Zahra, gadis biasa yang begitu bahagia dengan kehidupan remaja pada umumnya, tiba-tiba harus meminta seorang ustad yang usianya jauh di atas dirinya untuk menikah.
***
"Ustadz Zaki!" panggilnya dengan sedikit ngos-ngosan, terlihat sekali jika gadis itu baru saja berlari.
Dua pria berbeda generasi yang tengah berbicara itu terpaksa menoleh kepadanya.
"Zahra, bisa sedikit sopan kan, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!?" pria dengan baju putih dengan rambut yang juga sebagian memutih itu terlihat kesal, tapi si gadis tidak mengindahkannya. Tatapannya hanya tertuju pada sang ustadz.
"Ustad, menikahlah denganku!"
Pernyataan gadis itu tentu membuat sang ustadz tercengang, ia menatap pria di depannya bergantian dengan gadis yang baru datang dan tiba-tiba mengajaknya menikah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Imah
Di tempat lain, terlihat kyai Irsyad begitu terburu-buru pulang ke rumah,
"Bu, ibu...!" panggilnya sambil masuk ke dalam rumah.
"Salam dulu bah,"
"Assalamualaikum, ambilkan Abah minum buk!?"
Wanita dengan jilbab lebar itu segara menjawab salam dan kembali untuk mengambilkan segelas air putih untuk suaminya itu,
"Duduk dulu, bah!"
Kyai Irsyad segara duduk dan meminum air putih itu hingga tidak bersisa.
"Ada apa bah, kayaknya serius banget?"
"Duduk dulu, buk!"
Sang istri pun duduk di samping kyai Irsyad,
"Kita kecolongan, buk. Kecolongan!"
"Maksudnya ada maling?" tanya istrinya yang terlihat terkejut, masih sesore ini bagaimana bisa ada maling.
"Kita kecolongan start, buk!?"
"Abah ini ngomong apa sih?"
Fatimah yang masih membaca Al Qur'an segera mengakhirinya begitu mendengar ribut-ribut di depan,
"Shadaqallahul azim!?"
Fatimah segera menutup Al Qur'an nya dan tanpa melepas mukenanya ia berjalan ke depan untuk menghampiri Abah dan ibunya.
"Ada apa, bah?" tanyanya yang sudah ikut duduk, ia duduk di sofa yang berbeda.
"Kita kecolongan start, nduk!?"
"Maksud Abah apa?" Fatimah tidak mengerti dengan apa yang di maksud abahnya.
"Malam ini juga, ustad Zaki akan menikah dengan Zahra!"
Seketika. Fatimah terdiam, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja di katakan oleh abahnya,
"Abah nggak lagi becanda kan?"
"Demi Allah, Imah. Abah baru saja dari masjid, mereka malah minta Abah buat menikahkan mereka."
Bagaimana bisa? Bukankah Zahra masih sekolah? Lagi pula tidak mungkin ustad Zaki menyukai gadis seperti Zahra yang urakan ...
"Sepertinya mereka sengaja memanfaatkan kebaikan ustad Zaki, menggunakan sakitnya pak Warsi untuk menjebak ustad Zaki!"
"Abah jangan su'uzhon lah, siapa tahu memang ustad Zaki suka sama Zahra, bah!" sang istri segera mengingatkan suaminya agar tidak berprasangka buruk pada orang lain.
"Ya bagaimana tidak, baru tadi sore loh kamu bicara!"
"Bicara tentang apa bah?" tanya Fatimah. Ia tahu jika tadi sore memang abahnya menemui ustad Zaki, tapi belum sempat ia menanyakan ada urusan apa dengan ustad Zaki.
"Ya itu, Abah sengaja mau jodohin kamu sama ustad Zaki, ehhh ini malah Zahra yang di nikahi."
"Ya udah lah bah, mungkin memang bukan jodohnya putri kita, di ikhlaskan saja. Nanti insyaallah ada jodoh yang lebih baik buat Fatimah, iya kan Imah?" tanya sang ibu dan Fatimah yang masih syok hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Hehhhhh, gagal-gagal!?" kyai Irsyad masih sangat kesal, karena sebelumnya ia sudah sangat yakin jika ustad Zaki akan menerima pinangannya.
"Sudah malam, kasihan orang-orang nunguin bah. Sudah sana ke masjid dan bersikaplah biasa saja." nasihat sang istri, ia cukup khawatir jika suaminya sampai menunjukkan ekspresi tidak sukanya.
"Fatimah, bagaimana? Mau ikut Abah?" tanyanya pada sang putri.
"Bentar bah, Imah ganti baju dulu!"
Fatimah segera masuk ke dalam kamar, ia melepas mukenanya dan menggantinya dengan jilbab instan miliknya.
Ia ingin memastikan apa benar pernikahan itu benar-benar terjadi hari ini, jika tidak ia pasti akan sangat bersyukur, setidaknya ia masih punya kesempatan untuk mendekati ustad Zaki.
"Ayo, bah!" ajaknya saat sudah siap.
Mereka pun berjalan menuju ke masjid, saat sampai di sana ternyata sudah ramai.
Fatimah memisahkan diri dengan abahnya, tapi saat sampai di pintu masuk, ia menyempatkan diri untuk mencuri pandang pada pria yang tengah duduk bersama para pria yang lain.
Pria itu terlihat paling menonjol di banding yang lainnya, wajahnya yang bersih dan senyumnya yang masih dengan lesung pipi di kedua pipinya membuat senyum itu semakin manis.
Kemeja putih dan sarung yang ia kenakan, begitu membuatnya bersinar, kepalanya di hiasi dengan songkok hitam, membuat mata Fatimah rasanya enggan untuk berpaling.
...Ya Allah salahkah hamba jika mengagumi ciptaanmu yang ini, kenapa begitu cepat dia akan menjadi milik orang lain? Kenapa dia bukan menjadi takdir Fatimah?...
Hingga tangan seseorang yang menepuk bahunya membuatnya tersadar,
"Ayo Imah, kita duduk di sana!" ajak seorang wanita yang sebayanya.
Fatimah tersenyum, "Iya!"
Tapi saat ia hendak berbalik, ia bisa melihat sekilas jika pria itu menatap ke arahnya, walaupun sebentar tapi mampu menggetarkan hatinya.
Fatimah segera mengalihkan tatapannya, ia mengikuti wanita itu dan duduk di salah satu sisi, tidak lupa ia juga menyalami orang-orang yang hadir di sana.
Ternyata pengantin perempuannya belum datang, mereka masih harus menunggu pengantin perempuannya baru bisa dimulai.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar tambah semangat nulisnya ya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
jadi rada kagok😂😂😂😂
jadi rada kagok😂😂😂😂
krn jarang di NT...🤭
mksh kk baik🥰