Nama panggilannya Surya. Pemuda biasa yang bekerja sebagai tukang dekorasi pengantin itu akan mengalami banyak keanehan.
Anak muda yang sudah lama tidak menjalin hubungan asmara, tiba-tiba didekati beberapa perempuan dengan status yang berbeda-beda.
Awalnya Surya merasa senang dan menganggap itu adalah hal normal. Namun, ketika dia pengetahui ada rahasia dibalik botol parfum yang dia temukan, seketika Surya menjadi dilema.
Akankah Surya akan membuang botol parfum itu? Atau anak muda itu akan menyimpan dan menggunakannya demi kesenangan dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa Mampir
Tadi itu siapa, Sur?" tanya seorang teman ketika Surya kembali duduk, setelah tadi sempat berdiri karna membalas sapaan seseorang.
"Kakaknya temenku," jawab Surya. "Teman waktu SMP," anak muda itu lantas menyesap rokoknya.
"Cantik juga," ucap salah satu teman lagi. "Kok bisa sih kamu akrab dengan kakak teman kamu?"
Surya lantas tersenyum. "Ya nggak tahu, mungkin karena dulu aku sering main ke rumahnya."
"Loh, emang tadinya rumah mereka dimana?" tanya teman yang lain. "Kamu tadi kaya nggak tahu dia tinggal di situ?"
"Tadinya keluarga mereka tinggal di desa sebelah. Waktu temanku lulus SMP, mereka pindah ke kota lain," balas Surya sambil sesekali menyesap kopinya yang sudah hampir dingin. "Sejak itu aku kehilangan kontak sama keluarga temenku itu. Makanya tadi aku agak asing sama kakaknya. Kelihatan beda banget."
"Beda gimana?" tanya salah satu temannya lagi. "Apa dulu nga cantik?"
"Ya cantik, cuma sekarang kelihatan lebih dewasa saja," jawab Surya. "Pasti sekrang Mbak Fiza sudah menikah dan punya anak."
"Emang usianya beda jauh sama adiknya apa?" tanya teman Surya lagi.
"Kalau nggak salah, dulu tuh aku kelas tiga SMP. Mbak Fiza baru masuk kuliah. Nggak beda jauh sih seharusnya."
"Oh, pantes kelihatan masih sangat muda," sahut teman yang lain.
Di saat bersamaan, tanpa diduga, wanita yang sedang dibicarakan Surya dan teman-temannya kembali menghampiri mereka membuat sekumpulan anak laki-laki itu pada terkejut.
"Surya, kamu bisa pasang gas nggak?" tanya wanita bernama Fiza begitu langkah kakinya berhenti di dekat keberadaan Surya. "Aku mau ganti gas, tapi nggak tahu kenapa susah banget, nggak seperti biasanya."
"Bisa, Mbak," jawab Surya tanpa ragu.
"Kalau tidak keberatan, aku boleh minta tolong?" balas Fiza terus terang.
Tanpa ragu juga Surya langsung mengiyakan dan dia segera bangkit sambil menenteng kaos yang dia lepaskan karena kegerahan.
Surya mengikuti langkah wanita itu hingga memasuki bangunan yang katanya menjadi tempat tinggal wanita bernama Fiza.
Ketika memasuki rumah tersebut, Surya merasa heran karena dilihat dari keadanya, rumah itu terlihat sangat sepi. Beberapa ruangnnya pun terlihat gelap.
Mungkin karena ini sudah menuju tengah malam jadi rumah itu sepi. Surya berusaha berpikir positif saja hingga langkah kakinya sampai di area dapur.
"Itu, Sur, gasnya," tunjuk Fiza.
Surya mengangguk dan dia segera menuju tempat gas berada. Awalnya memang benar, gas itu susah untuk dipasang. Seperti ada yang mengganjal karena terasa berat sekali waktu hendak dikencangkan.
Namun, setelah beberapa kali berusaha, akhirnya Surya pun berhasil memasangnya dan Fiza terlihat senang.
"Wahh, akhirnya jadi juga," seru Fiza kegirangan. "Lega deh kalu gas udah terpasang."
Surya pun tersenyum ikut senang. "Emang Mbak Fiza mau ngapain, malam malam gini sampai ganti gas?" tanya Surya sebelum dia pamit pergi.
"Mau bikin mie, Sur, kebetulan tadi aku belum makan jadi malam ini kaya lapar banget gitu." jawab Fiza. Di saat bersamaan, tiba-tiba mereka berdua mendengar suara hujan yang sudah mulai turun.
"Waduh, hujan, Mbak, aku pergi dulu ya?" Surya tiba-tiba panik.
"Nggak mau main dulu?" Fiza pun mencoba memberi penawaran.
"Nggak lah, Mbak, gampang kapan-kapan," tolak Surya dan Fiza pun memilih mengiyakan.
Wanita itu hanya memandang kepergian Surya meski dalam benaknya dia ingin mencegah anak muda itu pergi.
"Tuh anak kenapa jadi keren banget sih," gumam Fiza begitu Surya menghilang dari pandangan matanya. "Dulu padahal kaya bocah, sekarang malah gagah banget. Bau ketiaknya pasti seger banget tuh. Duh bikin pengin aja, sial."
Fiza merasa kesal sendiri dan dia memilih segera mengambil bungkus Mie.
Hingga bebrapa detik berlalu ketika Fiza baru akan memasukan mie ke dalam air mendidih, telinganya mendengar suara seseorang menyebut namanya dengan keras. Fiza cukup kager dan mencoba mempertajam pendengarnya agar dia tidak salah dengar.
"Apa anak itu balik lagi?" Fiza memilih mematikan kompornya dan melangkah menuju pintu utama yang jaraknya tidak terlalu jauh dari letak dapur.
"Loh, Surya, ada apa?" wanita itu nampak kaget karena dugaannya benar. Di depan pintu rumahnya, sudah berdiri anak muda yang tadi membantunya memasang gas.. "Katanya mau pulang?"
"Motorku kehabisan bensin, Mbak," jawab Surya sambil cengengesan. "Boleh minjam motornya nggak mbak buat beli bensin?"
"Astaga," wanita itu terperangah. "Tapi hujan gede banget itu loh, masuk dulu gih, motornya dimana?"
"Itu, Mbak, di depan gerbang," jawab Surya.
"Masukin aja kesitu," balas Fiza sambil menunjukan halaman rumahnya yang ditutupi kanopi. "Kamu masuk aja dulu. Nanti kalau hujannya agak reda baru beli bensin."
Surya pun tidak ada pilihan, selain setuju dengan saran yang diberikan kepadanya. dengan sigap dan cepat dia memasukan motornya berlindung di bawah kanopi lalu dia masuk ke dalam rumah.
"Kaosnya basah tuh, Sur, mending lepas aja," ucap Fiza tiba-tiba membuat Surya cukup terkejut.
"Nggak usah, Mbak, nggak basah banget kok," tolak Surya secara halus.
"Nggak basah banget gimana? Orang udah jelas basah gitu," sungut Fiza. "Mending lepas sebentar lalu keringkan tuh di depan kipas angin."
Surya pun tersenyum. "Nggak usah lah, Mbak. Masa aku nggak pakai baju sih? Nggak enak lah," balas Surya. "Nanti kalau ada orang lihat gimana? Taku8tnya malah pad salah paham."
Fiza sontak ikut tersenyum. "Nggak bakalan ada yang salah paham," balasnya. "Orang ujan gede banget terus di depan juga jalan raya, mana ada yang tahu kamu di sini. Udah taruh saja di sana, depan kipas, terus kipasnya nyalakan."
Surya terdiam sambil mencerna ucapan Si pemilik rumah. Kalau dipikir secara cermat, memang ada benarnya. Depan rumah itu memang jalan raya, jadi jarang ada orang jalan kaki di depannya.
Mau tidak mau Surya pun memilih menuruti perintah wanita itu. Setelah menjalankan perintah, dia kembali duduk dengan perasaan yang cukup canggung karena baru pertama kali ini dia tidak mengenakan baju tapi dalam situasi yang bisa mengundang beragam pikiran kotor.
Tanpa Surya sadari, wanita yang sedang bersamanya justru memikirkan hal yang tak terduga sambil menatap tubuh tegap pemuda itu.
Bahkan tatapan wanita itu juga tertuju pada bagian tubuh Surya yang ditumbuhi bulu dan biasa menghasilkan aroma asam.
"Kamu mau minum apa, Sur? kopi?" tawar Fiza begitu Surya kembali duduk.
"Nggak usah, Mbak, aku baru aja ngopi," tolak Surya secara halus. "Yang ada, nanti, aku bakalan kembung." Fiza pun ikut tersenyum. "Mbak Fiza disini tinggal sama siapa? kok rumahnya kaya sepi banget? Apa yang lain sudah pada tidur?"
Fiza pun kembali tersenyum mendengar pertanyaan dari Surya. "Aku tinggal sendirian, Sur,"
"Hah! Sendirian!"