pernikahan yang terjadi karena kebaikan seorang laki-laki yang ingin menyelamatkan teman perempuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kholifah NH2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waduh, Hampir Aja!
Malam itu Airin mendapat telfon dari Vina bahwa ia sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya dirumah. Ya, menjemputnya dirumah Pandu, sang paman. Tentu ini membuat Airin sedikit panik, karena bagaimana mungkin Vina akan menemuinya disana mengingat ia sudah tinggal dirumah Adrian.
Akhirnya Airin meminta waktu kepada Vina untuk menunggunya beberapa menit, karena ia hanya bisa memberi alasan kalau ia pun sedang tidak berada dirumah. Airin meminta waktu untuk kembali kerumah Pandu.
Setelah bersiap dengan terburu-buru, Airin bergegas mencari taksi. Namun saat ia sedang menyusuri jalan, sebuah motor sport hitam menghampirinya. Adrian, yang baru pulang dari bengkel, menghadang pencariannya.
"Istriku..."
"Mau kemana?."
"Rumah Om Pandu. Vina lagi OTW kesana."
"Ngapain?."
"Dia ngajak aku jalan, kamu bisa antar aku, nggak? Aku buru-buru."
"Yaudah." Adrian melepas helmnya dan ia pakaikan di kepala Airin. Istrinya itu hendak protes namun Adrian membungkam bibirnya,
"Nggak usah bawel, mau gue cium?."
"Ish! Masih sempet-sempetnya?!."
"Hahaha, yaudah naik."
Adrian mengendarai motornya cukup kencang, membuat Airin mau tidak mau harus memeluknya dengan erat dengan rasa khawatir yang sangat tinggi. Sungguh, ia tidak ingin celaka.
Tidak butuh waktu lama, Airin hampir tiba dirumah Pandu. Namun sebelum itu, Airin meminta Adrian menghentikan laju motornya, ia pun turun dan memberikan helm itu kepada pemiliknya.
"Kita ini naik motor atau karpet terbang, sih? Bikin jantungan."
"Hahaha, lo lupa waktu SMA gue pernah juara balap liar?."
"Ya, ya, ketua OSIS yang hampir dihukum gara-gara ketauan balap liar, hahaha."
"Heh, awas lo ya."
"Hehe, yaudah sana. Kamu pulang aja."
"Lo ngusir? Udah gue anterin, lho?."
"Terus? Kamu mau muncul didepan Vina? Bareng aku?."
"Ya, lo pergi aja sama Vina. Gue mau kerumah Om Pandu."
"Mau ngapain?."
"Silaturahmi."
"Hahaha, okey. Yaudah aku jalan duluan ya kerumah Om."
"Hm, gue juga mau beli makanan dulu buat Om sama Tante..."
"Hati-hati ya, kalo ada apa-apa telfon gue." Adrian menarik pinggang Airin, ia hendak mengecup bibir istrinya itu namun ia tahan, kecupannya pun berpindah ke keningnya. Rasanya kurang pantas jika ia melakukannya di keramaian.
"Jangan lupa kabarin."
"Iya."
Adrian pun pergi dari posisinya, meninggalkan Airin yang sedang tersenyum berseri-seri, "Adrian lebih keren naik motor ya..."
"Jadi...makin ganteng, hehehe..."
"Aduh, aku kenapa sih?."
Tiga jam sudah berlalu, sudah saatnya ia kembali karena Adrian sudah menunggunya hingga tertidur. Ya, Pandu menghubunginya dan mengatakan kalau Adrian tertidur dikamarnya. Airin pun segera kembali, beruntung malam itu ia telah mengantar Vina pulang kerumahnya.
Setelah mencuci tangan dan kakinya, Airin bergegas memasuki kamarnya. Dan benar saja, lelakinya itu sudah berbaring dengan mata terpejam diatas tempat tidurnya. Airin tersenyum, ia usap kepala Adrian dengan lembut. Setelah itu, ia pun berganti pakaian dan menyusul suaminya.
Namun, belum selesai dengan kegiatannya, Adrian sudah bangun dan memeluknya dari belakang. Airin terkesiap, ia baru memakai celana. Itu artinya, bagian atasnya masih terekspos, hanya menyisakan bra disana.
Adrian pun menarik pinggangnya, membuat Airin duduk di pangkuannya. Adrian menunduk, hidungnya menghirup dalam-dalam tengkuk istrinya itu. Sangat harum, aroma tubuh yang akhir-akhir sudah menjadi aroma favoritenya.
"Kangen." Adrian melontarkan satu kata, kepalanya masih bersemayam di leher jenjang istrinya.
"Kangen? Aku cuma pergi sebentar?."
"Lama. Tiga jam itu lama..."
"Nggak ngabarin lagi? Padahal gue udah bilang."
"Iya, aku minta maaf ya."
Airin sedikit mengubah posisi duduknya, kini ia bisa melihat wajah tampan suaminya yang masih terlihat mengantuk, "Mau tidur lagi? Yuk?."
"Udah nggak ngantuk, kan udah tidur..."
"Eh, ketiduran sih, nungguin istri yang asik hang out sama sahabatnya."
"Hahaha, maaf."
"Marah." Adrian berlagak acuh, ia memalingkan wajahnya,
"Ha? Kamu marah?."
"Hm."
"Hey?." Airin terkekeh, ia menangkup wajah Adrian agar laki-laki itu tidak lagi memalingkan wajahnya,
"Muka galak kayak kamu nggak cocok ngambek kayak gini, hahahaha."
"Nggak lucu."
"Hehe, yaudah...okey..."
"Maafin aku, ya?."
"Gak."
"Hmm? Aku cium, ya?."
"Ok."
"Hahaha, Adri- hmmp..." Kali ini Adrian berhasil membungkam mulut Airin, dengan caranya sendiri.
Ciuman itu kembali hadir, ciuman itu kembali membuat jantung mereka sama-sama berdetak kencang. Ciuman yang sama-sama mereka rindukan, ciuman yang menyalurkan perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka.
Keduanya mulai larut, tangan mereka saling mengunci, seakan tidak ingin ada sedikit pun jarak diantara mereka. Bola mata mereka pun saling bicara, tatapannya penuh cinta. Lambat laun, kedua mata saling menutup. Panas cinta mulai membara.
Adrian sudah melayang jauh, satu tangannya menyelinap masuk kedalam bra yang masih melekat ditubuh Airin. Jemarinya lihai, dengan lembut, jemari lentiknya bermain dengan bola kecil yang tumbuh dipuncak payu dara istrinya.
Adrian mulai menjelajah bebas. Satu tangannya sudah ia gunakan untuk melepas pengait bra dengan sangat mudah. Kini, satu-satunya penghalang itu sudah ia lempar entah kemana. Airin pun dibuat mabuk kepayang dengan setiap sentuhan lembut Adrian.
Lenguhan demi lenguhan yang Airin keluarkan, membuat Adrian semakin membara. Ciuman mereka terlepas, bibir Adrian mulai turun, menjelajah leher seputih melati yang selalu ia rindukan aromanya. Adrian berikan satu tanda merah disana, warna yang sangat kontras.
Masih sama-sama terbawa suasana, Adrian menatap wanita tercinta sejenak. Tatapannya berbicara, meminta persetujuan Airin sebelum bertindak semakin jauh. Dan entah bagaimana, Airin menyetujuinya. Ya, Airin sudah larut dalam suasana itu. Malam ini ia membebaskan suaminya untuk mengambil apa yang seharusnya sudah ia dapatkan sejak awal.
Adrian tersenyum, tangannya mengusap pipi Airin sebelum kembali melumat habis bibirnya. Tidak lama, kini ciuman itu sudah meluncur ke bawah, ke salah satu payu dara sekal Airin. Airin semakin meracau, tanpa sadar dadanya semakin membusung, tangannya pun mencengkram rambut lelakinya. Adrian telah membuatnya mabuk kepayang.
Namun sangat disayangkan, kemesraan mereka malam itu harus terganggu oleh panggilan telfon dari ponsel Adrian. Laki-laki itu sempat berdecak sebal. Sungguh, panggilan itu sangat mengganggunya.
Dan dengan sangat terpaksa, mereka harus mengakhiri setelah menerima telfon dari Inez. Mereka pun bergegas menyusul.
"Mama?."
"Adrian?." Sambil menangis, Inez berlari dan memeluk puteranya itu.
"Kenapa Papa bisa kayak gini, Ma?."
"Kecelakaan tunggal. Sepertinya karena Papa mengantuk."
"Mama tenang, ya. Papa pasti baik-baik aja." Adrian mencoba menenangkan Inez, ia hapus air mata yang membasahi pipi sang Mama.
"Mama jangan nangis lagi."
"Kamu dari mana? Kenapa nggak pulang?."
"Maaf, Ma. Adrian dirumah Om Pandu."
Jawaban Adrian membuat Inez melempar tatapan sengit pada Airin yang berdiri agak jauh dari mereka,
"Kamu udah punya istri, perhatian kamu ke Mama jadi berkurang..."
"Mama sendirian disini, sedangkan kamu sibuk berduaan sama istri kamu."
"Nggak gitu, Ma..."
"Lagi pula Adrian langsung datang kesini, kan..."
"Adrian minta maaf karena nggak ada disamping Mama."
Malas berdebat dengan Adrian, Inez memilih duduk untuk menenangkan diri. Sementara Adrian, ia hampiri Airin yang masih berdiri diposisinya. Ia tersenyum sambil mengusap pipi istrinya itu. Sesaat kemudian, kepalanya mendekat, ia membisikkan sesuatu pada Airin,
"Di leher ada tanda cinta, tuh."
"Ha?." Airin kelabakan, tangannya sibuk menutupi tanda yang dimaksud Adrian, membuat Adrian terkekeh dan langsung melepas jaketnya,
"Nggak bisa kalo cuma di tutup pake tangan, Sayang."
Beruntung jaket Adrian memiliki kerah yang lebih tinggi. Kini Airin bisa bernafas lega,
"Lo cantik banget, tau."
"Adriaaan?."
"Hehehe." Adrian menggenggam tangan Airin, ia bawa istrinya untuk duduk dikursi tunggu.
"Papa baik-baik aja, kan?."
"Pasti, Sayang. Berdoa aja."
Suasana koridor rumah sakit malam itu sangat hening. Airin, Adrian dan Inez kompak membungkam suara. Ketiganya terlihat sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya suara sepatu dari perawat yang berlalu lalang di koridor itu.
"Kak?..."
"Kakak?." Bersama seorang laki-laki, Mita menghampiri Inez,
"Gimana keadaan kak Henry?."
"Belum ada kabar, dokter masih di dalam..."
"Ini Reno, pacar kamu?."
"Ya, kak. Aku lagi sama Reno. Begitu Kakak telfon, aku langsung kesini..."
"Aku khawatir sama keadaan kak Henry."
Suara Mita memang terdengar cemas, tetapi Inez merasa malas menanggapi adiknya ini. Suasana hatinya sedang tidak baik. Semua pun hening kembali.
"Adrian?."
"Hm?."
"Aku pengen pipis, temenin."
"Sendiri aja, lah."
"Takut."
"Takut? Cemen banget."
"Adriaaan?."
"Hahaha, iya...ayo, Sayang."
Kepergian Airin dan Adrian dari kursi tunggu mengundang perhatian Inez dan Mita, keduanya saling melempar pandangan,
"Kayaknya mereka makin dekat, Kak?."
"Hm, bisa jadi...tadi Kakak sempat lihat bekas ciuman Adrian. Mungkin mereka udah-"
"Kak? Jangan sampai Airin hamil anaknya Adrian."
"Ya, Kakak tau. Dan hal itu nggak akan terjadi."
...•••••••...
Bersambung bestieee
Haduuhhh ritual malam baru dimulai, eehh ditunda 🤣 Adrian pun kecewaaaa🤪
readers kecewa juga nggak? Tenang, Tenang akan ku buat mereka lebih hot lagi nanti, tapi tidak semudah ituu wkwkw
Yg penasaran jgn Lupa tinggalkan jejak biar aku semangat update lagi 💝💖
🧑 gak
👧aku cium y
🧑 ok
sumpah ini mereka knpa siihh 😭😭 mood bgt bacanya