Nayla tersenyum samar. “Kalau kamu yang bilang begitu… aku percaya.”

Reyhan mengecup keningnya pelan. “Kita akan pergi bulan madu setelah semua ini selesai. Tapi kali ini yang sungguhan. Bukan alasan yang kamu buat-buat lagi.”

Mereka tertawa tipis bersama, meski masih dengan mata yang basah oleh ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.

***

Malam sebelum operasi.

Hening menyelimuti kamar rawat itu, hanya terdengar suara detak jam dinding dan hembusan lembut AC. Nayla duduk bersandar di tempat tidurnya, selimut menyelimuti sebagian tubuhnya, sementara tatapannya menerawang menembus jendela rumah sakit. Di luar, langit malam tampak begitu luas, tapi terasa sangat dekat… seolah ikut menyaksikan pergolakan batin yang ia rasakan.

Pintu terbuka pelan. Papa masuk, membawa secangkir teh hangat.

“Kamu belum tidur?” tanyanya sambil mendekat.

Nayla menggeleng lemah. “Belum bisa, Pa. Terlalu banyak yang dipikirkan.”

Papa Adnan duduk di sisi tempat tidur, meletakkan cangkir teh di meja kecil di sebelah Nayla. Ia memandang putrinya lama, sebelum akhirnya berkata lirih, “Papa juga tidak bisa tidur. Besok adalah hari besar, dan Papa akan masuk ruang operasi bersamamu.”

Nayla tersenyum getir. Ia menatap Papa, matanya mulai berkaca-kaca. “Harusnya bukan Papa yang berkorban seperti ini…”

“Harusnya bukan kamu juga yang menanggung sakit seperti ini,” potong Papa Adnan, lembut. “Dengar, Nayla… sejak kamu lahir, kamu sudah menjadi bagian dari hidup Papa yang paling berharga. Tidak ada satu pun orang tua yang akan tinggal diam ketika anaknya berjuang sendirian.”

Nayla tidak bisa menahan air matanya. Ia menggenggam tangan Papa erat-erat, seolah takut kehilangan.

“Kalau terjadi sesuatu pada Papa nanti…”

“Tidak akan terjadi apa-apa,” sahut Pak Adnan tegas. “Kita berdua akan keluar dari ruang operasi itu dalam keadaan sehat. Lalu kamu akan sembuh, dan hidup seperti wanita lainnya. Papa akan menyaksikan kamu bahagia, sampai tua nanti.”

Nayla memeluk Papa. Tangisnya pecah dalam diam. Ia tidak ingin besok datang. Tapi ia juga tahu, harapannya untuk bertahan hidup hanya akan terwujud jika ia melewati esok dengan keberanian.

Beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka. Reyhan masuk, membawa sehelai selimut tipis.

“Pa, Biar saya temani Nay malam ini,” ujarnya pelan.

Papa Adnan mengangguk dan berdiri perlahan. “Jangan biarkan dia berpikir yang aneh-aneh,” bisiknya saat melewati Reyhan.

Reyhan tersenyum dan menjawab lirih, “Saya janji.”

Setelah Papa pergi, Reyhan duduk di tepi ranjang. Nayla sudah menyeka air matanya, berusaha tersenyum walau matanya masih merah.

Reyhan menarik selimut dan membungkus tubuh Nayla rapat-rapat. Ia lalu ikut naik ke atas tempat tidur, memeluk Nayla dari belakang seperti malam-malam sebelumnya.

“Takut?” tanyanya, membisik di telinga Nayla.

Nayla mengangguk pelan. “Sangat…”

“Aku juga,” sahut Reyhan jujur. “Tapi aku lebih takut kehilangan kamu. Jadi, kalau kamu bisa janji akan bertahan… aku juga janji tidak akan lepas dari sisimu, apa pun yang terjadi.”

Nayla memejamkan mata. Mendengar detak jantung Reyhan dari pelukannya memberikan rasa tenang yang aneh. Mungkin bukan karena kata-katanya. Tapi karena cintanya.

“Kalau aku sembuh nanti… kamu masih mau bersamaku?” bisiknya.

Reyhan mencium pelipisnya lembut. “Aku tidak pernah pergi, Nay.”

Malam itu ditutup dalam diam yang penuh doa.

1
Hendri Yani
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!