Emily tak menyangka bahwa dia masuk ke sebuah novel yang alurnya membuatnya harus menikah dengan seorang miliarder kaya.
Pernikahan absurd itu malah sangat menguntungkannya karna dia hanya perlu berdiam diri dan menerima gelar nyonya serta banyak harta lainnya.
Namun sayangnya, dalam cerita tersebut dia akan mati muda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
《Chapter 30》
Emily dan Grace kembali ke kantor, beberapa jam lagi adalah waktu istirahat siang, jadi mereka hanya tinggal menunggunya karna pekerjaan pagi sudah selesai.
"Heh Emily, Pak Albert manggil kamu sana.."
Seorang karyawan wanita memanggilnya dengan wajah judes.
Emily tidak tau apa lagi yang diinginkan pria itu, ia hanya bisa pasrah dan masuk kembali ke sana.
Begitu ia membuka pintu ada tangan yang menariknya, ternyata Albert sudah menunggunya di depan pintu, ia bisa melihat pria itu mengunci pintu tersebut.
"Apa apaan, eh.."
Emily baru ingin mengucapkan perkataannya, namun bibirnya sudah di bungkam oleh Albert dengan ciuman.
Ia berusaha mendorong Albert, tapi memang tidak ada gunanya, malahan ia semakin di sudutkan ke tembok.
Emily yang merasa kehabisan nafas akhirnya menggigit bibir Albert dengan cukup keras, membuat pria itu menghentikan kegiatannya.
"Albert!!," marah Emily sambil mengatur nafasnya kembali.
Albert tak kelihatan takut, ia malah membelai rambut Emily dengan tatapan rindu.
"Kemana saja kau selama ini hah? Kenapa aku tidak bisa menemukan mu?," tanya Albert, ia menggendong Emily dan menaruhnya duduk di sofa.
"Jelaskan," perintah Albert.
"Aku tidak berkewajiban menjawabnya, kita sudah bercerai," jawab Emily tanpa memandangnya.
"Siapa bilang kita bercerai? Secara hukum kau masih istriku"
Mereka bertatapan dengan sengit, Emily mempertahankan diri untuk tidak menjawab apapun tentang keberadaannya selama ini.
"Kita sudah bercerai, aku ingat perjanjian kita hanya satu tahun, aku sudah mengirim surat cerai, aku tak peduli kau sudah tanda tangan atau belum, bagiku kita sudah berakhir"
Emily berdiri, ia tak mau berurusan dengan Albert lagi, saat ia keluar dari mansion, ia sudah melepaskan pria itu dan segala hal yang berhubungan dengannya.
"Masih ada lebih dari satu bulan sebelum kontrak berakhir, tapi kau yang pergi Emily! Aku bahkan tidak meminta denda padamu!," Albert terlihat marah.
Emily berbalik menatapnya dan berkata, "Kalau begitu ambil ini!," Emily membanting kartu yang ia simpan selama ini, uang di dalamnya tidak pernah ia pakai dan hari ini ia bisa memberikannya pada Albert secara langsung.
"Dengar! Aku sudah menyuruhmu mengirim nomor rekening, artinya aku siap melepas diri darimu, keluargamu, kontrak itu dan semua yang berhubungan denganmu."
..
"Mulai sekarang tolong anggap saya karyawan biasa yang tidak pernah anda kenal. Saya permisi dulu Pak Albert"
Albert mengepalkan tangannya, menahan amarah yang mungkin akan meledak jika tidak di tenangkan, lalu ia berdiri dan mengambil kartu itu, disana ada kertas kecil yang menempel dengan informasi pin atm itu.
"Jadi begitu mau mu, kalau begitu akan ku buat kau menyesal Emily!"
Emily mengorek telinganya yang gatal, berpikir bahwa bisa jadi ada yang sedang membicarakannya.
"Jadi, kita makan di kantin atau di luar?," tanya Emily di tengah perdebatan teman-temannya tentang makanan yang ingin di makan.
"Lama sekali kalian, aku akan makan di kantin duluan," Emily meninggalkan mereka, perutnya sudah keroncongan minta di isi oleh sesuatu, lagi pula makanan di kantin gratis, jadi ia tidak perlu mengeluarkan uang, biasanya jika mereka mau makan di luar maka akan beli beberapa menu besar untuk di sharing bersama agar lebih murah.
Hari ini menu makan siang di kantin ala Western, jadi ia tinggal mengambil paket hidangan yang sudah di atur setiap porsinya.
Emily hanya bersyukur bahwa di kantin bisa menambah nasi sepuasnya.
Setelah duduk, ia mencari lihat apakah temannya akan datang ke kantin dan ternyata tidak, sepertinya mereka memutuskan makan di luar.
Emily tidak peduli, ia mengambil sendok dan mulai makan, begitu ia mendongakkan kepala, ia melihat Albert di depannya, sontak ia tersedak makanan yang ada di mulutnya.
"Uhuk hukk"
"Minum dulu.." Albert memberikan segelas air padanya.
Emily dapat melihat karyawan lain yang sedang berbisik tentang dia dan Albert, ingin sekali ia mengusir pria itu, tapi di sini ada banyak mata yang memandang.
Menggunakan sumpitnya, Albert memberikan lauk di dalam piring Emily dan tersenyum licik padanya.
Semua orang yang melihat itu tentu saja menjadi curiga dengan hubungan mereka berdua.
"Lebih baik kau pergi dari dekat ku Albert!," bisik Emily tanpa memandang Albert.
Pria itu tak menjawab atau melakukan seperti yang ia minta, Albert malah mengambil tissue dan membersihkan ujung bibir Emily, ia bisa melihat pipi Emily yang sudah merah padam karna malu.
"Sampai jumpa lagi," bisik Albert di telinganya, yang otomatis membuat seisi kantin melotot tak percaya.
Hal ini membuat Emily kehilangan nafsu makannya, ia berdiri dan menundukkan kepala karna malu dengan yang lain, lalu dengan cepat menaruh piring di rak khusus piring kotor dan keluar dari kantin.
Ia menggerutu sepanjang jalan karna apa yang sudah Albert perbuat, kalau bisa ingin dia bunuh pria itu, bisa-bisanya ia mempermainkan Emily di tengah banyak orang.
Jika di rasa cukup, tentu tidak..
Saat para karyawan sudah siap untuk pulang, Albert keluar dari ruangan dan memberi pengumuman dengan suara lantang.
"Pengumuman, mulai besok, saya banyak urusan di luar kantor, jadi saya akan datang sesekali untuk memantau keadaan kantor, dan juga selama saya berada disini, Nona Emily Harlet akan menjadi asisten pribadi saya, sekretaris saya akan memberitahukan apa saja yang harus di kerjakan, sekian informasi dari saya, kalian bisa pulang"
Albert pergi dari sana, sementara sekretarisnya menghampiri Emily untuk membicarakan tugas yang harus ia lakukan.
Grace tidak langsung pulang, ia ingin bertanya sesuatu, jadi ia menunggu Emily sampai ia selesai berbicara dengan sekretaris itu.
"Apa yang ingin kau katakan, dari tadi kau menungguku dan tidak pulang," ucap Emily, mereka berjalan keluar dari sana.
"Aku tadi mendengar para karyawan yang membicarakan mu"
Grace berkata dengan wajah serius.
"Apa yang mereka bicarakan?"
Grace sedikit takut untuk menjawab, namun akhirnya ia membuka suara, "Katanya kau menjual diri pada Pak Albert"
"Lalu kau percaya?," tanya Emily.
"Sedikit"
Mendengar jawaban Grace, ia langsung memukul ringan bahu Grace.
Plak
"Aduh, sakit," ucap Grace sambil mengelus bagian yang di pukul Emily.
"Jangan mudah percaya omongan orang yang tidak jelas"
"Lalu bagaimana Pak Albert bisa melakukan itu pada mu di kantin? Dia juga menjadikan kau sebagai asisten pribadinya"
Grace semakin penasaran karna ekspresi Emily seolah tidak menunjukkan kekagetan ketika bertemu dengan Albert atau mendengar pengumuman tadi bahwa ia akan menjadi asisten pribadinya.
"Huh, nanti kau akan tau sendiri," Emily tak menjawab lagi.
"Apa itu, ayolah.. ayolah.."
Grace terus merengek agar Emily memberitahukan sesuatu tentang hubungannya dengan Albert, namun Emily tidak peduli.
"Sana pergi! Kita sudah beda jalan," usir Emily begitu sampai di pertigaan, ia akan lurus namun Grace akan belok ke kanan.
Emily sudah tidak sabar melepas penatnya dengan cara memeluk anaknya.
***
Begitu tiba di apartemen, ia melihat Robert sedang membaca buku, ia segera mandi dan menghampiri anak itu.
"Buku apa ini?," tanyanya.
"Oh, tadi teman Robert meminjamkannya, lihat ma.. ini tentang cerita kuno yang masih di percaya masyarakat sekarang"
Emily membolak-balikan buku, bahasa yang di tulis disana memakai tulisan cina.
"Teman mu berasal dari cina juga?"
Robert tersenyum, lalu menjawab, "Iya ma, katanya dulu ia tinggal di tiongkok bersama neneknya dan sekarang tinggal disini ikut orang tuanya"
Emily tersenyum sambil memasak makan malam, ia bangga tadi pagi Robert bisa bersiap sendiri dan pergi ke sekolah.
Sepertinya anaknya itu akan tumbuh menjadi pria mandiri yang bisa ia andaikan.