Diandra rukmana, gadis cantik yatim piatu, seorang guru bahasa indonesia, di sekolah dasar di kota M.
Berulang kali bermimpi dilamar oleh lelaki yang belum dia kenal.
Bagaimana jadinya jika dia bertemu dengan lelaki yang selalu ada di dalam mimpinya, bagaimana awal pertemuan mereka.
Akankah mereka berjodoh di dunia nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs.Ozora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Hari ini adalah hari perpisahan Dian dengan murid dan para rekan guru di sekolahnya.
Semua guru terkejut Dian mengundurkan diri, tapi juga senang karna Dian akan menikah.
Saat ini Dian sedang berkumpul dengan rekan gurunya setelah mengumpulkan semua murid di lapangan sekolah untuk berpamitan dengan semuanya.
"Kenapa mesti di kota B sih bu acaranya, kita jadinya ngga bisa hadir kan". Tanya salah satu guru.
"Ibu kan tau, disini saya hanya sendiri, sedangkan disana keluarga besar calon suami saja bu". Jawab Dian dengan senyum.
Di sudut lain ada seorang pria yang sedang mati matian menahan lukanya, tak bisa di pungkiri meski berusaha ikhlas, tapi dia masih saja merasakan sakit. Bagaimana tidak, cinta yang sejak bertahun tahun dia pendam harus berakhir tanpa permulaan.
Beberapa guru sudah masuk ke kelas untuk mengajar, tinggal beberapa guru bersama Dian. Wiwin memberanikan diri mendekati Dian.
"Di, bisa abang bicara berdua dengan kamu". Tanya Dian.
Dian sedikit ragu, takut menjadi masalah. Setelah beberapa detik berpikir, Dian pun mengiyakan ajakan Wiwin.
"Baiklah bang, abang mau bicara dimana". Jawab Dian.
"Apa boleh taman di belakang sekolah". Tanya Wiwin.
Dian hanya mengangguk, lalu berjalan di belakang Wiwin yang berjalan lebih dulu, sesampainya di taman belakang sekolah, Wiwin mempersilahkan Dian duduk di kursi panjang yang ada disana. Mereka pun duduk sedikit berjarak, karna Wiwin sangat menghargai Dian, apa lagi Dian akan segera menikah, takut ada fitnah.
"Abang ikut bahagia atas kebahagiaan kamu Di". Ucap Wiwin memulai obrolan.
"Terimakasih bang, Dian doakan abang secepatnya menemukan wanita yang akan mengisi hidup abang". Ucap Dian.
"Maaf karna sampai saat ini abang belum bisa menghilangkan rasa cinta abang sama kamu, kamu tau Di, rasanya sangat sakit, tapi abang tidak bisa berbuat apapun karna ini kesalahan abang sendiri". Ucap Wiwin penuh luka.
"Maaf karna tanpa sengaja Dian sudah menorehkan luka di hati abang, apapun ke depannya, Dian tetap menghargai abang, abang dan keluarga abang sudah sangat baik kepada Dian, selama ini keluarga Risa, Aini, dan keluarga abang yang mengisi kekosongan di hidup Dian yang sebatang kara ini, Dian sampai tidak tau rasanya sepi tanpa keluarga karna ada kalian di hidup Dian". Ucap Dian sedih.
"Bukan salah kamu Di, mungkin karna abang juga yang tidak pernah mencoba mendekati kamu sebagai lelaki, abang selalu menutup perasaan abang dengan kedok kakak adek dan persahabatan kita. Abang harap kamu selalu bahagia Di, jangan sungkan meminta bantuan abang jika kamu menemui kesulitan kedepannya". Ucap Wiwin.
"Terimakasih bang, Dian sangat berharap Abang dan keluarga abang bisa datang di hari bahagia Dian nanti". Ucap Dian.
"InsyaAllah Di, abang pasti akan usahakan, Bunda dan Ayah juga pasti akan meluangkan waktunya untuk anak perempuannya ini". Ucap Wiwin sambil mengacak rambut Dian.
Mereka lalu melanjutkan obrolan yang lebih santai, kadang keduanya tertawa jika teringat masa lucu yang pernah mereka lewati. Hingga dering telfon Dian menghentikan mereka.
"Maaf bang, Dian angkat telfon dulu". Ucap Dian kepada Wiwin.
Wiwin hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Assalamu'alaikum mas". Sapa Dian kepada Irul.
Yah, yang menelfon Dian adalah Irul sang calon suami.
"Wa'alaikumussalam sayang, bagaimana acaranya, jam berapa mau mas jemput". Tanya Irul di sebrang sana.
"Acaranya udah selesai kok mas, mas bisa jemput aku sekarang". Jawab Dian.
"Oke sayang, mas akan jalan sekarang, I love u sayang". Ucap Irul.
"Hati hati mas bawa mobilnya, ngga usah ngebut yah, love u more sayang". Ucap Dian.
Setelah memutuskan telfon, Dian pun menatap Wiwin yang tersenyum kikuk. Mendengar kemesraan Dian dan calon suaminya membuat dia salah tingkah.
"Maaf bang, mas Irul udah mau jemput Dian, Dian mau pamit dulu sama kepala sekolah dan rekan guru yang lain". Ucap Wiwin.
"Boleh abang antar, sekalian berkenalan dengan calon suamimu". Tanya Wiwin.
Dian pun mengangguk.
Setelah berpamitan dengan semua, Dian keluar menuju halaman sekolah, tidak lupa berpamitan kepada satpam penjaga sekolah.
Tidak lama, mobil Irul berhenti depan pagar, Dian pun menghampirinya di ikuti oleh Wiwin.
Irul yang melihat Dian di temani oleh Wiwin tanpa menunggu lama langsung keluar dari mobil, dia tidak mungkin membiarkan wanita berlama lama dengan pria lain meski itu hanyalah teman seprofesinya.
"Maaf sayang kamu udah lama yah". Ucap Irul yang tanpa sungkan mengecup kening Dian.
Dian hanya pasrah dengan kelakuan calon suaminya ini, meski sedikit malu karna mereka sedang berada di lingkungan sekolah, dan tentu Wiwin dan pak satpam pasti melihatnya. Sedangkan di sisi Wiwin, dia tersenyum kecut melihat perlakuan Irul yang begitu manis kepada Dian.
"Aku juga baru kok mas disini, oia mas kenalin ini bang Wiwin, bang Wiwin kenalin ini mas Irul". Ucap Dian memperkenalkan kedua pria yang berada di dekatnya.
"Irul Abdullah, calon suami Dian". Ucap Irul dengan tegas sambil menjabat tangan Wiwin.
"Saya Wiwin Syahputra teman Dian". Jawab Wiwin.
Sebagai sesama lelaki, Wiwin merasakan ketidak sukaan Irul kepadanya, tapi dia mengerti, mungkin Dian sudah menceritakan tentang dirinya kepada Irul.
Sedangkan Dian yang merasakan kecemburuan sang calon suami pun menggandeng lengan Irul lalu pamit kepada Wiwin.
"Bang, kami pamit dulu yah, sampaikan salam Dian kepada Ayah sama Bunda, jangan lupa datang". Ucap Dian tersenyum.
"InsyaAllah Di, abang usahakan datang bersama Ayah dan Bunda". Ucap Wiwin.
"Pak Irul, saya titip Dian, Dian sudah seperti adik saya, tolong jangan pernah menyakitinya". Ucap Wiwin kepada Irul.
"Pasti". Jawab Irul tegas.
Setelah kepergian Irul dan Dian, Wiwin masih tak bergeming di tempatnya, dia menatap kepergian Dian dengan luka, hingga ucapan pak satpam menyadarkannya.
"Sabar ya pak Wiwin". Ucap pak satpam dengan nada bercanda.
Wiwin hanya tertawa, lebih tepatnya memaksakan tawanya.
"Bapak ini, ya sudah saya masuk dulu ya pak". Ucap Wiwin.
Sedangkan di dalam mobil Irul lagi lagi mendiamkan Dian karna rasa cemburunya.
"Udah dong mas, kita mau fitting baju loh, kalo mood mas buruk kayak gini lebih baik kita tunda aja kebutik Aini". Ucap Dian.
Dian sedari tadi sudah mencoba merayu Irul, membuat mood Irul kembali baik, hingga di lelah karna Irul tetap diam.
Irul pun menepikan mobilnya, lalu membuang napas dengan berat. Rasa cemburunya benar benar tidak bisa dia tahan.
"Mas, udah yah, maaf udah buat mas cemburu lagi, tapi bang Wiwin hanya ingin berkenalan dengan mas". Ucap Dian sambil mengelus lengan Irul.
"Mas ngga bisa tahan rasa cemburu mas sayang". Ucap Irul lagi lagi menghela napas.
"Sini peluk aku supaya mas tenang". Ucap Dian merentangkan tangan menghadap Irul.
Tanpa menunggu lama, Irul langsung menerjang tubuh wanita yang sangat di cintainya itu, di peluknya erat tubuh Dian lalu mengecup kepala Dian tanpa henti.
Dian membalas pelukan Irul tak kalah erat, dia berharap dengan ini dapat menenangkan hati Irul yang di landa rasa cemburu.
Setelah Irul merasa tenang, dia pun melonggarkan pelukannya, menatap Dian lembut, lalu mengecup kening Dian sedikit lama. Setelah Irul melepas kecupannya, Dian lalu mengelus rahang Irul.
"Sudah tenang sekarang". Tanya Dian yang mengelus rahang Irul.
"Terimakasih sayang, kamu selalu punya cara untuk menenangkan mas". Jawab Irul.
"Sama sama sayang". Ucap Dian.
"Coba sekali lagi, jarang jarang kamu manggil mas sayang". Ucap Irul.
Dian yang di goda seperti itu memukul pelan dada bidang sang calon suami. Sedangkan Irul malah tertawa melihat respon Dian yang masih saja malu malu.
"Kita lanjut ke butik Aini ya sayang". Ucap Irul.
"Iya mas, Aini juga pasti udah nungguin kita". Jawab Dian.
Sesampainya di butik Aini, Dian di sambut oleh asisten Aini, dia mengantarkan pasangan yang akan segera melangsungkan pernikahan itu ke ruang pribadi Aini.
Jika klien yang lain hanya akan bertemu dan berbicara di ruang tamu yang memang Aini sediakan untuk para pelanggan. Berbeda dengan tamu spesial kali ini, Aini meminta asistennya untuk mengantarkan mereka ke ruangan pribadinya langsung.
"Maaf bu mengganggu, bu Dian dan calon suaminya sudah datang". Ucap sang asisten kepada Aini.
Melihat sang sahabat, Aini pun menghampiri Dian dan memeluk sahabatnya itu yang sebentar lagi akan sulit untuk bertemu dengannya.
"Aku udah nungguin kalian dari tadi, duduk beb, bang mari duduk dulu". Ucap Aini kepada kedua pasangan di depannya.
"Tunggu bentar ya bang". Ucap Aini.
Aini menghubungi sang asisten terlebih dahulu agar membawakan minuman dan cemilan untuk mereka.
"Ngga perlu repot repot dek". Ucap Irul.
Yah, mulai dari pertemuan di cafe, Irul sudah mulai bersikap lebih santai kepada Aini dan Risa, dia sudah menganggap kedua sahabat sang calon istri seperti adiknya sendiri.
"Ngga repot kok bang". Ucap Aini.
"Oia sambil nunggu minuman kita datang, abang dan Dian silahkan liat liat contoh gaunnya dulu". Tambah Aini.
Dian pun melihat contoh gaun yang ada di tablet yang di berikan oleh Aini, ada beberapa yang buat Dian tertarik dan ada beberapa yang di tunjuk oleh Irul.
Dian meminta pendapat dari sang sahabat yang lebih mengerti tentang bahan dari gaun yang dia dan Irul mau, dan Aini pun lebih memilih gaun yang di tunjuk oleh Irul, karna selain modelnya yang bagus juga bahannya yang terbuat dari bahan yang nyaman ketika di pakai, hingga Dian tidak akan kegerahan atau keberatan jika memakainya. Dan gaun itu adalah gaun yang harganya lebih mahal di bandingkan dengan semua gaun yang dia lihat tadi.
Awalnya saat mendengar harga gaunnya Dian menolak, tapi Irul kekeh untuk memilih gaun itu, dan Dian pun hanya bisa pasrah mengikuti sang calon suami.
Berpapasan dengan asisten Aini yang sudah membawakan minuman dan cemilan, mereka menghentikan sejenak kegiatan mereka, menikmati hidangan yang ada di depan mereka lebih dulu sebelum lanjut memilih pakaian untuk Irul.
Irul menyerahkan seutuhnya kepada Dian untuk memilih pakaian yang akan dia pakai di acara akad dan resepsi.
Dan di bantu oleh Aini. Dian pun memilih dua gaun untuknya dan dua jas lengkap untuk Irul yang tentu senada dengan gaun yang akan di pakai oleh Dian.
"Terimakasih ya beb bantuannya". Ucap Dian kepada Irul.
"Sama sama sayangku, aku doakan pernikahan kalian lancar". Ucap Aini.
"Aamiin". Jawab Dian dan Irul kompak.
"Oia, abang juga memesan seragam untuk kamu dan Risa, juga Lisa, abang serahkan kepada kamu untuk memilih, jangan lihat harganya, pilih yang mana yang nyaman untuk kalian, abang juga minta pilihkan jas untuk calon suami kamu, Umar dan Khalil, tentunya yang juga senada dengan kebaya kalian". Ucap Irul.
"MasyaAllah terimakasih bang sudah mempercayakan semuanya pada butik kami". Ucap Aini.
"Sama sama dek, untuk notanya semua bisa kamu kirim ke abang langsung, jangan lupa nomer rekening kamu, nanti abang transfer". Ucap Irul.
"Siap bang". Jawab Aini.
Setelah berbincang sedikit, Irul dan Dian pun pamit pulang.
DI DALAM MOBIL IRUL
"kita makan di restoran aja ya sayang". Tanya Irul.
"aku terserah mas aja". Jawab Dian.
Irul melihat ada restoran yang tidak jauh dari butik Aini, ia pun memilih restoran itu, tidak ingin Dian kelaparan jika harus mencari restoran yang lebih mewah. Baginya yang terbiasa bertemu dengan kalangan bawah, makan di rumah makan kecil sekalipun dia tidak masalah. Begitu pun dengan Dian, dia tidak pernah meminta macam macam kepada Irul, tidak seperti wanita lain yang selalu ingin terlihat mewah.