Hana berbahagia karena dia bisa menikah dengan pria yang ia cintai dalam diam sejak dia masih berumur enam tahun.
Sedangkan Alaric berwajah lesu karena dia terpaksa mau menikah dengan Hana demi keselamatannya dan demi menuruti kemauan neneknya. Neneknya Alaric mengetahui hubungan terlarangnya Alaric dengan Istri orang. Neneknya Alaric kemudian menutupi perbuatan bejat Alaric dengan berkata kepada suami dari selingkuhannya Alaric bahwa Alaric tidak mungkin berhubungan dengan wanita yang sudah menikah itu karena Alaric sendiri pun sudah menikah. Suami dari wanita itu kemudian melepaskan Alaric dengan catatan dia butuh bukti pernikahannya Alaric.
Namun, bukannya sembuh dari kelakuan bejatnya, setelah menikah dengan Hana, Alaric masih tetap berhubungan dengan wanita yang sudah bersuami itu.
Lalu, bagaimanakah nasib Hana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berubah
Alaric memimpikan masa lalu saat dia masih kecil. Dia berada di balik rerumputan dan melihat kedua orangtuanya ditembak di kening. Mulutnya dibungkam oleh seorang dari arah belakang lalu dia digendong pergi dari sana.
Alaric mengigau, "Mama ......Mama......Mama"
Lalu, pria tampan itu bangun dan langsung duduk tegak dengan wajah penuh peluh, kedua matanya membeliak kaget.
Setelah sadar bahwa itu hanyalah mimpi, Alaric menoleh pelan ke kanan dan langsung bergumam lirih, "Kau sinting, Ric! Anak sekecil ini kau hajar tiga ronde. Kau Iblis, Ric!" Alaric menjambak rambut cepaknya dan saat dia melihat Hana bergulir ke kanan, kedua alis pria tampan itu sontak terangkat ke atas secara bersamaan dan rahangnya tertarik ke bawah.
Ada bercak darah di sprei.
Alaric meraup wajah tampannya lalu menarik selimut untuk menutupi bercak darah dan tubuh Hana yang polos.
"Pantas saja rasanya sangat menggigit dan membuatku lupa diri. Hana masih perawan dan aku yang sudah membuka segel kesuciannya Hana dengan kasar dan sangat brutal" Alaric kembali meraup wajahnya lalu pria tampan itu melompat turun dari ranjang dengan rahang mengeras.
Dia memunguti semua baju yang berserakan di lantai lalu melangkah lebar ke kamar mandi. Dia jejalkan semua baju kotor ke dalam kantong plastik khusus laundry lalu dia mengguyur kepalanya dengan air dingin sambil bergumam, "Maafkan aku Hana........."
Lalu, Alaric menegakkan wajahnya dan menatap bayangannya di cermin, "Tidak! Untuk apa aku meminta maaf? Hana adalah putri dari b*j*ng*n itu. Hana pantas mendapatkan hukuman. Hana harus membayar semuanya selama b*j*ng*n itu belum tertangkap"
Alaric lalu menjotos kaca di depannya dan mengarahkan kepalan tangannya yang berdarah di bawah keran dengan isak tangis. Alaric kemudian berjongkok dan menangis sejadi-jadinya di sana. Pria tampan itu kemudian bergumam di sela isak tangisnya, "A......aku harus melakukan apa sama kamu Hana, hiks, hiks, hiks. Mencekik kamu sampai mati atau......hiks, hiks, hiks" Alaric menjambak rambutnya dan berteriak, "Arrghhhhhh!!!!!"
Setelah mengelap wajah dan seluruh badannya dengan handuk besar, Alaric memakai piyama dan membalut luka di buku-buku jari tangan kanannya dengan perban antiseptik. Saat dia keluar dari dalam kamar mandi, dia melihat Hana masih meringkuk pulas di atas ranjang. Tiba-tiba ia mendengar nada dering telepon genggamnya meraung-raung kencang, pria tampan itu celingukan mencari keberadaan telepon genggamnya dan saat dia menemukan telepon genggamnya ada di atas sofa, pria tampan itu menyambar telepon genggamnya kemudian berlari keluar dari dalam kamar sambil menerima panggilan masuk, "Halo, ada apa Bim?"
"Kita belum menemukan keberadaannya Non Nana, Bos"
Alaric meraup wajahnya sambil bergumam kesal, "Sial! Aku lupa soal Nana. Bagaimana dengan CCTV hotel?"
"Sama sekali tidak ada rekaman tentang Non Nana, Bos dan ada masalah yang jauh lebih penting, Bos"
"Apa itu?" Alaric menyisir kasar rambutnya dengan jari jemari.
"Nyonya besar dan Bu Dona belum kembali dari perjalanan dinas mereka. Seharusnya mereka sudah kembali lima jam yang lalu. Ponsel mereka tidak aktif dan......."
"Kenapa kau tidak langsung meneleponku?!"
"Saya terus menelepon Anda, Bos. Tapi, Anda tidak mengangkat panggilan telepon dari saya"
"Sial! Ini sudah jam dua dinihari" Alaric melirik jam di dinding. "Tunggu sampai pagi, maka kita pulang ke ibukota dan kita cari keberadaannya Nenek. Lalu, siapkan kontrakku dengan Hana"
"Lho, katanya Anda tidak akan pernah menceraikan Non Hana?"
"Diam! Jangan banyak tanya dan ganti rentang waktunya. Buat menjadi tiga tahun karena aku butuh lebih banyak waktu untuk membereskan semua urusanku dengan Wan Yu dan antek-anteknya"
"Baik, Bos"
Klik! Alaric mematikan telepon genggamnya dan kembali melangkah ke kamar.
...❤️❤️❤️❤️...
"Sudah bangun?"
Hana refleks menarik selimut sampai ke leher dan menoleh pelan ke asal suara. Dia melihat Alaric duduk menyilangkan kaki dan bersedekap dengan wajah menakutkan di atas sofa single yang berada di sisi kanan ranjang.
Hana mencengkeram erat kedua ujung selimut dan berkata dengan genangan air mata di pelupuk mata, "Kak.........ke.....kenapa Kakak tega me.....melakukannya? Bu..... bukankah Kakak bilang kalau Kakak akan...........hiks, hiks" Hana terisak menangis saat dia melihat Alaric hanya memandangnya dengan tatapan dingin.
Maka menangislah Hana dan gadis cantik itu melanjutkan ucapannya di sela isak tangisnya, "Kakak jahat, hiks, hiks, hiks"
Alaric bangkit berdiri lalu memasukkan tangan ke saku celananya dan berkata, "Mulai sekarang jangan memanggilku Kakak! Aku bukan Kakak kamu, camkan itu! Panggil aku Pak ketika kita ada di kampus, panggil aku Presdir saat kita ada di kantor karena mulai hari ini aku butuh sekretaris pribadi dan aku mau kamu yang jadi sekretaris pribadiku. Lalu, pas kita ada di rumah panggil aku, Mas!"
Hana yang masih terisak membeliak kaget lalu bertanya di sela isak tangisnya, "Kenapa Kakak........"
"Kita di rumah sekarang, jadi panggil aku Mas!" Bentak Alaric dengan mata melotot.
Hana menelan air liurnya karena kaget lalu kembali berkata di sela isak tangisnya, "Ke......kenapa Mas jadi seperti ini dan........."
"Jangan banyak tanya! Jangan berisik! Mulai sekarang dan seterusnya kalau berada di dekatku kamu jangan berisik! Ngerti?!" Alaric semakin melotot ke Hana.
Hana mengangguk dengan wajah penuh tanda tanya dan derai air mata. Dadanya terasa sesak, titik sensitifnya di bawah sana terasa nyeri, dan sekujur tubuhnya terasa pegal. Hana duduk semakin tegak dan tegang. Dia belum pernah melihat Alaric menatapnya sedingin itu. Dia juga belum pernah dibentak oleh Alaric.
"Buruan mandi dan aku menunggumu di meja makan. Kita makan dan pulang" Alaric berkata sambil melangkah lebar meninggalkan Hana.
"Nana......Nana apa sudah......."
"Diam! Bukankah aku barusan bilang sama kamu, kalau berada di dekatku kamu harus diam! Jangan berisik dan jangan banyak tanya!"
"Ba.....baik" Sahut Hana dengan wajah menunduk dan semakin keras isak tangisnya.
Alaric berbalik badan dengan cepat dan pergi meninggalkan Hana. Karena jauh di lubuk hatinya, pria tampan itu tidak tega melihat Hana menangis dan ketakutan. Tapi, dendam membuatnya mengabaikan jeritan hati nuraninya.
Hana menatap punggung Alaric dibalik genangan airmata lalu gadis cantik itu memejamkan mata rapat-rapat dan menangis sejadi-jadinya sambil bergumam, "Apa salahku?"
Lalu, dengan perlahan Hana turun dari atas ranjang dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah yang tertatih-tatih. Hana mengusap air matanya dan bergumam di dalam hatinya, "Aku tidak boleh cengeng"
Hana berdiri di depan cermin dan terkesiap kaget saat melihat leher, bahu, dan dadanya penuh dengan tanda bulat kecil yang berwarna merah kebiruan. "A.....aku...apakah ini tanda kalau aku sudah tidak perawan?" Hana meraba pelan semua tanda merah kebiruan di tubuhnya. Lalu, mengusap tetes air mata yang jatuh di pipinya sambil bergumam, "Aku tidak boleh menangis. Kak Aric adalah Suamiku. Dia berhak melakukannya"
Hana kemudian menghidupkan keran air dan mendesis kesakitan saat dia menyentuh titik sensitifnya.
...🔥🔥🔥🔥...
Sepuluh menit kemudian, Hana berjalan dengan kaki diseret pelan lalu dia duduk di depan Alaric dengan perlahan karena inti sensitifnya masih terasa sangat nyeri. Lalu, dia mengambil dan memakan sandwich yang ada di depannya tanpa mengeluarkan suara. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dan hanya berani bertanya di dalam hati, Nana di mana? Apa Nana masih tidur?
Alaric makan tanpa melihat Hana. Pria tampan itu terus menunduk. Setelah menenggak habis kopinya, Alaric bangkit berdiri dan berkata sambil berjalan, "Kita berangkat sekarang!"
Hana tersentak kaget dan langsung meletakkan sandwich yang baru dia gigit sebanyak dua kali. Hana lalu meminum jus jeruk di depannya dengan cepat kemudian mencoba melangkah lebar mengikuti Alaric, tapi karena intinya masih terasa sangat sakit, Hana terjatuh dan berteriak, "Aduh!"
Alaric menghentikan langkahnya lalu berbalik badan, "Jalan saja tidak becus! Dasar bodoh!" Alaric lalu berjalan mendekati Hana lalu pria tampan itu membopong Hana.
Hana merangkul leher kokoh suaminya dengan menatap wajah suaminya dan bergumam, Kak Aric masih memiliki hati yang baik ternyata"
"Jangan kepedean! Aku membopongmu karena aku kesal melihat wanita bodoh kayak kamu yang jalan saja bisa jatuh"
Hana lalu menunduk dan bergumam di dalam hati, apakah ini benar Kak Aric? Kenapa dia beda banget dengan Kak Aric yang aku kenal?"
Alaric mendudukkan Hana di jok belakang sambil berkata, "Kamu tidak layak duduk di jok depan di sampingku! Karena kamu hanyalah gadis simpananku kalau di rumah dan sekretarisku kalau di kantor"
Hana hanya bisa menatap punggung Alaric yang sudah duduk di jok kemudi dengan wajah penuh tanda tanya. Dia tidak berani bertanya karena dia takut kena bentak.
Alaric melajukan mobilnya dan berkata, "Nana belum ketemu dan itu karena keteledoran kamu. Nenek dan Ibu kamu juga menghilang. Setelah kita sampai di ibukota aku akan langsung pergi mencari Nana dan Nenek. Kamu diam di rumah dan jangan keluar rumah sampai aku datang. Ngerti?!"
Hana menganggukkan kepala.
"Kenapa diam saja?!"
"Hana sudah mengangguk, Mas"
"Kenapa mengangguk? Aku, kan, nggak bisa lihat anggukan kamu"
"Kata Mas, aku nggak boleh berisik dan......."
"Tapi, kalau aku ajak bicara dan aku nanya, kamu wajib jawab!"
"Baik, Mas"
Alaric mendengus kesal kemudian diam seribu bahasa.
Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Kenapa Nana, Nenek, dan Ibu menghilang? Semoga mereka baik-baik saja dan segera ditemukan. Amin. Batin Hana.
🌹🌹 buat author.