Kinanti Amelia, remaja pintar yang terpaksa harus pindah sekolah karena mengikuti ayahnya.
Ia masuk ke sekolah terbaik dengan tingkat kenakalan remaja yang cukup tinggi.
Di sekolah barunya ia berusaha menghindari segala macam urusan dengan anak-anak nakal agar bisa lulus dan mendapatkan beasiswa. Namun takdir mempertemukan Kinanti dengan Bad Boy sekolah bernama Kalantara Aksa Yudhstira.
Berbekal rahasia Kinanti, Kalantara memaksa Kinanti untuk membantunya belajar agar tidak dipindahkan keluar negeri oleh orang tuanya.
Akankah Kala berhasil memaksa Kinan untuk membantunya?
Rahasia apa yang digunakan Kala agar Kinan mengikuti keinginanya?
ig: Naya_handa , fb: naya handa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong aku,
“Pagi Kal,” sapa Frea yang sudah menunggu Kala sedari tadi.
Ia bersandar pada tiang dan menunggu Kala lewat lantas berjalan menuju kelas bersamaan dengan Kala.
Kala tidak menimpali, ia tetap fokus dengan langkahnya untuk segera sampai ke kelas.
“Hari ini kamu lebih rapi. Apa ada moment penting di hari ini?” selidik Frea sambil membungkukan tubuhnya demi melihat wajah Kala dari bawah.
“Pergilah, main-main aja sama temen-temen lo.” Kala segera memalingkan wajahnya. Ia tidak terbiasa dikuntit seperti ini oleh Frea.
“Mereka gak asyik. Kerjaan mereka cuma ngegosip terus minta traktir sama aku. Bosen aku, Kal.” Frea melingkarkan tangannya di lengan Kala sambil merengek manja.
“Sore nanti, ajak aku motoran ya Kal. Aku lagi boring.” Bujuk Frea yang berusaha menunjukkan wajah imutnya pada Kala.
“Gue sibuk. Cari saja kegiatan lain.” Kala mengibaskan tangannya, agar Frea melepaskan genggamannya.
“Nggak mau, aku maunya sama kamu aja.” Frea bersikukuh. ia menyenderkan kepalanya ke lengan Kala yang kokoh.
“Kamu harus inget, kita dijodohin dari lahir. Kamu jangan nolak aku terus dong Kal.” Rengek Frea.
“Lepas.” Kala menghentikan langkahnya.
“Nggak mau.”
“LEPAS!!” seru Kala hingga membuat Frea terhenyak.
Para siswa yang sedang berada di lorong kelas pun kompak menoleh dan memandangi mereka.
“Kal! Kamu bikin aku malu!” dengus Frea sambil memukul lengan Kala.
Tapi Kala tidak ambil peduli. Ia membiarkan Frea pergi setelah menyenggol lengannya dengan sengaja. Ia merasa tidak ada waktu untuk bermain-main dengan Frea yang manja.
“APA?!” seru Kala pada seriap pasang mata yang memandanginya.
Para siswapun segera memalingkah wajahnya dan memilih pergi dari tempat mereka. Ia tidak mau berurusan dengan Kala.
Dari kejauhan Kala melihat Kinanti yang sedang berjalan berdampingan dengan Demian. Di tangannya ia memegang buku. Keduanya asyik berbincang dan entah mengapa itu cukup mengusik Kala.
“Iyaa, aku juga gak nyangka bakal menang. Soalnya kamu tau kan, yang juara tiga itu sebelumnya dia juara di beberapa olimpiade lainnya. Yang aku sendiri bahkan gak masuk kualifikasi.” Suara Kinanti samar di dengar Kala.
“Itu namanya keberutungan. Atau mungkin kamu memang berprogres makanya di olimpiade berikutnya kamu bisa menang. Sementara orang yang sudah terbiasa menang, kewaspadaannya akan menurun karena dia udah nganggap dirinya udah mampu dan gak akan tersaingi.” Demian menimpali.
Mereka tersenyum bersamaan saling memuji satu sama lain.
“Kinanti,” panggil Kala yang menjeda langkah Kinanti dan Demian.
“Ya, aku?” Kinanti menunjuk wajahnya sendiri. Ia melihat ke kiri dan kanan, tidak ada orang lain yang bernama Kinanti. Itu artinya, Kala memang berbicara dengannya. Tapi untuk apa?
Tanpa memberi jawaban, tiba-tiba saja Kala menarik tanga Kinanti menjauh dari Demian.
“Kala, kamu mau apa, kenapa narik tangan aku.” Protes Kinanti yang kebingungan. Ia menoleh pada Demian dan temannya itu hanya mematung tidak berusaha menahan Kinanti. Mungkin ia enggan berurusan dengan Kala.
“Kala, kita mau kemana?”
Kinanti semakin bingung saat langkah Kala tidak berhenti dan malah semakin cepat. Ia membawa Kinanti menaiki tangga yang entah menuju kemana.
“Kal!” seru Kinanti.
“Kenapa kamu menyeretku seperti Binatang?! Aku salah apa sama kamu, kita gak ada urusan apa-apa!” Kinanti berujar dengan keras.
Saat itu juga Kala melepaskan genggaman tangannya dan berhenti beberapa saat di anak tangga ke enam.
Ia melihat Kinanti yang menatapnya waspada sambil memegangi tangannya yang sakit karena di tarik paksa oleh Kala.
Matanya sudah melirik ke bawah tangga, mencari peluang untuk kabur.
Baru beberapa detik berlalu tiba-tiba Kinanti berbalik dan hendak berlari meninggalkan Kala. Ia tidak mau berurusan dengan bad boy sekolah ini.
Tapi langkahnya terlalu pendek dan lamban. Dengan dua langkah saja, Kala bisa menyusulnya, menarik pinggang Kinanti dengan satu lengannya yang kokoh hingga tubuh Kinanti sedikit terangkat ke udara.
“Astaga!” bukannya berontak, Kinanti malah berpegangan pada Kala. Ia memegangi jaket Kala karena takut jatuh.
Kala meenurunkan Kinanti di anak tangga yang sama, berhadapan dengannya. Tanpa sadar, jarak mereka sangat dekat. Kinanti bisa melihat bayangan luka lebam yang masih membiru di wajah Kala walau sudah ia kompres semalaman dan di beri obat anti memar.
Sementara Kala bisa melihat wajah Kinanti yang mungil dan mungkin seukuran dengan telapak tangannya yang lebar. Jarak tinggi tubuh mereka yang cukup jauh, membuat Kala harus menundukkan kepalanya demi melihat wajah Kinanti yang ada di bawahnya.
Beberapa saat mereka saling bertatapan sampai kemudian cengkraman tangan Kinanti yang basah karena gugup, terlepas dari jaket kulit Kala yang licin.
“AKH!” Kianti kaget karena ia pikir ia akan jatuh tapi dengan cepat Kala menahan tubuh Kinanti hingga merangkulnya dengan erat.
Kinanti bisa mendengar suara nafas Kala yang berhembus lega di telinganya. Sepertinya ia juga kaget karena mengira Kinanti akan jatuh.
Setelah cukup bisa mengendalikan dirinya, Kinanti segera mendorong tubuh Kala menjauh darinya. Jantungnya seperti mau copot merasakan gugup yang sangat.
“Aku tidak berniat melecehkanmu, aku hanya ingin berbicara denganmu.” Ucap Kala mengklarifikasi kecanggungan di antara mereka.
Kinanti mengusap tangannya yang meremang karena pelukan tiba-tibanya dengan Kala.
“Kamu kan bisa bicara baik-baik, kenapa harus menyeretku?” timpal Kinanti yang memalingkan wajahnya dari tatapan Kala. Matanya yang berwarna kebiruan terasa seperti menguncinya agar tidak memalingkan wajah. Beruntung Kinanti masih bisa mengendalikan dirinya.
“Aku tidak suka pembicaraanku didengar orang lain.” Timpal Kala. Ia menyilangkan tangannya di depan dada, pertanda ia pun sudah bisa mengendalikan dirinya.
“Ya tapi kamu kan bisa ngomong baik-baik. Memintaku untuk,”
“Aku gak terbiasa ngomong baik-baik.” Timpal Kala dengan cepat.
“Kalau begitu jangan bicara denganku.” Kinanti mundur satu langkah menjauh dari Kala.
“Kaau gak bisa bicara dengan baik-baik, maka sebaiknya diam. Aku juga gak terbiasa berbicara dengan orang yang suka bersikap seenak jidatnya.” Dengus Kinanti dengan kesal.
“Bicara denganku saat kamu sudah bisa berbicara baik-baik pada orang lain.” Tegas Kinanti.
Ia memilih pergi meninggalkan Kala setelah melototinya beberapa saat. Ia tidak ingin ada keterkaitan dengan pembuat onar disekolahan.
“Tolong aku,” ucap Kala tiba-tiba.
Langkah Kinantipun berhenti walau tidak lantas menoleh.
“Tolong? Benarkah Kala mengatakan itu?” Kinanti masih berbicara dengan pikirannya sendiri.
****