Pernikahan Serena dan Sabir terjalin karena keduanya sepakat untuk pulih bersama setelah dikhianati kekasih masing-masing. Terbiasa berteman selama ini membuat perasaan cinta tumbuh serta-merta. Namun, di saat semua nyaris sempurna, Tuhan memberikan Sabir cobaan dalam urusan kerja. Di mulai dari sini, akan mereka temukan arti cinta, pertemanan dan keluarga yang sebenarnya.
Mari, ikuti lika-liku perjalanan Bapak Masinis dan Ibu Baker yang ingin menjadi pasutri apa adanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redchoco, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Setelah tertangkap basah
Keduanya berdiri di ambang pintu, memerhatikan meja ruang tamu yang diisi banyak roti. Itu tadi yang Serena bawa pulang. Ada tambahan di sampingnya berupa Tupperware ukuran sedang yang entah apa isinya. Harusnya benda itu tidak di sana kalau tidak ada manusia yang meletakkannya.
Lantas keduanya melirik pintu rumah yang tertutup dengan pandangan horor. Entah siapa yang telah memergoki mereka make out di ruang menonton.
Tebakannya tidak akan jauh-jauh. Yang kesopanannya terhadap Serena dan Sabir hanya 0,001% sudah pastilah antara Yena, Jizzy, dan Cahyo. Sebab kalau dua orangtua mereka yang berkunjung akan lebih dulu berteriak memanggil dari jarak seratus kilometer—oke, hiperbola.
Kini keduanya duduk terpekur di ranjang kamar setelah sama-sama merapikan diri.
"K-kamu suka makan jangkrik?" Sabir mendadak blank. Bermenit-menit terdiam membuatnya terlena oleh suara jangkrik di luar rumah dan menanyakan hal konyol tersebut pada Serena.
Serena menoleh dan meringis. "Kamu serius nanyain itu?"
"Enggak."
Keduanya kembali hening. Sejujurnya sedang sama-sama bingung harus apa. Yang terjadi sebelumnya baru disadari sebagai kekhilafan. Tidak ada rencana untuk memulai itu membuat baik Sabir maupun Serena jadi sama-sama tidak enak meski hal tersebut wajar karena sudah halal.
"Eren," Sabir memegang tangan Serena yang diletakkan di paha bertutup selimut. "Maaf. Tadi aku terbawa suasana dan hampir kebablasan. Aku akan lebih hati-hati lagi ke depannya untuk enggak menyentuh kamu sembarangan sampai kita yakin sudah siap memulai. Pengalaman tadi pertama buatku... dan mungkin itu yang membuatku sedikiiit penasaran dan mau lebih. Karena berpikir kita juga sudah sah. Namun kemudian aku menyadari jika kita belum bisa mengarah ke sana di waktu sekarang. Ini masih terlalu awal. Maaf, ya. Nanti kita belajar lagi cara menjadi suami-istri yang baik itu bagaimana."
"Sab, coba napas dulu." Serena tiba-tiba balik menggenggam tangan suaminya. "Kamu ngomong panjang kali lebar begitu enggak ngos-ngosan, apa? Masih ada sambungannya?"
"Ini bahkan baru pendahuluan, Er."
"Oke, tolong loncat aja sampai kesimpulannya."
Mau tidak mau, Sabir terkekeh kecil. "Intinya aku minta maaf karena sudah lancang. Aku bahkan enggak minta izin kamu saat melakukannya tadi. Aku terburu-buru dan lupa kalau mencintai itu harus dimulai perlahan-lahan juga hati-hati."
Tidak butuh waktu lama untuk Serena memberi anggukan. Toh, yang tadi sebenarnya memulai, kan, Serena. Ibaratnya, Sabir hanya sebatas pembukaan, dan Serena yang mengeksekusi. Kalau saja ia tidak mencium balik suaminya, maka keduanya akan berhenti sebatas kecupan biasa.
"Aku juga minta maaf, untuk apa pun yang aku sekarang bingung bilangnya gimana. Tapi kamu tahu, Sab? Salah satu penyesalanku malam ini adalah lupa mengunci pintu rumah kita dan lupa bahwa sedang kedatangan tamu bulanan. Jadi... seandainya pun tadi dilanjutkan, kamu enggak akan pernah sampai ke hidangan utama."
Sabir berkedip berkali-kali. Sejurus kemudian pipi dan telinganya memerah. Pria ini hanya butuh waktu singkat untuk menelungkupkan badan ke kasur dan menepuk-nepuk bantal.
Serena keheranan dibuatnya.
"Aaaaa~"
"Sab, Sabir! Kamu kesurupan?!" Serena tanpa pikir panjang menampar punggung suaminya.
"Aw! Enggak!" serunya seraya duduk kembali, kemudian garuk-garuk tengkuk. "Aku sebenarnya malu."
"Lho, kenapa?"
"Ya kamu pikir aja! Aku udah panjang kali lebar ngomong begini-begitu karena ngiranya kamu bakalan marah ke aku. Eren, aku takut musuhan sama kamu." Wajah seriusnya tiba-tiba berubah jadi senyum-senyum menggoda. "Ternyata kamunya mau-mau aja kalau kita begitu, he-he."
"Ish!" Serena mencaplok paha suaminya keras-keras. "Ya kan tadinya sama-sama khilaf. Enggak enak lah aku dengar kamu minta maaf dengan muka bersalah. Makanya aku ngomong begitu. Toh, kalau dipikir lagi, aku yang menyebabkan kita nyariiisss aja bikin proyek malam ini, Sab."
"Mau bikin proyek gimana, orang kamunya lagi mode palang merah," guraunya. Yang kemudian dibalas Serena dengan timpukan bantal.
"Bener-bener kamu, ya...!!!" Serena geram setengah mati. Suami rasa teman ini betulan senang menjahilinya.
Sabir tertawa-tawa.
"Stopppp!!! Nanti aku gegar otak, gimana?"
"Bantal empuk enggak akan sanggup bikin tengkorak keras kamu ini retak, Sab!!!"
Sabir memekik tatkala istrinya tidak berniat berhenti. Bahkan tidak menyadari sejak kapan ia telah tertelungkup di kasur lagi, dengan Serena yang menduduki punggungnya. Astaga, Serena kecil yang mirip Tarzan ternyata masih saja bersarang pada Serena dewasa. Kalau sudah seperti ini, Sabir wajib memperbanyak istighfar.
***
𝒂𝒌𝒖 𝒚𝒈 𝒃𝒂𝒄𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒋𝒂 𝒎𝒍𝒆𝒚𝒐𝒐𝒐𝒕𝒕... 𝒂𝒑𝒂𝒍𝒈𝒊 𝑺𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒉𝒊𝒉𝒊 😂
𝒃𝒂𝒊𝒌𝟐 𝒚𝒂 𝒉𝒖𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏.. 𝑺𝒖𝒌𝒂 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒑𝒂𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒊 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍 𝒕𝒑 𝒌𝒆𝒌 𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂 𝒂𝒔𝒕𝒂𝒈𝒂𝒂𝒂 🥰
𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒐𝒕𝒉𝒐𝒐𝒓 𝒖𝒑𝒅𝒂𝒕𝒆𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 ❤
𝒌𝒆𝒌 𝒈𝒂𝒓𝒆𝒍𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒐 𝑺𝒂𝒃𝒊𝒓 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕𝒊 𝒉𝒊𝒚𝒂𝒂𝒂𝒂 𝒉𝒂𝒉𝒂𝒉 😂
duuuuh apakah akan terjadi huru hara 🤔