Laura Rivas 22 tahun, seorang bintang film dewasa Spanyol dengan nama panggung Karen Monroe di L.A., diasingkan ke Portugal oleh calon kakak iparnya, Diego Torres, setelah skandalnya menjadi "gadis penghibur" Kartel Meksiko menghancurkan reputasi sosial kakaknya, Julia Rivas, dan membatalkan pernikahan Julia.
Asisten utama Diego, Pablo Reyes (32), ditugaskan mengurus Laura di pengasingan, namun Laura yang selalu bermasalah terus melanggar protokol keamanan. Untuk mengatasi kekacauan ini, Diego menyetujui keputusan drastis Pablo untuk menikahi Laura Rivas.
Pernikahan ini, yang mencakup perjanjian pra-nikah dengan klausul properti dan kewajiban kegiatan ranjang, bertujuan memberikan Laura status, perlindungan, dan memindahkan seluruh tanggung jawab pengawasannya ke tangan Pablo.
Awalnya hubungan intim sebagai tugas untuk pengamanan Laura agar tak liar, namun Pablo kecanduan pada kemahiran Laura di ranjang, mengubah "tugas" menjadi candu bak kokain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla Ice Creamm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Ruiz Menjadi Reyes
Laura merasakan darahnya mendidih, tetapi ia menjaga suaranya tetap terkontrol.
"Aku tidak marah karena kau punya masa lalu," balas Laura tajam. "Aku marah karena kau menjadikanku bagian dari kebohongan besarmu! Kau berbohong tentang alasan kepergianmu, kau menyembunyikan identitas anakmu, dan kau menjadikan skandalku sebagai alasan sempurna untuk menikahiku."
Napas Laura tercekat sejenak, menahan rasa sakit pengkhianatan. Ia melontarkan pertanyaan yang paling ia takuti jawabannya.
"Jawab aku, Pablo. Apakah kau mencintaiku, atau aku hanya proyek perlindungan terbaik untuk menstabilkan citramu dan melindungi rahasiamu?"
Pablo menghentikan kunyahannya, meletakkan garpu peraknya dengan bunyi denting pelan, seolah memberi jeda dramatis. Ia tersenyum tipis, seolah Laura baru saja berhasil menyelesaikan tingkat pertama dari sebuah permainan yang rumit.
"Kau benar. Aku tidak ke Barcelona untuk urusan Diego, dan ya, aku adalah walinya. Dan kau juga benar, pernikahan kita memang dimulai oleh suatu tujuan." ujar Pablo, mengakui semua tuduhan Laura.
Laura tidak terkejut dengan pengakuan suaminya, tetapi Pablo tidak memberinya kesempatan untuk membalas.
"Tapi kau melewatkan bagian paling penting dari teka-teki ini, Laura. Teka-teki yang aku ciptakan bukan untuk menipumu, melainkan untuk mempertahankan ketenangan hidupmu," lanjutnya, memainkan psikologi Laura seolah dia adalah tokoh utama dalam drama yang dibuat Pablo.
Pablo mencondongkan tubuh ke depan. "Kode A.R. itu adalah Alexander Ruiz. Dia adalah anak dari sepupuku, Mathilda Reyes. Mathilda menikah dengan pria dari Barcelona bernama Matheo Ruiz. Matheo meninggal karena kecelakaan kerja di pabrik keramik dua bulan sebelum Alex lahir. Setelah itu, Mathilda, kami memanggilnya Hilda dia menjadi tidak stabil, dan tiga bulan setelah Alex lahir, Hilda bunuh diri."
Suara Pablo merendah. "Aku menjadi wali Alex sebagai pamannya, karena Hilda adalah anak tunggal dan yatim piatu, dan keluarga dari pihak Matheo tak peduli. Selama ini, Alex tinggal di panti asuhan. Jadi, bukan anakku. Dia adalah keponakanku yang yatim piatu."
Pablo bersandar, tatapannya kini berubah menjadi tantangan yang mendalam. "Sekarang, ini teka-teki sesungguhnya yang harus kau pecahkan: Setelah mengetahui seberapa rapuhnya rahasia ini, apakah kau benar-benar berhak menanyakan semua ini padaku?"
Wajah Laura yang semula memerah kini memucat drastis. Informasi tentang bunuh diri Mathilda dan nasib Alex yang tinggal di panti asuhan adalah pukulan yang jauh lebih tragis daripada sekadar gosip anak haram. Kemarahan yang sempat ia rasakan perlahan larut, digantikan oleh rasa bersalah karena telah salah menuduh.
"Kau... kau membiarkan aku berpikir itu adalah anak di luar nikah?," bisik Laura, suaranya kini dipenuhi kesedihan yang dalam. "Kau membiarkan aku mencurigaimu dengan kebohongan itu, hanya untuk melindungi tragedi yang jauh lebih besar."
Ia mendongak, matanya berkaca-kaca. "Dan kau menjadikan skandal penghancurku sebagai perisai," lanjutnya, suaranya bergetar. "Kau menikahiku bukan hanya untuk stabilitasku, tetapi agar dunia berpikir kau hanya memilih wanita sepertiku yang penuh kontroversi, sehingga tidak ada yang curiga pada tragedi Alexander Ruiz."
Pablo menatap Laura dengan pandangan yang terasa sangat berat, seolah baru saja melepaskan beban yang sudah bertahun-tahun ia pikul.
"Aku tidak akan berbohong, Laura. Kau benar," aku Pablo. "Pernikahan kita memberikan stabilitas dan perisai yang aku butuhkan. Skandal yang menimpamu, ironisnya, mengalihkan seluruh gosip dari hal yang benar-benar ingin aku sembunyikan."
Ia mencondongkan tubuh sedikit, suaranya lebih rendah dan serius.
"Ini bukan hanya soal citra. Aku melindungi Alex. Tragedi itu harus tetap tersembunyi. Jika media tahu dia keponakanku, dan tahu penyebab kematian Mathilda yang sebenarnya, semua uang dan dana perwaliannya akan menjadi sasaran empuk keluarga yang haus harta. Aku butuh status yang tak bisa diganggu gugat sebagai wali, tanpa sorotan media yang mengganggu."
Pablo kemudian meraih tangan Laura di atas meja. "Aku tahu aku menjadikanmu perisai," katanya, mengakui pengkhianatannya. "Tapi percayalah, Laura, meskipun kita mulai dari kesepakatan dan rahasia, aku tidak pernah bermaksud melukaimu. Aku hanya mencoba melindungi yang tersisa dari keluargaku."
Laura menatap mata Pablo, rasa sakitnya mulai berganti menjadi pemahaman. Ia membiarkan Pablo meremas lembut tangannya, memberi kesempatan bagi suaminya untuk menjelaskan kepergiannya yang mendadak.
"Lalu apa tujuanmu datang ke Barcelona secara mendadak? Menemui Alex?" tanya Laura.
Pablo menghela napas, sorot matanya melembut.
"Ya. Aku datang untuk Alex, Aku harus segera ke sana karena pengadilan memutuskan untuk mempercepat persidangan perwaliannya."
"Beberapa bulan lagi, Alex akan genap tiga tahun, dan secara hukum, aku harus mengambil hak asuh penuh sebagai walinya, bukan hanya sebagai penyandang dana rahasia. Aku harus memastikan semua dokumen beres dan tak ada celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh siapa pun, termasuk keluarga Ruiz yang tiba-tiba muncul setelah bertahun-tahun diam."
Pablo mengeratkan genggamannya pada tangan Laura. "Aku harus memastikannya. Aku tidak mau dia tetap tinggal di panti asuhan lebih lama lagi, Laura. Aku ingin membawanya pulang."
"Kamu akan membawanya ke rumah ini?" tanya Laura, suaranya terdengar lembut, tanpa sedikit pun nada keberatan.
Pablo mengangguk perlahan, matanya penuh harapan.
"Itu rencanaku, mi vida. Aku ingin dia tumbuh di sini, bersama kita. Sebagai pamannya, aku harus melakukan itu. Aku sudah menyiapkan kamarnya, dan pengurusnya akan mulai bekerja minggu depan. Aku hanya menunggu legalitasnya selesai."
Ia menatap Laura dengan tatapan penuh permohonan. "Aku tahu ini sangat mendadak, dan ini akan mengubah segalanya. Tapi... aku berharap, setelah semua kebenaran ini, kau mau menerimanya."
Laura tersenyum tipis, senyum yang tulus, jauh dari sinisme yang ia tunjukkan sebelumnya. Ia membalikkan genggamannya, membalas remasan lembut Pablo.
"Tentu saja ini akan mengubah segalanya. Tapi, Alexander Ruiz pantas mendapatkan keluarga, Pablo."
Ia menggeleng pelan, melepaskan sisa amarahnya. "Aku tidak marah karena kau punya keponakan yatim piatu yang membutuhkan perlindungan. Aku hanya... benci dengan caramu menyembunyikannya dariku, seolah aku tidak cukup kuat untuk menghadapi tragedi."
Laura menghela napas, menatap perutnya yang membesar, lalu kembali menatap Pablo.
"Bawa dia pulang, Pablo. Rumah ini cukup besar untuk kita semua."
Laura memperkuat genggamannya pada tangan Pablo, lalu menyunggingkan senyum tulus.
"Kenapa kita tidak mengadopsinya saja?" Saran itu terucap tiba-tiba.
Pablo terdiam, terkejut luar biasa. Mata tajamnya dipenuhi emosi mendalam yang tak terbaca, seolah ia tidak pernah menyangka istrinya akan mengajukan tawaran sebesar itu.
"Adopsi?" sedikit ada nada tak percaya dari ucapan Laura.
"Ya," tegas Laura. "Aku tahu dia keponakanmu, tetapi ini akan memberinya stabilitas penuh. Dia akan menjadi kakak bagi anak kita, dan takkan ada lagi yang bisa mengganggunya secara hukum atau memanfaatkan latar belakangnya. Mari kita jadikan dia putra kita, Pablo." Mata Laura mengerjap memberikan harapan nyata.
...****************...
Holla Readers Kesayangan! 🥰
Makasih banyak ya udah mampir buat baca karya aku. Kalian memang dabest!
Btw, jangan lupa ya guys, biar makin semangat nulisnya, aku minta support kalian dong buat lho;
1. Follow akun aku.
2. Like, Vote, dan tonton Iklannya (ini penting banget!).
Kalau ada kritik membangun atau saran kece, drop aja di kolom komen, ya! Ditunggu banget obrolannya!
Happy Reading! 👋
jangan lupa tonton iklannya agar aku lebih semangat,
oiya.. simak terus.. karna semakin seru.
rencana mulai 2026, setiap sabtu aku akan double up ya.
btw terima kasih sudah hadir ❤️
jgn lupa like & votenya.
drop koment utk kritik, saran atau ngorbrol aja.
dan dukungan menonton iklannya juga sangat berarti buat author-nya lho..
mk nya sm pablo nurut aja wl awalnya dingin, trs pny keponakan alex yatim piatu.. jd nya klop deh, dia itu berasa menemukan dunianya yg hilang.
karna itu semua berarti sekali untuk author agar semakin semangat.
btw terima kasih ya yang sudah hadir, jangan lupa koment-nya... ngobrol yuk ❤️
ah lega, keponakan ternyata.
ya sih kl di barat emg anak diluar nikah biasa hnya saja, mungkin maksud laura adlh hrs jujur itu pointnya.
double up kapan nih?
terima masih sudah hadir sebagai silent readers 😍🙏
dan... akhirnya /hr 5 bab selama 4 hari done!