NovelToon NovelToon
Hasrat Tetangga Liar

Hasrat Tetangga Liar

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Duda / Mengubah Takdir
Popularitas:13.6k
Nilai: 5
Nama Author: elfi

Sebuah kisah seorang ibu rumah tangga bernama Diana,iya berjuang keras untuk keluar dari jerat kemiskinan.suaminya,
Budi,tak mampu berbuat banyak karena upah yang ia peroleh dari bekerja tidak cukup untuk menutup hutang ya.
Hingga akhirnya takdir mempertemukan Diana dengan Kevin, Seorang lelaki misterius yang menawarkan sebuah kerja sama tak biasa,dimana Diana harus menjadi pemuas hasratnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18

aku temenan saat Kevin memaksaku untuk pulang. sikapmu yang selalu berubah-ubah bak hujan yang turun kala cuaca cerah. karena dia terus memaksa, akhirnya aku putuskan untuk pulang. namun, saat diambil pintu, ia mencekal tanganku.

"kenapa mas? kan aku sembari membelikan badan.

"ini untuk mu. ponsel ini tak terpasang kartu, aku tahu di rumahmu tak ada DVD, jadi ponselnya bisa kau gunakan untuk banyak belajar"tepat di telingaku. iya, aku sudah tahu maksud dari perkataan Kevin yang menyuruhku untuk belajar, sedikit banyak aku sudah mengetahui isi dari ponsel itu.

"kamu nakal mas!"ucapku seraya mencubit pinggangnya, tak lupa ponsel itu akhirnya aku masukkan ke dalam saku celana, setelahnya aku berpamitan dan tanpa menjawab Kevin langsung menutup pintu rumah.

aku hanya mengelus dada, pernah terkejut dengan bantingan pintu cukup keras. laki-laki itu memang memiliki perangai yang tak bisa ditebak. kulangkahkan kaki menyusur jalan, namun ingatan tertuju kepada intan. rasanya aku ingin membelikan sesuatu untukmu, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke minimarket terdekat, kebetulan cuaca masih cerah meski mau jam menunjukkan pukul untuk mempersingkat waktu, aku pun berangkat dengan menaiki ojek. di sana aku mau beli banyak makanan ringan untuk intan di rumah, tentunya masih menggunakan ATM milik Kevin.

rasanya menyenangkan sekali bisa berbelanja di minimarket yang dilengkapi pendingin ruangan, sehingga aku betah berlama-lama di sini, enaknya jadi orang kaya. seandainya saja aku lebih dulu bertemu dengan Kevin, mungkin kehidupan seperti ini sudah bisa kurasakan sejak lama.

setelah puas berbelanja, aku putuskan untuk pulang ke rumah. namun, saat di pintu keluar, tubuhku bertabrakan dengan seorang wanita. contoh hal itu membuat belanjaanku berjatuhan.

"ya Tuhan. maaf ya, Mbak"ujar wanita itu.

ia berjumpa sembari mengikuti belanjaku yang berserakan, namun tangan yang satunya terus menggenggam ponsel yang diarahkan ke telinga, sepertinya ia telah berbincang dengan seseorang di balik telepon.

"bentar, gua belanja dulu buat calon anak tiri"hujannya sembari tergelak, tiba-tiba saja aku mendengar menatap wanita itu.

"eh mbak. maaf ya!"ucapnya lagi saat kami saling bersitatap. iya terlihat salah tingkah kemudian bangkit secara tergesa-gesa, bahkan ponsel yang tadi digenggamnya buru-buru ya masukkan ke dalam saku blazer.

"kayaknya aku pernah lihat, tapi di mana ya?"batinku bertanya. wanita itu masuk, di belakangnya ada seorang wanita hamil dan tengah tersenyum ramah kepadaku. sepertinya wanita tadi menabrakku wajahnya tak asing lagi, namun siapa dia aku lupa untuk mengingatnya.

...****************...

saat tiba di rumah, ternyata intan sudah menungguku di teras rumah.

"loh,intan. udah pulang? kan Mama udah bilang kalau belum dijemput jangan dulu pulang"pacarku sewanya di teras rumah. intan tak menjawab, wajahnya terlihat masam, mungkin ada sesuatu hal yang menimpanya.

"kenapa?"tanyaku, kamu laki-laki intan tak menjawab. akhirnya untuk menghiburnya, ku sadarkan dua kantong belanjaan yang berisi makanan ringan. intan menoleh, namun menanggapi hanya dengan senyuman.

"ini semua buat kakak"ucapku seraya menyodorkannya.

"makasih, mah"balasnya. hanya itu yang keluar dari bibir intan. anes kali anak ini, dulu saat keadaan susah, aku belikan Chiki seribuan terus pernah sangat kegirangan. lain dengan sekarang, yang menanggapi dengan senyuman saja, itupun wajahnya masih murung.

tak ingin membuatmu mood ku hancur, aku bergegas masuk ke dalam rumah.

"Mama besok-besok lagi masih kerja? intan mau kayak dulu lagi pas Mama nggak kerja. jadi, kalau ada yang galakin intan, intan bisa lari ke Mama"

"memangnya siapa yang galakin kamu hah? siapa orangnya biar mama samperin? Nola, Dino,siapa ha?"sentakku kesal. emosiku langsung memuncak, saat intan mengucapkan ingin kembali seperti dulu. sumpah demi apapun, aku tak ingin kembali ke masa-masa sulit dulu. melihat wajahku yang berubah marah, intan langsung menunduk dan langsung lari ke dalam rumah.

...****************...

"intan, Mama mau istirahat duluan ya. jangan malam-malam tidurnya"

"mah, jangan kunci pintu dulu!"

aku menelepon kedua alis, memang baru jam 6.30 malam, tak biasanya intan melarang mengunci pintu cepat.

"kenapa?"

"intan laper, kan mama nggak masak, mau nungguin bakso cuanki yang lewat, masih ada sisa uang rp3.000"

aku menepuk jidat, bisa-bisanya aku melupakan hal itu. ya udah kamu beli ya, pakai uang ini aja. yang kenyang, bila perlu porsi 10.000"aku menyadarkan uang kubiarkan intan menunggu tukang bakso yang lewat, sedangkan aku masuk ke dalam kamar.

"oh ya intan, kalau mau masuk ke kamar mama, jangan lupa ketuk pintu dulu ya!"

intan mengganggu, akhirnya aku pun bisa leluasa untuk beristirahat. aku bergegas merupakan diri di atas ranjang, kemudian aku ingat dengan ponsel pemberian Kevin. setiap hak mengingat Kevin, jantungku semakin berdebar dan muncul rasa rindu kepada lelaki itu.

ku buka folder yang tersimpan di ponselnya, dan membuka salah satu video tersebut.gairahku langsung tersulit buat api yang berkobar. pikiranku sudah di penuh dengan Kevin ia hanya Kevin.

selang berapa lama, aku larut dalam permainan ku sendiri, hingga tak terasa bibir ini mengeluarkan suara desahan. saat aku hendak mencapai klimaks, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka lebar.

"apa-apaan kamu Dina?"

sempak mas Budi. aku terkejut sampai melebarkan kedua bola mata. tugas aku mengenakan kembali pakaian dalam yang sempat aku lepas. mas Budi kemudian mengunci pintu dari dalam, Dia mendekatiku kemudian merampas ponsel yang berada di genggaman.

"jangan mas!"

"gila kamu, jadi ini yang sering kamu lakukan jika aku tak di rumah?"

"kenapa memangnya? aku wanita normal mas?"entah keberanian dari mana, akhirnya aku pun meninggikan suara di depan mas Budi. kami berdua saling bersitatap. nampak mas Budi memburu seperti menahan amarah. namun, hal itu tak sedikit membuatku takut. aku langsung melipat kedua tangan depan dada, ku tak balik wajahnya sampai mas Budi yang memutus kontak mata lebih dahulu.

"apa yang kamu lakukan selama aku tak di rumah? dari mana kamu bisa membelikan intan belanjaan sebanyak itu, ponsel ini, hutang ke, satu lagi biaya pengobatan hijrah?"

aku membuang nafas kasar, hal ini lambat lawan mas Budi akan mengetahuinya, tugas saat ini hanya mencari alasan, agar ia percaya. selebihnya terserah aku tak peduli. kau selama ini dia bukan suami yang berguna, aku begini karena kesalahannya.

"jawab, Dina?"minta mas Budi.

"diam kamu mas, kalau kamu mau marah-marah, silakan keluar dari kamar ini. aku nggak mau ribut. kasihan intan di luar"

"Oke jelaskan sekarang kalau kamu tak ingin aku lebih marah lagi"

aku tertawa tanpa suara, entah kenapa melihat mas Budi rasanya menyebalkan. marah? harusnya aku yang marah, pernah ketidakmampuan menafkahi keluarga.

"Dina?"

"hmmmm?"

"jelaskan!"

"oke, pertama. harusnya kamu tak berhak marah kepadaku, sebaliknya berterima kasihlah kepadaku. selama ini aku sudah menghandle semua beban, mas! hutang ke tetangga, cicilan bang, biaya rumah sakit hijrah, bahkan rusak turun Timur pun aku yang bayar,, lantas saat ini kamu mau marah?"

"aku tanya dari mana kamu dapatkan uang sebanyak itu?"

"dari orang tuaku"

"kamu pulang ke Sukabumi hah?"

"enggak, mereka yang datang ke sini. tak tahu Putri semata wayang yang hidup kesusahan, bapak akhirnya menjual sepetak sawah yang ia punya. dan uangnya aku gunakan semua untuk membayar hutang"

"tapi mereka sudah tua renta, bagaimana menurut mereka ke sini?"

"itu kenyataannya? lalu Kamu pikir aku dapat uang sebanyak itu dari mana hah? ngepet?"

mas Budi nampak gusar, namun sebisa mungkin aku harus terlihat tenang. tak ada alasan lagi selain warisan. bapak dan ibu memang dulu pernah memiliki sawah, nama kehidupannya di kampung halaman sama subjeknya denganku, bahkan sawah itu sudah tergadaikan.

"lalu, ponsel ini untuk apa?"

"untuk apa? tanya sama diri kamu sendiri mas, jangankan nafkah lahir, nafkah batin pun kamu lupa. aku tak ada pilihan, makanya begini"ucapku nyalang. akhirnya aku putuskan untuk keluar kamar, dan meninggalkan mas Budi sendirian, biarlah, apapun yang terjadi di depan sana,, aku sudah yakin akan pilihan yang akan ku ambil.

"maaf dek. mas belum bisa bahagiain kamu"

tak lama, mas Budi menghampiriku yang berbaring diranjang intan. aku tak menjawab, rasanya malas sekali jika harus berdebat dengannya.

"kedepannya, mas janji akan memperbaiki semua ini. sekarang mas sudah dapat kerjaan, gajinya pun dibilang cukup besar. kita bisa kembali seperti dulu lagi"

masih belum mengunci pintu kamar, tak lama terasa ada pergerakan di sisiranjang, kebetulan aku memiringkan tubuh menunggangi masa Budi. hingga, tangan kekar masih Budi tiba-tiba melingkar di perutku, dan tubuhnya pun semakin Merapat.

"maafin ya.... jika keadaan ekonomi kita sudah stabil, mas janji akan mengganti semua uang warisan itu"

kali ini mas Budi tak tinggal diam, hembusan nafasnya bahkan terasa diceruk leherku.

"ayo, kita praktekkan apa yang tadi kamu tonton"hujannya kemudian. entahlah, jujurnya aku sudah tak berselera berhubungan dengan mas Budi, namun karena dia sudah hafal bagian sensitifku, hasratku yang sempat bertahan, malam ini harus aku tuntaskan.

di tengah penyatuan kami berdua, tiba-tiba ponsel milik mas Budi bergetar. makan aku sampai lupa menanyakan dari mana yang mendapatkan ponsel itu. mas Budi murai tanganku yang hendak meraih ponselnya, iya tak mau kegiatan ini terganggu, namun pikiranku sudah bercabang karena ponsel mas Budi terus bergetar.

saat mas Budi lengah, tanganku berhasil meraih ponsel itu. di layar ponsel tertera nama Yulia, segera aku menggulir tombol hijau, namun bersamaan itu pula mas Budi hendak mencapai klimaks.

1
martina melati
nah betul tuh...
kalo emang mau nolong y tulus tanpa embel2...
martina melati
jangan php jika nti malah ingkar yg ada malah dosa, berbohong...
martina melati
waduh... ini namany gk tulus, ada udang dbalik udang...
Putu Sriasih
Lumayan
Putu Sriasih
Kecewa
Any
lanjut
Xyn Anala
Kejutan tak terduga
Akbar Cahya Putra
Keren sekali, thor. Rasanya seperti membaca lembar demi lembar karya masterpiece. 🎉
Elfi Asmawati: 😀😀😀😉 iya kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!