Lintang Ayu Sasmita merasa terguncang saat dokter mengatakan bahwa kandungannya kering dan akan sulit memiliki anak. Kejadian sepuluh tahun silam kembali menghantui, menghukum dan menghakimi. Sampai hati retak, hancur tak berbentuk, dan bahkan berserak.
Lintang kembali didekap erat oleh keputusasaan. Luka lama yang dipendam, detik itu meledak ibarat gunung yang memuntahkan lavanya.
Mulut-mulut keji lagi-lagi mencaci. Hanya sang suami, Pandu Bimantara, yang setia menjadi pendengar tanpa tapi. Namun, Lintang justru memilih pergi. Sebingkai kisah indah ia semat rapi dalam bilik hati, sampai mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemungkinan Mengidap NPD
"Bu Ratna, saya datang ke sini untuk mendiskusikan sesuatu."
Tanpa basa-basi Pandu langsung menyatakan tujuannya menemui Psikiater Ratna sore itu. Untungnya, Ratna sedang tidak ada jadwal dengan pasien, jadi bisa menyambut kedatangan Pandu di tempat prakteknya.
"Apa ada sesuatu yang terjadi dengan Mbak Lintang?"
"Iya, Bu. Tapi ... ini bukan tentang perkembangan Lintang, melainkan tentang keluarganya yang mungkin berhubungan dengan depresinya Lintang."
Ratna mengangguk-angguk. Lalu membenarkan posisi duduknya dan menatap Pandu dengan serius.
"Coba ceritakan dengan rinci, Mas!"
Tanpa ragu, Pandu pun bercerita tentang masa lalu Lintang berdasarkan informasi yang tadi ia dapatkan dari Sunandar. Tidak ada yang terlewat. Mulai dari masa kecil Lintang yang prematur dan disayang, lalu perkembangan Lintang yang katanya menjadi anak nakal, juga kasus yang mendera Lintang. Lengkap dengan pengakuan Lintang yang berbanding terbalik dengan anggapan keluarga.
"Mbak Lintang prematur. Artinya ... pada masa itu perhatian orang tua Mbak Lintang lebih banyak untuk Mbak Lintang. Kalau boleh tahu, Mas Pandu, berapa selisih umur Mbak Lintang dengan kedua kakaknya?"
Pandu berpikir sesaat, lalu menjawab, "Dengan kakak pertamanya selisih sembilan tahun, dengan kakak kedua selisih lima tahun."
"Berarti saat Mbak Lintang lahir mereka masih kecil, belum bisa berpikir dengan jernih dan membedakan baik-buruk. Mas Pandu, apa saat itu kedua kakak Mbak Lintang diasuh orang lain? Misalkan nenek atau tantenya."
"Soal itu saya kurang paham, Bu. Tapi, katanya dulu Lintang sering mencuri uang neneknya, berarti mereka tinggal berdekatan. Besar kemungkinan kakaknya Lintang juga sering menghabiskan waktu dengan neneknya," jawab Pandu.
"Baik, Mas Pandu." Ratna menjeda ucapannya sesaat. "Dari informasi yang Anda berikan, terus terang saya khawatir kedua kakaknya Mbak Lintang mengidap NPD atau Narcissistic Personality Disorder. NPD ini termasuk gangguan kepribadian yang mana cukup berbahaya jika dibiarkan. Pengidap NPD akan merasa dirinya paling penting dan paling istimewa dari orang lain. Mereka punya ketergantungan pada pujian, sehingga bisa berperilaku manipulatif dan tidak punya empati pada orang lain. Pengidap NPD parah, bisa melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sekalipun itu melukai orang lain, mereka tidak peduli. Yang mereka pikirkan hanya satu, bagaimana membuat orang lain memuji, menyanjung, dan menganggap mereka yang terbaik di antara yang lain."
Pandu terdiam, memikirkan semua penjelasan Ratna.
"NPD pada anak-anak, umumnya disebabkan karena pola asuh yang keliru. Terlalu dimanja dan dituruti semua keinginannya, atau juga terlalu diabaikan dan sering mendapat kritikan. Ini makanya tadi saya tanyakan, apakah selama Mbak Lintang lahir dan mendapat perhatian penuh dari orang tua, kedua kakaknya diasuh oleh orang lain. NPD bisa muncul ketika pengidap merasa diabaikan dan tidak diperhatikan. Mereka iri dan menginginkan waktu yang sama, makanya melakukan apa pun itu untuk menarik perhatian orang tua mereka. Jika terjadi seperti ini, seharusnya orang tua atau keluarga yang mengasuh anak tersebut memberikan pengertian dan arahan yang benar."
Pandu sekadar manggut-manggut, belum menyahut dengan sepatah kata pun.
"Khawatirnya, dalam kondisi yang seperti itu, pengasuh justru memberikan bimbingan yang mengarah pada rasa iri dan benci. Misalkan dengan ikut-ikutan mengatakan bahwa orang tua mereka memang tidak peduli lagi, orang tua hanya sayang kepada adik bayi, orang tua sudah tidak menganggap anak, atau lain sebagainya. Hal-hal seperti inilah yang mendorong anak-anak itu untuk menjadi pengidap NPD. Dan sering kali kita tidak sadar dan menganggap perilaku anak yang haus perhatian dan pujian itu wajar. Akhirnya, dibiarkan sampai dewasa. Ini yang bisa fatal, karena pengidap NPD akut bisa membahayakan orang-orang sekitarnya demi tujuan pribadi mereka," sambung Ratna.
"Apa mungkin ... kakaknya Lintang memang mengidap itu ya, Bu?"
Ratna menarik napas panjang. "Saya belum bisa memberikan jawaban yang pasti, karena informasi yang Anda berikan juga belum lengkap dan akurat. Tapi, jika fokus dengan perilaku Bu Ningrum yang sebelumnya sayang dan kemudian sangat abai, bahkan bisa dibilang benci, ya ... besar kemungkinan kakak-kakaknya Mbak Lintang memang mengidap NPD. Jadi, mereka bisa memanipulasi keadaan dan membuat Mbak Lintang tersisih dari keharmonisan keluarga."
"Seandainya benar begitu, lantas apa yang harus kita lakukan, Bu?" tanya Pandu.
"NPD tidak bisa sembuh dengan sendirinya, Mas Pandu, terlebih jika pengidap tidak sadar bahwa mereka adalah pengidap. Butuh psikolog atau psikiater untuk membantu mengendalikan gangguan itu, Mas Pandu."
Pandu menatap ragu. "Tapi ... saya tidak mungkin mengarahkan mereka untuk mendatangi psikolog atau psikiater, Bu."
"Ya, saya paham. Itu di luar ranah Anda, Mas." Ratna tersenyum tipis. "Sekarang yang hanya bisa kita lakukan hanyalah fokus dengan Mbak Lintang. Jika keluarganya hanya bisa memberikan pengaruh buruk, alangkah lebih baik untuk sementara menjauh saja, Mas. Tidak perlu menemui mereka, kalau bisa hindari segala bentuk interaksi. Setidaknya sampai kondisi Mbak Lintang sudah stabil. Begitu, Mas," lanjutnya.
Pandu mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Baik, Bu, saya mengerti. Terima kasih untuk waktunya."
"Sama-sama, Mas Pandu. Tetap sabar ya, kita pasti bisa menyembuhkan Mbak Lintang."
Ratna tersenyum tipis, yang kemudian senyumnya menular pada Pandu. Ya, dari senyum itu, Pandu seperti mendapat harapan baru. Sebuah hal yang membuat optimisnya meningkat satu level.
Bersambung...
semoga aja ada orang yang merekam dan melaporkan ke pihak kepolisian dan mengusut tuntas kebenaran nya itu dan orang2 yang terlibat ditangkap serta dihukum
Konspirasi apa lg tuh antara Alby dan Utari , Rayana sekarang kamu tahu siapa suami dan bapak mu