NovelToon NovelToon
Dia Suamiku

Dia Suamiku

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / cintapertama / badboy / patahhati
Popularitas:6.5M
Nilai: 4.9
Nama Author: Yutantia 10

Sejatinya, pernikahan adalah suatu ibadah dan kebahagiaan yang harus dikabarkan. Tapi tidak bagi Mila dan Elgar. Pernikahan siri mereka hanya diketahui oleh mereka berdua dan orang tua Mila dikampung.



"Ingat, pernikahan kita atas dasar saling membutuhkan. Aku membutuhkan kepuasan, dan kamu membutuhkan uang. Jadi jika salah satu diantara kita sudah merasa tidak butuh, kita berakhir." Itulah kata kata yang selalu Elgar ucapkan.

"Lebih dari uang yang aku butuhkan, aku butuh cintamu." Kata kata yang hanya mampu Mila ucapkan dalam hati, tapi tak pernah bisa dia lafalkan.

Saat berdua, mereka adalah suami istri. Tapi saat ada orang lain, mareka adalah dua orang asing.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUDA

Mila tersenyum menatap Elgar yang masih tertidur disampingnya. Dipindainya wajah sang suami dengan pungung tangannya.

"Bagaimana mungkin ada laki laki setampam kamu El. Aku tak pernah bosan untuk menatapmu."

Senyum Mila mendadak memudar mengingat tinggal 3 bulan saja kebersamaannya dengan Elgar. Tiga bulan lagi, rela tidak rela, mau tidak mau, dia harus melepaskan Elgar.

"Aku akan menggunakan setiap waktu yang aku bisa untuk menatapmu sebelum kamu benar benar pergi. Sebelum kamu benar benar menjadi milik Salsa."

Biasanya suaminya itu tak pernah menginap kalau malam minggu. Alasannya jelas, dia ingin menghabiskan waktu bersama teman temannya. Tapi tadi malam, entah karena apa, pria itu datang dan menginap. Mungkinkah Elgar ingin menggunakan waktunya yang tersisa bersama Mila sebaik mungkin?

Pelan pelan, Mila menyingkirkan tangan Elgar yang ada dipinggangnya. Dikecupnya kening sang suami lama sambil berkata,

"Aku mencintaimu El."

Mila membenarkan posisi selimut El lalu beranjak menuju kamar mandi. Pagi ini, dia berencana untuk ke pasar. Mumpung baru gajian, dia ingin belanja untuk stok di kulkas.

Setelah mandi, dia bersiap siap. Memakai celana jins dan kaos pink, lalu memakai skin care dan memoles make up tipis tipis diwajahnya.

"Mau kemana?" Tanya El yang baru saja bangun.

"Kepasar." Jawab Mila sambil menatap El dari pantulan cermin meja rias.

"Oh...." Hanya itu yang kekuar dari mulut El. Pria itu lalu mengambil ponsel diatas nakas dan mulai mengecek satu persatu notifikasi.

Mila mendekati El lalu duduk disebelahnya.

"Mumpung hari minggu, kita jalan yuk."

Elgar mengerutkan kening mendengar ajakan Mila. "Gak usah ngadi ngadi. Mau, ada yang lihat kita jalan bareng?"

"Kamukan bisa pakai topi. Pakai masker, atau pakai yang lain buat nutupi wajah kamu. Selama kita menikah, kita gak pernah jalan bareng."

Elgar seketika menatap Mila tajam. Tak menyangka jika Mila berani meminta sesuatu selain jatah bulanan padanya. Sesuatu yang sudah diputuskan sejak awal, jika Mila tak perlu diperlakukan seperti seorang istri.

"Gak mau ya?"

"Tuh tau jawabannya. Gak usah buang buang waktu, mendingan sana buruan ke pasar." Elgar kembali fokus pada ponselnya. Membuat Mila hanya bisa menghela nafas lalu beranjak dari ranjang. Mengambil dompet dilaci meja rias lalu pergi. Bahkan saat dia berpamitan, El sama sekali tak meresponnya.

Apartemen Mila berada dilantai 5. Dia sama sekali tak mengenal siapapun disini kecuali resepsionis dan satpam. Mila hanya tersenyum pada siapa saja yang berpapasan dengannya, tapi tak pernah sekalipun ada niat untuk mengajak mengobrol. Mila turun melalui lift lalu berjalan menuju lobi.

"Mila."

Mendengar namanya dipanggil, Mila langsung menoleh. Dan matanya seketika terbeliak melihat siapa yang memanggilnya.

"Pak, pak Devan." Ujar Mila gugup. Bagaimana mungkin dia tiba tiba bertemu Devan disini. Akan jadi masalah besar jika ada yang tahu dia tinggal disini. Apalagi jika orang itu adalah Devan, kakak ipar Elgar.

"Kamu tinggal disini?"

"Hah!" Mila bingung sendiri mau menjawab.

"Kamu kenapa? kayak gugup gitu?" Devan melihat gelagat aneh dari Mila.

"Eng, enggak pak. Biasa saja. Saya cuma kaget aja. Kenapa bisa ketemu bapak disini." Mila berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Oh....semalam saya mengunjungi teman saya. Kebetulan dia tinggal disini. Karena lama tak bertemu, dia memaksa saya buat menginap. Kamu sendiri, ngapain disini? kamu tinggal disini?"

"Hahahaha....jangan becanda pak. Mana mungkin ob kayak sana bisa tinggal disini." Mila tertawa biarpun hatinya cemas setengah mati.

"Benar juga ya." Devan tersenyum sambil menggaruk garuk tengkuknya.

"Jadi..."

"Jadi saudara saya tinggal disini. Kalau malam minggu, saya biasa menginap disini." Mila buru buru memotong ucapan Devan. Melihat wajah Devan yang sepertinya percaya, Mila akhirnya bisa bernafas lega.

"Kamu mau pulang? atau mau kemana sekarang?"

"Saya.... mau pulang."

"Dimana tempat tinggal kamu. Biar saya antar."

What! apa apain ini. Niat hati berbohong agar aman. Tapi kenapa malah mau diantar. Jadi makin bingungkan untuk memikirkan kebohongan berikutnya.

"Gak, gak usah pak. Nanti merepotkan bapak." Mila menggeleng cepat.

"Tidak merepotkan kok, ayuk."

"Enggak." Mila masih berusaha menolak. Dia bingung jika harus berbohong lagi tentang dimana alamatnya.

"Gak papa, anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena kemarin kamu sudah membuatkan saya makan siang."

Aduh, jadi makin bingungkan.

"Saya masih mau mampir kepasar dulu pak."

"Pasar mana?"

"Pasar tradisional di jalan Gajahmada."

Mendengar nama tempat itu, seketika senyum Devan mengembang.

"Kebetulan saya lewat sana. Jadi bisa sekalian saya antar."

Berbagai menghindar hasilnya tetap gagal. Hingga akhirnya, dengan terpaksa Mila mengangguk menyetujui tawaran Devan.

Mila merasa canggung berada berdua dalam mobil bersama Devan. Dia seorang istri meski tak ada yang tahu. Sedangkan Devan adalah seorang suami. Rasanya tak etis jika mereka berduaan dimobil seperti ini.

Mulai masuk hingga mobil melaju melewati jalan raya, Mila hanya diam sambil menatap kearah jendela. Sedangkan Devan, pria itu beberapa kali melirik kearahnya.

"Kamu kelihatannya tidak nyaman, kenapa? Apa ada hati yang sedang kamu jaga? Sehingga kamu merasa tidak nyaman semobil berdua dengan seorang pria?"

Mila seketika menoleh kearah Devan. "Kalau bapak, apakah bapak nyaman semobil berdua dengan saya?" dia balik bertanya.

"Saya?" Devan menunjuk dirinya sendiri. "Saya nyaman nyaman saja." Jawabnya seraya tersenyum pada Mila lalu kembali fokus pada jalanan.

"Dasar laki laki." Gumam Mila lirih, tapi masih bisa terdengar oleh Devan.

"Maksud kamu?" Devan menoleh dengan kening mengkerut.

"Apakah menurut bapak, istri bapak merasa nyaman jika melihat suaminya bersama wanita lain? Bisa bisanya bapak bertanya apakah ada hati yang harus saya jaga, disaat bapak sendiri harusnya menjaga hati istri bapak." Mila mulai tak bisa menahan diri. Dia tak mau menyakiti hati wanita lain. Apalagi jika status wanita itu adalah istri. Dia tahu seperti apa rasanya. Sudah terlalu sering dia mendengar Elgar telepon dengan Salsa, dan itu sungguh menyakitinya.

Devan tersenyum sambil menatap jalan. Membuat Mila yang melihatnya kesal hingga mengepalkan tangan. Ternyata Elgar dan kakak iparnya sama saja, tak ada bedanya, batin Mila.

"Istri saya wanita yang luar biasa baik. Saya yakin dia tidak akan marah saat saya bersama dengan wanita lain. Apalagi, wanita itu sebaik kamu. Wanita yang memikirkan hati wanita lain."

"Hah!" Mila geleng geleng kepala. Menurutnya, Devan sudah benar benar tak tahu diri. Dia memanfaatkan kebaikan istrinya.

"Berapa lama kamu kerja di Dirgantara grup?"

Mila yang kesal kehilangan sesikit rasa hormatnya pada Devan. Dia diam saja sambil membuang pandangannya kejendela. Tak ada niat sama sekali untuk menjawab pertanyaan pria itu.

"Cuma orang orang baru saja yang tak tahu status saya. Saya duda."

Glodak

Mila seketika menoleh ke arah Devan. Astaga, ternyata dia sudah salah sangka. Selama ini Elgar tak pernah bercerita tentang keluarganya. Dia hanya sering mengumpati Devan dan menceritakan tentang kekesalannya pada kakak iparnya itu.

"Istri saya meninggal 3 tahun yang lalu." Devan membuang pandangan ke arah jendela. Sengaja tak mau melihat Mila karena tak ingin wanita itu melihat ekspresi wajahnya saat rapuh.

"Maafkan saya pak. Saya sungguh ti__"

"Tidak apa apa." Potong Devan.

1
Anonymous
Luar biasa
Chita Hasan
karya yang sangat the best👍
saya sangat suka..
apalagi ending nya , bikin mewek😭
sukses dengan semua karya kamu Thor🥰🥰
Akmal Azzam
Kecewa
Akmal Azzam
Buruk
May Keisya
preetttt
May Keisya
pake aku kamu biasanya Lo gue
May Keisya
memang ibu yg terbaik😭😭
May Keisya
khodamnya lagi ke toilet 🤣😂
May Keisya
bener2 memanfaatkan
Phiphiet Safitri
Luar biasa
Mbak Pur
😭😭😭😭
Ety Nadhif
awal bab ninggalin jejak biar ingat udah pernah baca
Calluella Rista Ramall
Akhir" episode bikin mewek 😭😭😭
Calluella Rista Ramall
Bikin mewek 😭😭
Calluella Rista Ramall
😭😭😭😭😭
élis 🇵🇸
knp. karakter mila bgn tor, kuat dong mil kuat
élis 🇵🇸
sadar dengan perjanjian mu milaaaaa... hiiiihhhhh...
élis 🇵🇸
makanya jangan bodoh jd perempuan
élis 🇵🇸
heuleuh mila mila, bikin kesel kaum emak2
élis 🇵🇸
di sini agak kurang suka dengan karakter mila, lemah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!