NovelToon NovelToon
The Second Wife

The Second Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Poligami / Cinta setelah menikah
Popularitas:13.7k
Nilai: 5
Nama Author: Gilva Afnida

Pergi dari rumah keluarga paman yang selama ini telah membesarkannya adalah satu-satunya tindakan yang Kanaya pilih untuk membuat dirinya tetap waras.

Selain karena fakta mengejutkan tentang asal usul dirinya yang sebenarnya, Kanaya juga terus menerus didesak untuk menerima tawaran Vania untuk menjadi adik madunya.

Desakan itu membuat Kanaya tak dapat berpikir jernih hingga akhirnya dia menerima tawaran Vania dan menjadi istri kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gilva Afnida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

"Kenapa malah jadi berenang?" gumam Adnan saat melihat status aplikasi hijau dari sang mama. Wajahnya nampak memerah karena menahan amarah.

Dalam video yang diunggah oleh sang mama. Terlihat jelas Kanaya yang begitu intim berdekatan dengan Hilman saat diajari olehnya berenang. Bahkan di video selanjutnya, Kanaya nampak ceria dan sering tertawa. Sisi lain dari Kanaya rupanya akan nampak jika dia berada di hadapan orang yang membuatnya nyaman.

Bahkan beberapa kali Adnan melihat Kanaya yang seperti terus mengoceh saat diajari Hilman di video tersebut. Padahal saat bersama dirinya atau yang lain, Kanaya cenderung irit bicara atau bicara seperlunya saja.

"Shit! Dia kayak orang lain aja." Adnan masih kesal dalam monolognya.

"Kamu kenapa, Yang?" tanya Vania setelah dari kamar mandi. "Kok kayak marah-marah sendiri?"

"Eh, enggak, Say. Lagi kesal aja pas main game," jawab Adnan berbohong.

"Oh iya, tadi dokter bilang aku udah boleh pulang besok. Soalnya hasil lab dan lain-lain aman, rawat jalan aja katanya."

"Oh iya."

Vania mengerutkan kening sambil memonyongkan bibirnya. "Kok kamu gak keliatan bahagia gitu aku mau pulang?"

"Hah?" Adnan menatap aneh pada Vania. "Siapa yang bilang aku gak bahagia?"

"Ya itu responnya biasa aja."

Adnan terkekeh kecil, dia mengabaikan ponselnya di atas meja lalu menghampiri Vania.

"Maaf ya, aku lagi sibuk tadi." Adnan memeluk Vania erat. "Aku bahagia banget kok kalau kamu besok udah diperbolehkan pulang. Itu tandanya kita bisa ina-inu lagi."

Reflek Vania mencubit lengan Adnan yang direspon dengan meringis kesakitan. "Sakit tahu, Say." Adnan melepas pelukan mereka sambil memegangi lengannya yang sedikit perih.

"Rasain! Lagian siapa suruh malah bilang sesuatu yang romantis kayak gitu. Aku kan jadi terharu."

Adnan yang merasa gemas pun mengecup bibir Vania lalu memagutnya lembut. Mereka berdua larut dalam kemesraan hingga tak sadar ada seorang wanita yang tengah memperhatikan sambil menahan luka.

***

Seharusnya memang Kanaya tak boleh merasa sakit hati karena bagaimanapun Vania adalah istri pertamanya Adnan dan dia hanyalah istri kedua yang dibutuhkan rahimnya saja. Namun entah mengapa setelah penyatuan antara Kanaya dan Adnan tadi pagi, Kanaya jadi merasa hubungan perasaannya terhadap Adnan menjadi ada sebuah ikatan yang serius.

"Loh, kok balik lagi? Gak jadi nganterin makan malamnya?" tanya Putri yang sedang berada di lobi, melihat Kanaya yang malah tak jadi mengantar makan malam untuk Adnan.

Kanaya tersenyum tipis, berusaha tak memperlihatkan sakit hatinya. "Kamarnya kosong, Tante. Mungkin Mbak Vania lagi keluar kamar sebentar."

"Ya udah nanti giliran tante aja yang ngasih. Kita tunggu saja di sini sebentar, tante mau istirahat. Capek habis nguras tenaga di kolam renang tadi, tapi tante senang." Putri tersenyum senang sambil menyenderkan punggung di senderan kursi. "Makasih lho, udah nemenin tante hari ini. Tante jadi gak terlalu merasa kesepian."

"Iya, Tante. Aku juga senang kok karena seharian ini jadi berasa ditemenin sama mama." Kanaya yang telah ikut duduk di samping Putri pun jadi ikut menerawang ke arah depan.

Putri menatap sendu pada Kanaya. "Kamu pasti kangen sama mama kamu ya."

"Banget. Tapi udah gak bisa ketemu." Kedua mata Kanaya mulai membasah. Sebenarnya yang membuatnya sedih bukan hanya rindu pada mamanya, namun juga setelah melihat Adnan mencium bibir Vani dengan mesra.

Putri menggenggam tangan Kanaya sambil berkata, "Anggap aja tante ini mamamu, Nay. Tante bakalan seneng kok kalau punya anak perempuan yang cantik dan ceria seperti kamu."

Seumur-umur, baru kali ini Kanaya mendengar pujian dari seseorang. "Tapi kata seseorang aku ini kurus dan gak menarik."

"Itu karena belum mengenalmu aja. Lagipula, harusnya jangan kamu pikirkan ucapan seseorang yang bisa menjatuhkanmu. Pikirkan saja orang yang benar-benar menghargaimu. Itu jauh lebih terasa ringan di hatimu nantinya. Bonusnya, kamu bisa jadi lebih percaya diri tentang apa yang kamu punya."

Dalam benak Kanaya membenarkan ucapan Putri. Dulu saat dia berada di rumah Toni, dia selalu cuek dan tak memperdulikan ucapan pedas dari Helga ataupun Tania. Hal itu selalu membuatnya kuat dan bisa bertahan hidup sampai akhirnya dia menyerah karena fakta konyol tentang kedua orangtuanya.

"Ternyata segitu pentingnya ya buat tutup telinga."

"Iya dong. Kalau dari pengalaman hidup tante sih gitu ya."

"Kayaknya pengalaman hidup tante berliku-liku dan menarik untuk didengar ya. Bolehlah diceritain dikit ke aku, hehe." Kanaya membenarkan posisi duduknya, sedikit menghadap ke arah Putri. Dia sudah bersiap untuk mendengarkan cerita Putri yang terdengar menarik.

"Ya. Perjalanan hidup tante itu penuh lika-liku dan rintangan. Untuk mencapai di tahap tenang disaat menghadapi sebuah masalah itu membutuhkan waktu yang gak singkat. Butuh bertahun-tahun lamanya untuk membentuk karakter tenang, percaya diri dan pemikiran yang positif."

"Tapi mungkin tante akan menceritakannya di lain waktu. Sekarang, mending kamu kasihkan makan malamnya ke Adnan. Dia ada di sebelahmu tuh." Putri menunjuk ke arah sebelah Kanaya.

Mengikuti arah telunjuk Putri, Kanaya terkejut saat mendapati Adnan yang duduk di sebelahnya sambil menatap ponsel. "Sejak kapan Mas Adnan duduk disini?"

"Sejak tadi," ujar Adnan tanpa menggeser matanya dari ponsel.

"Tadi habis darimana? Kanaya bilang tadi pas ke kamar Vania, kalian lagi pergi."

Usia Putri menanyakan itu, wajah Kanaya menjadi pucat. Dia takut jika Putri tahu kalau dirinya berbohong soal perginya Adnan dan Kanaya dari kamar padahal sebenarnya tidak.

Adnan pun menatap bingung pada mamanya. "Kapan memangnya?"

"Sekitar sepuluh menit yang lalu mungkin," jawab Putri.

Kedua netra Adnan melirik Kanaya yang wajahnya nampak tegang sekaligus memucat. "Kata Naya tadi apa, Ma? Aku sama Vania keluar kamar pas Kanaya mau nyamperin tadi?"

"Iya."

Adnan menyipitkan matanya, merasa curiga pada Kanaya yang mungkin saja telah memergoki dirinya tengah berciuman dengan Vania. Tadi sewaktu Adnan hendak keluar, dirinya sudah merasa aneh dengan pintu kamar yang sedikit terbuka padahal tadi dia sudah yakin menutup pintu kamar tersebut.

"Kamu ngintip ya tadi?" bisik Adnan pada Kanaya sewaktu Putri tak memperhatikan mereka.

Kedua mata Kanaya terbelalak lebar. "Ngintip apa memangnya?"

Adnan mendekatkan bibirnya ke telinga Kanaya. "Ngintip aku ciuman sama Vania tadi."

Bulu-bulu halus yang berada di leher Kanaya merinding saat ujung hidung Adnan tak sengaja menyentuh lehernya. Dalam benaknya teringat, saat Adnan melakukan penyatuan dengannya tadi pagi. Awalnya terasa perih dan kaku, namun lama kelamaan terasa enak dan membikin candu.

Adnan tertawa lirih melihat ekspresi yang ditampakkan Kanaya. Sengaja memang dia mengerjai Kanaya dengan menyentuh ujung hidungnya ke leher Kanaya yang seolah menantang dirinya untuk menggigit. Jika saja mamanya tak sedang berada di dekat mereka, Adnan sudah mengajak Kanaya ke tempat sepi untuk melumat bibir pucatnya itu.

1
Muhammad Malvien Laksmana
Luar biasa
Muhammad Malvien Laksmana
Biasa
Endah Windiarti
Luar biasa
Jessica
ceritanya bagus penulisan nya juga tertata g bikin jenuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!