Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokumentasi
"Pasang spanduk posko, guys." Ujar Jingga, tangannya dilelehi minyak dari tahu isi yang sedang ia nikmati. Mencari-cari tissue namun berakhir dengan mengelapkannya di ujung kaosnya sendiri.
"Ntar gue bareng Zaltan yang pasang, Ga. Peralatan petukangan dibawa kan?" tanya Alby.
"Ada." Angguk Jovian, "udah gue taro dipisah deket gawang dapur." Tunjuknya ke arah belakang.
Semua sudah menempati posisinya, menjalankan tugas sesuai porsi, tanpa harus Jingga berkoar-koar.
Senja baru saja keluar dari kamar mandi, ini dia alasan anak-anak kkn 21 belum juga mandi, menunggu si princess satu itu.
"Kirain gue lo mau bangun istana dulu di kamar mandi, Nja?" Mahad bersuara.
"Gue dulu abis ini, ya." Nalula langsung beranjak dari tempatnya menenteng kembali tas perlengkapan mandi.
"Airnya abis La, mesti dikerek dulu..." ujar Senja yang langsung bergabung dengan rekan lain dimana baskom berisi gorengan masih terisi separuh dengan handuk melilit di kepala. Praktis pengakuan itu membuat Jovian dan Arlan menatap telapak tangan mereka yang memerah, "yang bener aja, Nja...tiga tempat gede begitu lo abisin sendiri?"
Dengan wajah tanpa dosanya Senja mengangguk, "biasanya satu torn malah."
"Lo mandi apa nyuci bangunan se rw?" tanya Arshaka, Maru hanya terkekeh melihat wajah mengenaskan Arlan dan Jovian, sebab keduanya lah yang pagi ini bekerja keras mengerek air untuk para gadis itu.
"Wah, kapan terakhir gue makan gorengan ya..." tangan-tangan berkutex-nya mencomot hati-hati tahu isi sekaligus lontong, "kayanya waktu smp deh." Ocehnya lagi.
"Guys, tolongin gue kerek air dong!" seru Nalula dari gawang dapur. Alby langsung beranjak dari tempatnya meski di mulutnya masih penuh dengan lontong, berikut tahu isi di tangan, "gue mau masang spanduk posko dulu...buru Zal." Ia menaruh sejenak handuk yang sejak tadi mengalung di lehernya.
Jovian saling senggol dengan Arlan yang kemudian memancing Mahad untuk bangkit dari tempatnya, tatapan mereka sempat lega, namun yang terjadi Mahad justru masuk ke dalam kamar laki-laki.
"Bang ke!" umpat Arlan.
Mereka cekikikan melihatnya, namun kini Maru yang beranjak membantu.
Jingga masih menahan Mei, Arshaka dan Maru yang baru selesai mengerek air untuk Lula.
"Weyyy, pak ketu, wakil sama sekre lagi pada serius, guys..." Arlan mengarahkan kameranya pada keempatnya.
"Ini bahan presentasinya udah masuk email lo, Ga." Ujar Mei diangguki Jingga.
"Udah kali, Ga...kasian Meidina belum mandi...tau sendiri, cewek kan lama mandinya, belum make up-an..." Vio bicara dari arah kamar tanpa melihat ke arah Jingga berada sebab ia lebih sibuk memoleskan eyeliner yang sampai mulutnya mangap-mangap.
*Dok...dok...dok*...
Dengan suara ketukan palu di pohon alpuket para gadis ini bahkan sudah bersolek, hanya tinggal Mei saja yang belum menyentuh air karena Jingga menahannya di sampingnya sepagian ini.
"Geser, By...kurang ke kanan. Terlalu ngiri itu!" seru Zaltan.
Pandangan mereka sesekali menatap kesibukan Alby dan Zaltan di luar sana. Begitupun Syua yang turut membantu, "elah, lo ngikut naik lah, Zal...bantuin Alby, biar gue yang liatin dari bawah."
Namun sejurus kemudian, ia tersenyum pada warga yang melintas dan cengo menengadah ke arah pekerjaan Alby, "ibu....kita mahasiswa dari Jakarta.." sapanya menyalami.
Arlan mengarahkan kamera pada mereka, dimana hal itu akan masuk ke dalam dokumentasi dan publikasi.
"Gue belum mandi Lan, coba shoot gue pas bagian depan. Jangan disitu, ketek gue keliatan basah..." ujar Alby.
"Udah selesai kan, Ga? gue mau mandi..." tanya Mei.
"Udah." Angguk Jingga yang juga sama-sama belum mandi termasuk Arshaka dan Maru.
Mei segera beranjak mengambil handuknya dan bergegas ke kamar mandi.
"Airnya masih ada ngga Mei?!" tanya Shaka. Namun cukup lama Mei tak menjawab ia akhirnya berteriak, "ada. Aman."
\*\*\*
Mei mengernyit melihat isian tempat air yang kosong, namun tak enak hati juga harus merepotkan Jovian atau Arlan dan anggota laki-laki lain.
"Coba-coba, gue juga pasti bisa lah...timbang kerek air segini doang..." gumamnya lirih menyampirkan handuk di tali tambang lalu menurunkan ember sambil melongok kecil ke arah sumur.
Ia lupa satu hal, jika pintu kamar mandi belum ia tutup bersama antrean manusia yang belum mandi di belakangnya.
Sebuah tangan tiba-tiba turut mendarat di tali kerekan, ikut menarik ember berisi air penuh dari kedalaman sumur.
Mei langsung menoleh cepat, "Ga. Ngapain?"
Wajahnya cukup keruh, "awas, biar gue aja yang kerek air. Kenapa ngga bilang kalo airnya abis sih?! Kan bisa diambilin..." omel Jingga, kini ia sedikit menurunkan tensi omelannya, "ngga liat tadi tangan Jovi sama Arlan sampe merah-merah begitu gara-gara kerek air? Ngga inget punya hemofilia?"
Mei sempat tertegun melongo namun tak urung menyerahkan tali kerekan itu untuk diambil alih Jingga. Mei tak tau, harus bagaimana ia bersikap sekarang....sikap Jingga membuatnya bingung.
Oke, tanpa berkata Mei hanya menyingkir ke arah gawang pintu kamar mandi seraya menatap punggung Jingga yang tengah mengerek air dari dalam sumur.
*Kamu*? Mei baru sadar jika kata itu terucap dari Jingga untuknya, lalu gue-lo?
Hanya bunyi deritan besi yang saling beradu tanpa minyak lah yang mengisi ruang kosong diantara mereka, sampai *byurrrr*.....air itu dituang dengan debit besar membuat Mei semakin hanyut memperhatikan badan tegap Jingga.
*Ga, lo kenapa sih*? Pertanyaan itu sudah berada di ujung tenggorokannya. Namun tak cukup berani untuk Mei kemukakan, ia terlalu takut jika pertanyaannya itu mengganggu Jingga. Ia cukup sadar diri dengan ucapan Jingga semalam yang mengatakan kehadirannya membuat lelaki itu merasa buruk. Lalu kenapa, ia harus selalu datang untuk membantu. Bisa biarkan saja Mei dengan segala kesusahannya, kah...Ga?
Jingga berbalik setelah semua wadah air terisi penuh air bersih.
"Thanks." Ucap Mei ketika Jingga melewatinya, entah sengaja atau tidak....tangannya sempat bersentuhan dengan tangan Jingga membuat Mei membeku sejenak di gawang pintu sempit itu sebelum akhirnya ia melangkah ke dalam kamar mandi dan Jingga menutup pintu kamar mandi untuk Mei.
Kkn 21 telah siap dengan jas hijau botol mereka, bahkan Mei tengah menyimpulkan tali sepatunya saat Zaltan meminta teman-temannya untuk segera berdiri di bawah spanduk posko berlatar rumah bu Sri demi potret dokumentasi mereka.
"Buruan guys.."
"Timer dong Zal!" pinta Senja yang telah berdiri di dekat Vio dan Lula.
"Udehh...20 detik." Jawabnya.
"Si alan. Gigi gue keburu kering bareng jigong-jigongnya!" seru Alby.
Mei segera bangkit, ia cukup bingung dimana harus berdiri, Lula sempat memberikan posisinya, namun Arshaka menariknya cepat hingga mau tak mau ia tergusur untuk berdiri benar-benar di dekat Jingga dan Shaka. Bahkan saking kuatnya ia tertarik, tak sengaja Mei menubruk Jingga, "sorry...sorry..." ucap Mei dan Shaka sendiri.
Zaltan berlari rusuh melesak dan berjongkok di bawah bersama Jovian dan yang lain, "gue timer 3 detik..."
Jepret!
.
.
.
.
eeeeh tapi ngapain jingga n mei didlm????
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik