Cinta beda agama membuat Wafa menjadi bimbang sendiri. Wanita ini jatuh cinta dengan seorang duda yang memiliki agama, latar belakang dan segalanya yang berbeda.
"Aku tidak bisa mengambilmu dari Tuhan-mu. Tapi, jika memang kau adalah takdirku, aku akan berusaha untuk mendapatkan dirimu, meski sainganku adalah Penciptamu." Ujar Bian.
Apakah cinta beda agama ini akan bisa bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhewhy M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan-Jalan Di Gempuran Hati Terluka
"Mbak Nur, kan, ya? Bisakah anda mengantar saya keliling melihat anak-anak di sini yang belum sekolah?" Zaka Yang memulai aksinya.
"Oh, iya, Pak. Silahkan ikuti saya." jawab Mbak Nur gugup.
Setelah Mbak Nur membawa Zaka Yang masuk, tinggallah kini berdua antara Wafa dan juga Bian. Membuat suasana menjadi canggung karena memang keduanya bingung harus memulai obrolan dari mana. Pada akhirnya, Wafa lah yang pertama memulai obrolannya.
"Pak Bian, sebenarnya anda ini datang kemari bertemu saya, ada apa? Bapak bilang ingin jadi donatur, tapi—"
"Saya hanya ingin lebih dekat dengan kamu saja. Semalam, saya melihat Wafa terus memeluk baju yang kamu berikan. Jadi, saya ingin mengajak kamu keluar untuk menghabiskan waktu dengan Putri saya," jelas Bian, menyela pertanyaan Wafa.
Bian pun menjelaskan tentang kondisi putrinya setelah pertemuannya dengan Wafa. Jalan-jalan itu juga nantinya Bian ingin membahas tentang bonus dan juga kontrak yang mau diberikan kepada Wafa sebagai tanda jika mereka memang bekerja sama.
"Sebenarnya di rumah sedang ada acara. Tapi, karena Pak Bian ingin mengajak saya membahas kontrak kerja sama, jadi oke lah! Saya ikut Bapak saja," ujar Wafa.
Menutupi rasa sakit hatinya karena pria idamannya melamar sang kakak, membuat Wafa mengiyakan ajakan dari Bian. Dengan harapan, dirinya bisa melupakan rasa sakit hatinya. Pergilah mereka berdua tanpa pamit lebih dulu dengan Mbak Nur dan Zaka Yang.
"Saya saja yang menyetir. Bukankah, kita mau mengajak Grietta jalan-jalan? Akan lebih baik, jika saya yang menyetir," tanpa Wafa bertanya, Bian sudah berinisiatif untuk menyetir sendiri.
"Um, tahu jalan, kan, ya?" tanya Wafa.
Gadis berusia 20 tahunan itu masih ingat jika Bian bukanlah orang asli Indonesia. Jadi, masih belum paham jalanan yang ada di kota kecil itu. Tapi, Bian sendiri bersikeras mau menyetir karena gengsi juga. Dia memantapkan hati mengatakan, "Saya tahu arah jalan jika masih terang. Kamu tenang saja."
Tidak ingin membuat pria dewasa di depannya semakin malu, Wafa pun mengiyakan saja. Dia hanya bisa diam dan pasrah hari itu karena memang sedang memerlukan hiburan.
"Kita menunggu Grietta disini saja," kata Bian, setelah sampai di depan sekolah putrinya. "Jika ikut berbaur dengan mereka, yang ada malah akan banyak pertanyaan dan saya malas untuk menjawabnya," imbuh Bian.
Wafa paham maksud Bian. Yang dimaksud, disana itu, karena adanya banyak wali murid yang pastinya nanti akan bertanya-tanya kepada Bian karena tidak pernah kelihatan selama Grietta sekolah di sana.
Kling~
Ada pesan masuk di ponsel Wafa. Pesan itu dari kakaknya, Sari. Mengingatkan untuk jangan lama-lama keluar karena masih ditunggu oleh keluarga Ustadz Zamil.
[Kalau sudah selesai urusannya, langsung pulang, ya. Mbak tidak mau membuat Abi malu karena kamu malah mementingkan urusan yayasan dibandingkan dengan tamu pentingnya Abi,] - pesan dari Sari.
"Mbak Sari ini tidak peka atau bagaimana, sih? Aku ini kan sedang patah hati karena Ustadz Zamil melamarnya. Ini malah—" batin Wafa.
[InsyaAllah.] - balas Wafa singkat.
Tidak lama kemudian, anak-anak TK itu keluar dengan girang. Ada yang hanya dijemput oleh pengasuhnya saja, ada juga yang dijemput oleh kedua orang tuanya. Saat itu, Wafa melihat Grietta keluar dengan wajah yang lesu. Wafa pun memanggil nama gadis kecil itu seraya melambaikan tangannya. "Grietta!"
Raut wajah yang sebelumnya lesu itu, mencari ceria kalau melihat Wafa menjemput dirinya. Gadis kecil itu langsung berlari ke arah Wafa dan memeluknya dengan erat. Bisa dilihat jika Grietta sangat nyaman dalam pelukan perempuan yang telah menolongnya tempo hari.
"Selamat siang, Tuan Putri. Sekolahnya sudah selesai, kah?" tanya Grietta, jongkok di depan Grietta.
Grietta tersenyum manis seraya mengangguk. Pemandangan itu jarang sekali terjadi kepada gadis kecil itu meski ayahnya selalu memberikan apa yang dia mau.
"Bersama dengan gadis ini, Grietta bisa tersenyum cerah seperti ini. Tapi kenapa tidak denganku? Padahal aku selalu memberikan apa yang Grietta mau," batin Bian.
"Berikan tas kamu kepada Kakak. Hari ini, Papi mau mengajak kita jalan-jalan," bisik Wafa kepada gadis kecil itu.
Mata Grietta terus berkedip lucu seperti anak kucing. Dia seolah bertanya apakah benar jika Ayahnya dan Wafa mau menemaninya jalan-jalan. Wafa yang paham dengan pertanyaan itu, langsung menjawab sesuai dengan pertanyaannya.
"Benar, Sayang. Hari ini, Papi mengajak kita jalan-jalan sepuasnya. Apa Grietta suka?" lanjut Wafa.
Grietta menatap Bian dengan matanya yang berbinar-binar. Bian yang sebelumnya tidak paham itu, disenggol lengannya oleh Wafa. "Hust, Putrimu tanya ini," bisik Wafa.
"Dimana letak bertanya-nya?" sahut Bian.
Wafa melotot matanya. Meyakinkan Bian jika putrinya sedang bertanya kepadanya. Itulah hal yang membuat Bian dan putrinya tidak bisa akrab. Sebab, Bian sendiri jarang mengerti apa yang dikatakan dan dimau oleh putrinya, Grietta.
"Papi ingin mengajak kamu dan Kak Wafa jalan-jalan. Ini sebagai tanda permintaan maaf Papi karena kemarin ketika Mamimu menikah, Papi sudah bersikap buruk," jelas Bian kepada putrinya.
Bian jongkok di depan Grietta dan meminta maaf atas perilakunya beberapa hari lalu. "Sayang, Apakah kamu menerima permintaan maaf dari Papi?" lanjut Bian.
Gadis kecil itu hanya diam saja menatap papinya. Berharap jika kejadian yang sudah berlalu itu tidak akan terulang lagi. Sebab, Grietta tetap masih selalu merindukan ibunya, meski ibunya sudah memiliki kehidupan baru.
"Grietta, Sayang. Papi sudah minta maaf. Apakah Grietta tidak bisa memaafkan Papi?" Wafa pun terpaksa ikut campur.
Grietta menggelengkan kepala.
"Kenapa Grietta tidak mau memaafkan Papi?" tanya Wafa dengan kelembutannya. "Sayang, jika ada orang yang meminta maaf, alangkah baiknya kita membuka dan melapangkan dada untuk memaafkan orang itu," lanjut Wafa.
"Grietta percaya dengan adanya Tuhan, tidak?" Wafa masih berusaha memberi pencerahan.
Grietta menggeleng.
"Jadi, Tuhan itu yang memberi kita segalanya. Tuhan berada di atas sana. Tuhan selalu mengabulkan apa yang kita mau. Jika kamu menjadi orang yang pemaaf, muka Tuhan akan memberikan kamu hadiah yang sangat besar karena kamu sudah bersabar menghadapi orang-orang yang tidak baik kepada kamu, Sayang," tutur Wafa.
"Jika Grietta memaafkan Papi, bagaimana jika nanti kamu meminta hadiah saja kepada Papi? Pasti Papi akan memberikan apa yang kamu mau," bisik Wafa.
Sebenarnya Wafa masih bingung menjelaskan tentang kata maaf kepada gadis kecil berusia 5 tahun seperti Grietta yang juga sulit diajak berkomunikasi. Tapi dengan sedikit bumbu manis, Wafa berharap hubungan anak dan ayah itu semakin harmonis.
Gadis kecil itu masih terlihat berpikir. Tak sengaja, dia melihat temannya yang sedang dicium pipinya kanan dan kiri oleh kedua orang tuanya. Grietta pun memiliki ide untuk membuat hadiah dari orang tuanya yang sedang meminta maaf kepadanya itu.
Grietta memanggil Wafa dengan lambaian tangannya. Wafa kembali mendekat dan Grietta pun menunjuk temannya yang sedang dicium pipinya oleh kedua orang tuanya.
"Apa maksudnya?" tanya Wafa.
Bian pun menoleh ke arah teman putrinya itu. Grietta kembali berusaha menjelaskan dengan gerakan tangannya yang kecil. Bian pun paham dan langsung menolak permintaan kecil putrinya itu.
"Oh, tidak!" tolak Bian.
"Hei, Bos kecil. Papi tahu apa yang kamu mau itu. Papi menolak!" lanjut Bian, membuang muka.
"Hei, Bos besar! Jangan bicara seperti itu dengan gadis kecil ini. Apakah begini caranya Bapak bicara dengan Putri Bapak sendiri, ha?" ketus Wafa.
"Wafa, kamu tidak tahukah, apa yang di mau anak ini?" sahut Bian.
Wafa menggeleng kepalanya. Memang Wafa tidak maksud dengan yang dikatakan oleh Grietta menggunakan bahasa isyarat itu. Lalu, bagaimana tanggapan Wafa setelah tahu maksud dari gadis kecil itu?
ya Allah sungguh egois, walaupun itu pemilik pondok tapi jika apa yang dilakukan anaknya saja dipersulit maka jika anaknya sendiri membangkang ya jangan salahkan anaknya dong
salahkan sendiri Abi, aku tau karena aku dididik memilih dg pilihan yang aku inginkan dg tanggungjawab yg aku pilih, dibebaskan memilih itu tak hanya untuk kita belajar tanggungjawab tapi juga jalan yang diberkahi
sukses kak Dhewhy