"Kau hanyalah sampah yang dipungut dan dijadikan ratu oleh putraku. Bagiku sampah tetaplah sampah! Sampai dunia kiamat pun, aku tidak akan pernah merestui hubungan kalian!"
Cacian begitu menyakitkan telah dilontarkan oleh wanita tua, membuat gadis muda yang bernama Diana Prameswari hanya bisa menangis merutuki nasibnya yang begitu buruk.
Semenjak masih bayi dia sudah terpisah dari orang tua kandungnya, dia ditemukan di semak-semak dan dipungut oleh seorang wanita tua yang tidak memiliki keturunan.
Bertemu dengan seorang pria tampan yang begitu terobsesi oleh kecantikannya dan mengajaknya untuk membina rumah tangga, membuatnya bahagia. Diana berpikir keluarga dari suaminya akan merestui hubungannya, tapi sebaliknya, keluarga suaminya sangat membencinya karena ia hanyalah wanita miskin yang tidak memiliki apa-apa.
Mampukah Diana bertahan hidup bersama keluarga suaminya yang tidak pernah menghargainya?
Penderitaan seperti apa yang dirasakan Diana ketika tinggal bersama mertuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Dia Adikku
"Oh, dia itu adikku, Diva," jawab Arya.
"Diva?"
Entah apa yang membuat Alka menjadi penasaran dengan wanita yang sudah menyenggol punggungnya.
Bukannya suka, ia hanya merasa aneh dengan gelagat wanita yang menutupi mukanya dengan tisu, seperti ada yang tengah ditutupi oleh wanita itu.
"Iya, dia adikku, namanya Diva. Besok dia yang akan dibawa ke Singapura untuk pengobatan. Dia lagi sakit Al, habis kecelakaan."
Alka meneguk ludahnya kasar, tiba-tiba tenggorokannya seperti tercekat kembali mengingat Diana.
Yang ia takutkan, bagaimana jika Diana mengalami kecelakaan tanpa sepengetahuannya, bagaimana nasib istrinya di luar sana. Seandainya terjadi hal yang buruk, siapa yang akan menolongnya?
Pikirannya kembali kacau, kepalanya mendadak pening ingin menjerit keras memanggil Diana.
"Kamu kenapa Al? Apa yang tengah kau pikirkan?" tanya Arya.
Melihat temannya mendadak murung, ia yakin Alka kembali mengingat kenangan bersama orang yang disayanginya.
Arya memang pernah mendengar Alka tengah mengalami masalah yang begitu rumit, pria itu telah kehilangan istrinya, dan sebagai sahabat, ia hanya bisa mendoakan yang terbaik buat Alka, berharap Alka bisa bertemu dan berkumpul lagi dengan istrinya.
"Aku sedih banget Ar, sampai detik ini aku tidak tau istriku ada di mana? Aku hanya khawatir, bagaimana kalau sampai dia mengalami hal buruk di luar sana, siapa yang akan menolongnya? Istriku orangnya pendiam, dia tak banyak bicara, bahkan dia tak banyak mengenali orang sekitar, aku takut dia hidup menderita di luar, sedangkan aku tidak mengetahuinya."
Tangan Arya terulur mengusap punggung sahabatnya yang tengah dilanda kegelisahan.
Ia bisa memahami apa yang tengah dirasakan oleh sahabatnya, kehilangan seseorang yang sangat dicintainya sangatlah tidak mudah, apalagi diantaranya tidak ada yang memiliki masalah.
"Kamu yang sabar ya? Semoga saja kamu lekas ketemu sama istri kamu. Aku akan berusaha untuk membantumu agar bisa menemukan istri kamu. Sekarang tenangkan pikiran dulu, fokuskan untuk bekerja sembari mencarinya. Kalau memang kalian masih ada jodoh, tentunya kalian pasti akan dipertemukan kembali, walaupun dengan cara yang berbeda."
Alka kembali menitikkan air mata setiap mengingat Diana, dia pasti menangis.
Banyak janji yang dikatakan pada Diana sebelum kepergiannya.
Dia janji akan memberikan rumah baru agar bisa ditempati berdua saja tanpa ada campur tangan orang tua, tapi belum sempat ia membelikan rumah baru untuknya, Diana sudah pergi dan lenyap tanpa kabar.
"Aku berharap masih bisa bertemu kembali dengannya, Aku ingin menepati janjiku untuk memberikan rumah baru untuknya. Dulu waktu kami menikah, kami saling berucap janji untuk saling setia selamanya, tapi sekarang semuanya sirna, bahkan aku tidak mengetahui di mana keberadaannya saat ini. Aku merasa gagal menjadi seorang suami, aku tidak bisa menjaganya dengan baik, dan aku sudah mengabaikan keselamatannya."
Alka menghela nafas berat, begitu sebak di dada. Ia sengaja menyibukkan diri untuk bekerja, agar tidak semakin terpuruk oleh keadaan.
Menjadi seorang dokter memiliki tanggung jawab yang besar. Untuk mengurangi kegelisahannya, ia gunakanlah waktunya untuk bekerja dan bekerja.
"Ini bukan kesalahanmu, Alka, ini semua sudah menjadi garis takdir hidupmu, dan kamu nggak harus menyalahkan diri sendiri karena sudah ceroboh tidak bisa menjaganya. Mungkin memang ada campur tangan dari pihak keluarga yang membuat istrimu tidak betah berada di rumah, tapi kalau memang dia berniat untuk pergi, seharusnya dia menunggu sampai kamu pulang, atau bahkan menunggu mendapat izin darimu, nggak seharusnya pergi gitu saja."
Arya memang belum mengenali sosok Diana yang sudah menikah dengan Alka.
Di saat Alka melangsungkan pernikahan dengan Diana, tak seorangpun yang diundang, bahkan kepergian menyisakan pertanyaan besar buat Alka maupun kerabatnya.
****
Pagi-pagi sekali dokter Yuda sudah berkemas untuk segera pergi ke Singapura.
Semua sudah dipersiapkan, bahkan Diva sengaja menunggunya di dalam mobil karena tidak ingin ada seorangpun yang mengetahuinya, terlebih lagi melihat keburukan wajahnya.
Arya masih sempat sedikit mengobrol dengan Diva di dalam mobil sebelum keberangkatannya, dia berpesan agar Diva tetap tenang, tak harus takut saat menjalani operasi plastik untuk mengembalikan mukanya seperti sedia kala, walaupun sudah tidak bisa mirip seperti sebelumnya.
"Dek, jaga dirimu baik-baik ya, nggak usah takut, sebentar lagi kamu akan kembali cantik seperti semula. Andai saja kamu memiliki foto sebelum kecelakaan, mungkin bisa membantumu untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal, wajahnya bisa sama persis seperti sebelumnya," celetuk Arya.
Diva sebenarnya kurang setuju dengan operasi plastik yang akan dijalaninya, tapi ia sendiri juga risih melihat mukanya yang rusak hampir menyeluruh di area wajahnya.
"Kak, seandainya aku melakukan operasi plastik, apa mungkin keluargaku masih bisa mengenaliku? Aku khawatir, jika nanti orang tuaku nggak mengenaliku lagi bagaimana? Kasihan mereka, pasti mereka masih melakukan pencarian sampai sekarang."
Arya mengusap surainya dengan lembut, ada rasa tidak rela jika Diva kembali mengingat kembali dan meninggalkan keluarganya, bagaimana nasib ibunya jika sampai Diva kembali pada orang tuanya? Mungkinkah ibunya akan kembali depresi setelah delapan belas tahun hidup dalam penderitaan.
Beberapa hari Diva tinggal di rumahnya, ibunya dinyatakan sembuh delapan puluh persen, itu artinya dua puluh persen lagi ibunya akan sembuh total, tapi jika tiba-tiba Diva kembali mengingat jati dirinya, yang ada ibunya akan sangat kecewa, karena yang ia anggap anak kandungnya ternyata anak orang lain.
"Diva, untuk bisa memulihkan seratus persen wajahmu seperti semula rasanya tidak mungkin, tapi kalau delapan puluh persen aku rasa masih bisa. Ini hanya dugaanku, semoga saja kamu bisa puas dengan hasil operasinya. Tetap semangat, jangan ragu untuk kembali cantik. Jangan berpikir terlalu jauh dulu, pikirkan saja kesehatanmu, ada janin yang harus kamu pikirkan juga."
Diva menghela nafas dan hanya bisa pasrah mengikuti apa yang menjadi keputusan keluarga barunya.
Yang tak habis pikir olehnya, di saat ia tengah berbadan dua, tapi tidak tahu siapa Ayah dari calon anaknya, bahkan ia tidak mengingat sama sekali tentang hubungannya dengan seseorang, ia berharap, anak yang dikandungnya memiliki Ayah yang sah.
"Iya, kakak. Aku merasa lucu aja, hampir punya anak tapi nggak tau siapa Bapaknya? Apa dulu aku pernah menikah?"
Arya terkekeh menanggapinya. "Ya aku nggak tau juga siapa Ayah dari anakmu. Aku juga berharap kalau bayi ini memiliki Ayah, tapi kalau melihat cincin yang melingkar di jarimu, sepertinya itu cincin pernikahan."
Diva menunduk dan mengamati cincin yang membuatnya sering bertanya-tanya, dari siapa cincin itu didapatkan, atau mungkin dirinya benar-benar sudah menikah? Tapi kenapa, sampai saat ini tak satupun orang ada yang mencarinya? Atau memang keluarganya sudah melakukan pencarian, namun masih belum bisa bertemu.
Ia hanya bisa pasrah mengikuti jalan hidup yang Tuhan berikan.
"Oh, ya kak, bukannya tadi malam, di rumah ada tamu ya? Apakah itu saudara kakak?"
Diva yang masih terngiang oleh sosok pria yang sempat disenggolnya, namun ia tak berani menatap pria itu karena malu pria itu akan jijik melihat mukanya.
"Oh, cowok yang sama aku tadi malam itu? Dia itu rekan kerjaku, dan sekarang dia akan bekerja di rumah sakit Pelita Harapan, dan untuk sementara ini dia akan tinggal di sini bersama kita."
Diva melebarkan tatapannya, pastinya ia tidak berani keluar kamar jika pria itu akan tinggal satu atap dengannya.
Mengingat dirinya yang buruk rupa, akan sangat risih jika ada orang baru yang tinggal satu atap dengannya.
"Kakak, kenapa dia harus tinggal di sini, kenapa nggak ditempat lain saja, aku nggak mau ketemu sama dia kak, aku malu. Bagaimana aku bisa percaya diri bertemu dengan orang lain di saat keadaanku masih seperti ini."
Diva menekuk mukanya tak begitu suka dengan kehadiran orang baru di rumah Yuda.
Dia paham dan sadar tidak memiliki hak untuk melarang orang baru masuk ke rumah itu, tapi ia benar-benar tidak nyaman dengan keberadaan pria itu.
"Dek, kenapa kamu takut, dia belum sempat bertemu langsung sama kamu. Lagian sebentar lagi kamu akan segera diobati, percayalah, tidak seorangpun yang akan~~
"Kamu lagi ngobrol sama siapa Ar?"
Alka tiba-tiba menemui Arya dengan menepuk pundaknya, refleks membuat Arya yang tengah mengobrol dengan Diva terkejut.