KISAH PERJUANGAN SEORANG LAKI-LAKI MENGEJAR CINTA GADIS BERCADAR YANG BELUM MOVEON SAMA PRIA MASA LALUNYA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
"Dia kemana sih! Ada tamu bukannya nyambut! Malah ditinggal sendirian, gak diajak ngobrol! Jangankan ngobrol! Dibuatin kopi aja kagak! Apa-apa ngambil sendiri! CK!" Oceh lucky komat-kamit, menengak air minuman di botol kemasan yang disediakan dimeja kaca. Sejak 30 menit tadi, lucky seorang diri disini, menunggu Bella. Namun, wanita itu tak kunjung-kunjung datang membuatnya gundah.
Siang mulai bergeser menuju sore. Jam hampir menunjukkan pukul empat. Suasana masih sepi. Lucky sibuk menyantap cemilan ringan diruang tamu, tetap setia menunggu kedatangan Bella. Meski berjam-jam lamanya. Raut wajahnya bukan lagi sekedar kesal, namun jengkel bercampur heran dan bingung.
"Apa dia lupa ya? Ketiduran? Atau memang sengaja ninggalin gue disini?" Gumam lucky mulai menerka-nerka, pikirannya penuh pertanyaan.
Tatapannya tajam menembus dinding kosong didepannya, kakinya berulang kali menghentak di lantai, menciptakan suara ritmis menujukkan kejengkelannya. Sesekali ia melirik arlojinya, lalu menarik napas panjang.
Semakin lama menunggu, semakin resah. Perasaannya mulai campur aduk, kesal, jengkel, gelisah, penasaran dan entah apa.
Disela-sela menunggu. Bunyi dering dari hpnya memecah keheningan. Sekilas nama tak asing terpampang diponselnya.
Tanpa pikir panjang, ia mengangkatnya.
"Ya kenapa?" Tanya lucky dengan nada malas.
"Maaf tuan ganggu. tuan..... Anda dimana?" Tanya Nero—asisten lucky.
"Saya lagi dirumah orang, emang kenapa?"
"Tuan, mohon maaf lancang. Bukankah anda bilang mau mempelajari banyak hal tentang perusahaan ini lebih dalam lagi? Ada beberapa hal penting yang harus saya ajari dan tuan lihat secara langsung." Jelas nero. Pasalnya lucky memang baru mengurus perusahaan, maklum warisan.
Lucky memijat pelipisnya. "Saya tahu, nero. Tapi sekarang bukan waktunya. Saya lagi menunggu seseorang."
"Kalau begitu, Kapan bisanya tuan? Sudah beberapa hari ini, anda bolos bekerja dan saya lah yang menghandle semuanya sendirian." Cerocos nero diseberang sana, nadanya semakin tak sabaran.
"Sebenarnya kau yang bos atau saya sih?" Geram lucky emosi.
Nero terbungkam, hanya suara napasnya yang terdengar lewat sambungan telpon.
"Kau kirim videonya saja. Biar Saya bisa mempelajarinya lewat online, saya lagi malas ke perusahaan."
"Mana bisa gitu tuan! Kalau dipelajari lewat online dan langsung, hasilnya akan berbeda." Jawab Nero terdengar frustasi.
Lucky mengusap wajahnya, berusaha menahan gejolak emosi. "Aku tahu. Tapi sekarang bukan waktunya. Otakku lagi nggak bisa dipakai buat mikir angka dan laporan."
"Tuan… ini perusahaan warisan keluarga anda. Semua orang menunggu kepemimpinan Anda. Kalau Tuan terus begini, saya khawatir—"
"Nero!" potong Lucky tajam. "Kau pikir aku nggak ngerti tanggung jawabku? Aku cuma butuh waktu. Jangan paksa aku sekarang. Bekerja lah, aku bosnya disini! Aku yang membayar mu. Tugasmu itu menjalankan perintah, bukan menguliahiku!" Kesal lucky dengan suara meninggi.
"Maaf tua-"
Lucky langsung memutuskan panggilannya.
Ia mengusap wajahnya berulang kali secara kasar. memang benar perusahaan itu warisan dari keluarganya yang sempat dirampas keluarga Robert—pengusaha nomor 1 didunia sebelumnya, kini Robert dan keluarganya telah mati, dib*n*h olehnya secara diam-diam lewat bantuan yang diberikan arhan.
Tak ada satupun yang tahu dalang kematian mereka, bahkan publik. Selain lucky, arhan, Leon, Revan dan para pasukan milik Arhan. Dunia mengira kematian keluarga Robert karena sebuah tragedi tragis. Padahal, kematian itu adalah langkah strategis untuk merebut kembali apa yang telah dicuri. Hitung-hitung juga bentuk balas dendam lucky terhadap keluarga Robert yang tega menghabisi keluarganya sendiri, hingga menyisakan Revan dan dirinya saja.
Lucky menghembuskan napas berat. Bukan hanya tanggung jawab perusahaan yang membebaninya, tapi juga rahasia besar yang ia kubur dalam-dalam. Disembunyikan serapat mungkin dari pihak-pihak tertentu yang terus mengintai, gencar mengusut masalah kematian mereka. Dalam beberapa hari kebelakang, isi berita dimedia sosial, siaran dan platform lain, hanya membahas tentang kematian Robert dan juga kematian Arhan, tanpa ada topik lain.
Arhan putra Pratama lah yang membantunya merebut warisan keluarganya, sosok asing yang begitu berharga dalam hidup lucky. Namun, sayang, pria yang membantunya itu meninggal ditembak satu orang pengkhianat yang menyusup ke pasukannya. Hal itu membuat lucky sedih dan menangis tersedu-sedu, kematian arhanlah yang paling mengena dibandingkan keluarganya sendiri. Belum pernah ia sedih dan menangisi seseorang yang sudah meninggal separah itu, kecuali arhan. Jarak kematian Arhan kisaran 5 jam setelah kematian Robert dan keluarganya.
Disela-sela ia tenggelam dalam lamunannya sendiri. Suara langkah kaki disusul salam, menyentak kesadarannya. Lucky mengumpat dalam hati. Pasalnya ia tadi hampir nangis, namun terganggu dengan kehadiran mereka. Ia menoleh kesal ke arah para teman-teman yang berjumlah 13 orang (15 total semuanya jika ada Bella dan lucky).
"Lah! Lho ngapain disini bang?" Revan duduk dan mengajukan pertanyaan kepadanya.
"Lagi duduklah! Punya mata gak? Kalo punya, pake dong!" Ucap lucky ngegas.
"Santai aja kali bang, ngegas Mulu dari tadi. Lagi sensi tah? Abis ditolak mbak Bella! Hahaha!" Tawa Revan pecah.
Bugh!
Lucky menimpuknya dengan bantal sofa, tepat menghantam wajah Revan. Seketika tawanya lenyap. Revan mengerjab-ngerjabkan matanya bak orang linglung.
"Serius lu ditolak sama Bella, Luk?" Tanya Raka duduk disebelahnya.
Lucky menggeram kesal, menatap tajam Revan didepannya. "Ini semua gara-gara Lo setan! Ember banget mulutnya. Mereka jadi nanya-nanya kan!" Ucap lucky tanpa suara.
"Mampus!" Balas Revan tanpa suara dengan raut wajah mengejek, lalu menyeringai lebar.
"Sendirian aja disini bang?" Tanya eva—istrinya Revan.
"Iya, dari tadi sendirian Mulu."
"Mbak Bellanya kemana?" Tanya Sabrina mengedarkan pandangannya mencari-cari Bella.
"Nggak tahu! Kakak kamu tuh, menyebalkan sekali! Saya ditinggalin berjam-jam disini! Ada tamu bukannya disambut, malah dibiarin gitu aja. Mana orangnya gak balik-balik lagi!" Oceh lucky mengeluarkan unek-uneknya, mengadu pada Sabrina.
"Takut kali bang! Muka Lo soalnya muka-muka orang caboel! Makanya Bella was-was, milih ngindar!" Balas Revan bercanda dengan nada mengejek.
Lucky mendengus kesal. "Gak usah nuduh-nuduh Lo, muka baik-baik gini, bisa-bisanya dikatain muka orang caboel!"
"Memang muka orang-orang caboel! Suka maksa, suka menyentuh! Suka mengintimidasi lagi!" Suara Bella terdengar. Membuat semua kepala serempak menoleh.
"Suka ngintimidasi apa ya?" Tanya lucky mengerutkan keningnya, menatap gadis bercadar itu.
Bella menghempaskan bokongnya, duduk disamping Sabrina."Waktu maksa saya nemenin makan, terus ngomongin soal pacaran, habis itu... waktu ngeliatin saya, kayak mau telan hidup-hidup!"
Revan cekikikan. "Wah, bener-bener muka caboel, Bang!"
"Bohong! Gue gak pernah ngintimidasi kayak gitu ya..... Bella kamu jangan nuduh-nuduh ya. Saya kan cuman bertanya saja, alasan kamu gak mau pacaran. Oh, iya, kapan saya ngeliatin kamu ya? Perasaan saya ngeliatin makanan saya sendiri terus." Jelas lucky, menumpu sikunya diatas paha.
"Cieeee! Mbak Bella, udah makan duaan aja nih! Ehem!" Goda Sabrina mencolek-colek lengannya.
"Dinner date gak tuh!" Celetuk Revan ngakak, mereka ikutan tertular tawanya.
"Bukan dinner date. Saya cuman nemenin kakak kamu makan doang. Kalo nggak ditemenin ngamuk-ngamuk, marah-marah sama saya." Adu Bella melirik lucky sinis.
Tawa mereka terhenti. Semua mata tertuju pada lucky, sinis, kesal, bingung dan nanar.
Lucky menelan ludahnya susah payah. Ia mendelik tajam Bella, lalu mengalihkan perhatian. "Malam ini malam terakhir kan? Kalian pada ikut apa sih namanya tuh! Hajatan ya?"
"Tahlilan woi! Tahlilan!" Sahut mereka semua meralat.
"Nah itu maksud gue! Bukannya sama aja ya? Doa-doa terus bagiin makan?" Tanya lucky tak terlalu paham.
"Beda lah bang! tahlilan itu buat orang meninggal! Bukan pesta nikahan!" Sahut Kevin.
"Lo kira hajatan pas nikahan doang! Orang lahiran aja biasanya ngadain hajatan" Ketus Raka.
"Itu syukuran g*bl0k, syukuran! Bukan hajatan!" Sewot Revan yang mendapat teguran dari cewek-cewek.
"Mau syukuran! Mau hajatan! Mau tahlilan! Tetap sama aja! Sama-sama ngundang orang, terus makan!" Dengus lucky, menurutnya semua sama saja.
"Bedalah! Tahlilan itu bentuk doa buat orang yang udah meninggal, bukan sekedar kumpul terus makan!" sahut Raka, memutar bola matanya kesal.
"Iya! Kalau hajatan atau syukuran mah buat merayakan sesuatu. Lah ini buat kirim doa, bukan buat senang-senang," timpal Kevin.
Lucky mendengus kecil, "Ya intinya tetep makan bareng, kan?"
"Bang please lah.... Jangan disamain semua hal ke makanan!" Tekan Revan, menepuk dahinya.
"Sama aja lah! Ada doa, terus ngasih sesajen ke orang-orang!" Kata lucky membuat beberapa orang terbahak.
"Lo kira tahlilan itu upacara persembahan apaan?!" sahut Kevin sambil ngakak.
"Sesajen katanya! Woy itu namanya sedekah makanan, buat yang datang, bukan buat manggil makhluk halus!" Raka menimpali sambil menahan tawa.
Sean (adik Sabrina dan Bella) hanya menggeleng-gelengkan kepala, menatap Lucky dengan ekspresi nyaris putus asa. "Bang Lucky, tolong... belajar dulu bedain adat sama ibadah."
"Oke, gue salah. Tapi jujur, makanannya enak banget. Apalagi risolnya!" Jawab lucky mengganguk-nganggukan kepalanya.
Revan terbahak. "Lu punya banyak uang bang! Sisa beli doang!"
"Beda rasanya!"
"Beda kenapa? Risol tahlilan ada panjatan doa orang-orang gitu?" Tanya Revan cekikan.
"Bro berpikir risol bisa nganter doa ke alam kubur, konyol banget," sahut Raka sambil tertawa geli.
"Jadi maksud lo, arwah yang meninggal makan risol juga?" timpal Kevin menahan tawa.
Lucky ikut ngakak, "Kalau iya, gue jadi pengen pesenin catering sekalian, biar lengkap menu kuburnya."
Bella mendelik tajam. "Hei! Ini hal serius, tahu! Jangan dibecandain terus!"
Sabrina menepuk lengan Bella lembut. "Tenang, mbak. Mereka emang gitu semua, otaknya suka nyangkut di gorengan."
"Udahlah capek gue! Btw, Lo tahlil doang Luk?! Doa kagak apa kagak! Ngikut doang elah! Mending Lo ikut gue aja!" Ucap Raka sungguh.
"Ikut kemana?" Tanya lucky serius.
"Masuk Islam! Bismillah, asyhadu!" Kevin menyeletuk.
Lucky memutar bola matanya. "Nggaklah! Gue masih betah sama agama gue! Enak, nggak banyak larangan ini itu, mau mabok kek! Mau main cewek kek! Mau sesat juga gak masalah. Ibadah sesuka hati, mau nggak juga gak masalah sama sekali. Beda sama kalian! Ibadah setiap hari! Ribet! Capek!"
Mereka geleng-geleng kepala nyaris tak percaya.
"Astaghfirullah bang! Tobat bang! Tobat! Kenikmatan dunia cuman sesaat! Akhirat selamanya!" Sean elus-elus dada.
"Nggak lah! Malesin!" Jawab lucky bodoamatan.
"Gue juga dulu sama bro, suka mabok! Suka main cewek! Suka maksiat! Tapi lama kelamaan... gue ngerasa kosong. Hati gue kayak bolong. Duit ada, cewek banyak, tapi bahagia kagak." Ucap Aldo jujur lembut.
"Sama gue geh bang! Tapi cuman mabok doang! Sering minum kawa-kawa. Sekarang mah udah enggak! Bahaya buat kesehatan!" Jawab Revan menimpali.
"Kawa-kawa? Sorry..... Gue mah minumnya kayak whiskey premium atau wine." Jawab lucky menyeringai.
"Yang 10 juta tuh?" Tanya Aldo kaget.
"Apa 10 juta?" Para cewek-cewek langsung memekik kaget. Harga alkohol semahal itu? Yang bener aja.
"Heboh! Itu masih kecil! Ada yang lebih mahal lagi.... Bahkan harganya bisa sampe miliaran! Kalo buat pecinta alkohol! Itu mah hoby kesenangan, mabuk itu nikmat!" Kata lucky bangga, sengaja mengutarakan itu.
Mereka hanya bisa beristighfar sambil geleng-geleng kepala.
"Kurang-kurangi bang! Minuman yang memabukkan bisa menghilangkan akal sehat. Banyak bahayanya, ngerusak kesehatan!" Ujar Aldo menasehati abang-abangan.
Beberapa orang pun ikut menasehatinya. Lucky hanya mengganguk tanpa menjawab, menyimak sembari menyeringai tipis, sangat tipis menatap mereka semua, kecuali Leon, Bella dan Sabrina yang tidak menasehatinya sama sekali.
'beda banget cara menyampaikan nasehat antara arhan dan mereka. Jika arhan, menasehati seseorang tidak ditempat keramaian, tidak dengan suara tinggi, dan tidak pula mempermalukan. Tutur kata dia sangat lembut, mengajak orang yang ingin dinasehati ketempat sepi, diberi makanan, diajak obrol ringan dulu, setelah masuk. Baru eksekusi..... Han! Gue rindu Lo, cuman Lo doang yang bisa gue jadiin tempat cerita..... Kapan kembali lagi brother? Apa Lo gak bisa balik lagi ke dunia ini?' batin lucky tiba-tiba sendu.
"Weh, cateringnya dah Dateng semua.... Sisa persiapan aja malem ini! Yok!" Tanya Raka
"Kemana?" Tanya Kevin.
"Ikut ajalah!" Lucky beranjak.
*
*
Malam hari, usai salat Isya. Suasana kediaman itu ramai dipenuhi tamu dari berbagai kalangan—para tokoh elite, pengusaha, hingga warga sekitar, semua berkumpul untuk menghadiri tahlilan. Di antara kesibukan mengoper makanan dan menata hidangan, suasana terasa hangat dan penuh kekeluargaan.
Lucky tampak berjalan di antara kerumunan, membagikan botol-botol air mineral kepada para tamu. Beberapa bodyguard turut membantunya, menjaga ketertiban sekaligus membantu distribusi. Meski tampil sederhana malam itu, langkah Lucky menarik perhatian. Beberapa pasang mata, terutama dari para wanita muda, tak bisa menahan diri untuk sekilas melirik. Tatapan mereka mengikuti Lucky—ada yang terkagum, ada pula yang berbisik pelan dengan senyum malu-malu. Entah karena wajahnya, karismanya, atau karena namanya yang kini mulai dikenal luas. Yang jelas, mereka terpesona dengan pria matang sekaligus duda tersebut.
Fyi : belum ada yang tau bahwa lucky itu seorang duda, kecuali arhan, Leon dan Revan.
Para tamu mulai berpamitan pada Sabrina dan yang lainnya. Suasana yang semula riuh, mulai mereda, di gantikan dengan ucapan terimakasih dan doa. Lucky terdiam, sepasang matanya terus tertuju pada Bella yang sedang berdiri disamping Sabrina. Matanya menyipit, memerhatikan wajah Bella yang sangat sembab.
'dia seperti orang habis nangis? Ada apa? Kenapa dia sedih? Aneh!' batin lucky heran bercampur penasaran.
"Bang!" Revan tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya.
"Apa?"
"Mbak Bella tuh!"
"HM!" Lucky bergumam. "Van! Ikut gue bentar sini! Ada yang mau gue omongin sama Lo!"
"Oke!" Revan memang malas berbicara, sejak meninggalnya arhan. Tidak seperti dulu, yang selalu mengoceh panjang lebar, bahkan seringkali melawak.
*
Yang mau liat visual cek : cengzez_7