NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Dengan Mantan

Cinta Terlarang Dengan Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Angst / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:215
Nilai: 5
Nama Author: Vitra

" Iya, sekalipun kamu menikah dengan wanita lain, kamu juga bisa menjalin hubungan denganku. Kamu menikah dengan wanita lain, bukan halangan bagiku “ Tegas Selly.

Padahal, Deva hendak di jodohkan dengan seorang wanita bernama Nindy, pilihan Ibunya. Akan tetapi, Deva benar - benar sudah cinta mati dengan Selly dan menjalin hubungan gelap dengannya. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan antara ketiganya ? Akankah Deva akan selamanya menjalin hubungan gelap dengan Selly ? atau dia akan lebih memilih Nindy ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vitra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Goresan Luka

Esok paginya, Martha dan Lisa mulai berkemas untuk pulang. Lisa telah memasukkan semua barangnya ke dalam koper. Setelah itu, ia keluar dari kamarnya dan menghampiri kamar Martha.

Tok tok tok.

Mendengar suara ketukan pintu, Martha segera bergegas membukanya.

"Oh, kamu, Lis. Sini masuk. Kamu sudah memastikan semua barangmu terbawa?" tanya Martha dengan ekspresi datar.

"Iya, aku sudah pastikan tidak ada yang tertinggal. Aku sudah berkemas sejak semalam," jawab Lisa.

Martha terlihat sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam koper. Sementara itu, Lisa hanya duduk di sofa kamar Martha sambil memperhatikan isi ruangan tempat temannya itu beristirahat.

Pandangan Lisa tertuju pada beberapa barang di kamar itu. Terlihat sebuah vas bunga yang pecah dan beberapa barang yang seharusnya berada di atas meja, kini berserakan di lantai—seperti handuk dan pengering rambut. Bahkan kaca lemari terlihat sedikit retak. Melihat kondisi kamar itu, Lisa semakin yakin bahwa Martha sedang tidak baik-baik saja.

"Aku sudah selesai. Ayo, kita sarapan dulu, lalu langsung pulang," ajak Martha.

"Oh, oke. Yuk, kita sarapan dulu," sahut Lisa.

Jika diperhatikan lebih saksama, selama seminggu terakhir ini Martha selalu mengenakan baju lengan panjang. Padahal Lisa sangat tahu, Martha biasanya lebih nyaman memakai baju berlengan pendek—terlebih di kota ini yang udaranya cukup panas.

Mereka segera mengantre untuk mengambil menu sarapan prasmanan di hotel. Saat berdiri di belakang Martha, Lisa sempat melihat ada goresan di pergelangan tangan Martha. Bagian pergelangan tangannya terlihat karena lengan bajunya sedikit tersingkap saat ia mengambil makanan. Warnanya masih merah terang—sepertinya luka baru. Setelah selesai mengambil makanannya, Lisa dan Martha segera menuju ke meja makan.

"Mar..." panggil Lisa pelan.

"Iya," jawab Martha dengan nada datar.

"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Lisa, cemas.

Martha menghentikan gerakan makannya dan hanya menatap Lisa beberapa detik. Kemudian, ia menundukkan kepala sambil memilah-milah makanannya.

"Iya, aku baik-baik saja."

Namun, ekspresi Martha tampak berbeda dengan apa yang ia ucapkan. Lisa semakin yakin bahwa sahabatnya itu menyembunyikan sesuatu.

"Kamu tidak perlu ragu, Mar. Kalau kamu ingin bercerita, ceritakan saja padaku. Kita sudah berteman lama. Percayalah, aku bisa jadi tempatmu menumpahkan segala beban yang sedang kamu pikul," ucap Lisa dengan lembut.

Namun lagi-lagi, Martha tidak memberi tanggapan. Ia hanya menunduk dan melanjutkan sarapannya.

Setelah selesai makan, mereka segera meninggalkan ruang makan dan menuju taksi online yang sudah dipesan sebelumnya.

Di perjalanan, tiba-tiba Martha membuka suara.

"Lis, terima kasih atas perhatianmu. Bukannya aku tidak percaya padamu. Kamu adalah sahabat terbaikku. Hanya saja... untuk saat ini, biarkan aku sendiri dulu. Jika sudah waktunya, aku pasti akan menceritakan semuanya kepadamu," ucap Martha. Kali ini ekspresinya tidak lagi sedatar sebelumnya. Ia bahkan tersenyum sedikit kepada Lisa.

"Semoga Tuhan selalu menjagamu, Mar. Aku percaya, kamu wanita yang kuat," ucap Lisa sambil menggenggam tangan Martha dan tersenyum.

Genggaman itu memberi makna yang dalam bagi Martha. Lisa berharap, temannya itu bisa kembali seperti sedia kala, meski ia belum mengetahui pasti masalah apa yang sedang dihadapi Martha hingga membuatnya berubah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi itu, Nindy merasa sangat bersemangat. Sepanjang pagi ia bersenandung, menyanyikan lagu tentang seseorang yang sedang jatuh cinta. Sore ini, Sabtu yang cerah, ia akan bertemu dengan Deva.

"Sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya," goda Bu Narmi kepada Nindy.

Mendengar godaan itu, Nindy berhenti bersenandung.

"Ah, kayak Bunda dulu nggak pernah jatuh cinta aja," sahut Nindy sambil tersenyum.

"Siapa bilang Bunda nggak pernah jatuh cinta? Bunda cuma bilang, sepertinya hatimu sedang berbunga-bunga. Hahaha," Bu Narmi terus menggoda.

"Oke, saatnya aku pergi dari sini," balas Nindy, pura-pura kabur dari godaan sang ibu.

Pukul 15.00, Nindy sibuk memilih baju yang cocok untuk bertemu dengan Deva. Akhirnya, ia memilih blouse bergambar bunga berwarna merah muda, dipadukan dengan jilbab polos senada. Tak lupa, ia menyemprotkan parfum ke seluruh bajunya.

Setelah siap, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya dan segera mengemudikan mobil menuju sebuah kafe yang telah mereka sepakati.

Sesampainya di Kafe X, Nindy mengecek ponselnya. Ternyata, Deva sudah mengirim pesan bahwa ia telah sampai lebih dulu.

Nindy pun segera membuka pintu mobil dan melangkah masuk ke dalam kafe. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari Deva. Baru saja ia melihat-lihat, Deva sudah melambaikan tangan kepadanya.

"Maaf ya, aku terlambat. Tadi jalanan agak macet," ucap Nindy.

"Tidak apa-apa kok. Santai saja. Lagipula, kamu cuma terlambat lima menit, bukan lima jam. Hehe," jawab Deva sambil bercanda.

Sebenarnya, Nindy agak bingung bagaimana harus merespons candaan itu karena begitu tiba-tiba.

"Kalau aku sampai terlambat lima jam, itu bukan terlambat lagi, tapi melanggar janji. Hahaha," balas Nindy, meski candaannya agak garing.

Tak disangka, candaan garing itu justru membuat Deva tertawa. Melihat respons Deva, suasana pertemuan jadi terasa lebih cair. Terlebih kali ini mereka bertemu tanpa perantara orang tua.

Waktu terus berlalu, dan mereka membicarakan banyak hal—dari pekerjaan hingga topik pernikahan. Saat topik itu muncul, Deva tampak lebih berhati-hati. Tidak seperti sebelumnya, kali ini ia terlihat agak enggan.

"Menurutku, pernikahan itu sesuatu yang sakral. Saat mengucap akad, bukan cuma tamu yang mendengar, tapi juga Tuhan. Aku nggak habis pikir, kenapa ada orang yang mempermainkan pernikahan," ujar Nindy.

Deva terdiam beberapa detik. Ia sempat menatap langit-langit, seolah sedang berpikir.

"Hmm… iya, kamu benar. Karena itu juga, aku nggak mau buru-buru menikah," jawab Deva singkat.

Jawaban Deva membuat Nindy berpikir. Apakah Deva memang belum ingin menikah, atau ada alasan lain yang membuatnya ragu.

"Benar juga, sih. Kita harus hati-hati dalam memilih pasangan. Apalagi sekarang, banyak banget kasus perselingkuhan," kata Nindy.

Mendengar ucapan itu, Deva jadi tampak lebih kikuk. Bagaimana tidak? Ia sendiri sudah merencanakan perselingkuhan bahkan sebelum pernikahan terjadi. Ia merasa seperti disindir, padahal Nindy benar-benar tidak tahu apa-apa.

Tak terasa, dua jam pun berlalu. Setelah cukup lama mengobrol, mereka mengakhiri pertemuan.

"Besok kita atur lagi pertemuan selanjutnya, ya," kata Deva.

"Oke. Kita kabar-kabaran lagi besok," sahut Nindy.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!