Dia Suamiku
Jam makan siang menjadi waktu yang paling menyenangkan bagi hampir seluruf staf. Mereka bisa menghilangkan penat, makan, serta mengobrol bebas dengan yang lain.
Tapi berbeda dengan Mila, sebagai office girl, dia jelas sibuk di jam ini. Apalagi kalau bukan sibuk mondar-mandir mengambil pesanan makanan para staf. Kadang ada yang minta dibuatin ini lah itulah, mentang-mentang posisi mereka lebih tinggi, kadang suka memerintah seenaknya sendiri.
Di kantor ini memang tidak ada kantin atau ketering. Para karyawan mendapatkan uang makan sebagai gantinya. Bagi yang malas keluar, mereka lebih suka membawa bekal atau delivery order. Kadang ada juga yang menyuruh ob atu og untuk membelikan makanan.
Setelah mencuci peralatan makan dan minum, Mila duduk di kursi pantry untuk melepas penat sambil menunggu Reni membuat mie rebus.
"Cepek banget nih kayaknya," ujar Dion yang baru masuk sambil menepuk bahu Mila. Sontak wanita yang sedang melamun itu terjingkat karena kaget.
"Ngagetin aja sih," gerutu Mila sambil memelototi Dion.
"Habis, siang bolong gini malah melamun." Sahut Dion sambil menarik kursi lalu duduk di depan Mila. "Entar kesambet baru tahu," lanjutnya sambil mencibir.
"Mana ada setan yang berani ngerasukin dia, orang jutek gitu. Yang ada setannya insecure duluan, takut digalakin Mila." Reni yang sedang membuat mie rebus tiba-tiba menyahut.
"Hahaha....bener-bener." Dion tertawa ngakak sambil memukul-mukul meja.
Sudah menjadi rahasia umum jika Mila adalah og yang paling jutek. Parasnya yang cantik membuatnya sering digoda oleh para staf bahkan bos setingkat manager, tapi Mila sama sekali tak menanggapi. Dia malah bersikap jutek pada para penggoda itu, kerena sesungguhnya, Mila adalah seorang istri. Ya, dia seorang istri walaupun dimata umum, statusnya adalah single. Karena suatu sebab, dia tak bisa mengatakan tentang statusnya dan siapa suaminya.
"Gimana Pak Bas, masih ngebet mau jadiin lo bini kedua, Mil?" tanya Reni sambil mengaduk mie rebus yang hampir matang.
Kalau sudah membahas tentang Pak Bas, Mila langsung bad mood. Jangankan menjadi istri kedua, melihatnya saja sudah membuat Mila mual. Pria setengah baya yang kelakuannya naudzubillah mindzalik, gatelnya minta ampun. Kelakuannya sudah mirip ABG tua.
"Jangan mau, Mil, mending sama gue aja. Lo jadi istri pertama dan satu satunya. Gue tipe cowok setia," ujar Dion sambil menepuk dadanya dengan bangga.
"Buat apa setia, kalo kere," cibir Reni sambil menyebikkan bibir.
"Lo kalau ngomong suka bener Ren," sahut Mila sambil menahan tawa.
"Parah kalian berdua." Dion menatap Mila dan Reni bergantian. "Jaman sekarang, laki berduit itu banyak, gampang dicari, tapi laki-laki setia, itu langka."
"Cie....dah kayak komodo aja langka." Reni tak henti-hentinya mencibir sambil tertawa.
"Hei...sekarang lo bisa ngetawain gue, tapi lihat aja ntar saat lo udah nikah. Hanya laki-laki yang menghargai seorang wanita yang mampu membuat wanita bahagia. Dan suami seperti itu, zaman sekarang susah dicari. Laki laki pada meremehkan wanita, apalagi kalau berduit. Istri mah, udah kayak sandal jepit, diinjak injak dan mudah digonta-ganti," Dion sok sok an bijak.
Mila yang awalnya tertawa seketika terdiam. Apa yang dikatakan Dion ada benarnya. Tapi sayangnya, atas nama cinta dan uang, dia hanya mampu diam menerima keadaan, biarpun diperlakukan seperti sandal jepit.
"Heleh, sok sok an bijak lo, Yon. Langka konon, tapi tak laku-laku," sindir Reni masih sambil ketawa.
"Bukannya gak laku, tapi gue tipe pemilih."
"Pemilih lo kata, barusan ngajak Mila nikah?"
"Ya karena yang kayak Mila yang gue pilih."
Reni makin ngakak, sedangkan Mila tak menanggapi serius ucapan Dion walaupun dia sesungguhnya tahu, jika Dion memang menyukainya.
"Beruang aja ditolak, apalagi komodo kayak elo." Cibir Reni sambil tertawa terpingkal pingkal.
Grompyang
"Aduh!" pekik Reni yang kaget karena mienya tumpah. Karena serius katawa, dia tak sengaja menyenggol gagang panci hingga jatuh. Beruntung dia sigap menghindar hingga kakinya tak menjadi korban air panas rebusan mie instan.
"Mampos....Itu yang namanya karma dibayar kontan. Hahahaha ... Makanya jangan ngatain orang gak laku, lo sendiri aja juga gak laku," sekarang giliran Dion yang ngakak.
Reni membersihkan tumpahan mie dengan hati kesal. Sedangkan Mila hanya melihat sambil geleng-geleng dan senyum-senyum.
Teman-teman somplak seperti inilah yang membuat Mila betah kerja disini. Terutama Reni dan Dion yang sehari hari mirip tom n jerry.
"Eh Mil, elo disuruh nganter kopi keruangan Pak Elgar," Galang datang membawa pesan dari Elgar.
"Eh, tumben pak Elgar minta kopi jam segini, biasanyakan dia cuma minta kopi pagi saja?" Dion mengernyitkan kening.
"Mana gue tahu begok, gue cuma nyampaiin pesan dari sekretarisnya."
Mila segera bangkit dan membuatkan kopi untuk bos nya itu. Elgar adalah anak pemilik perusahaan. Dia yang tampan dan digadang gadang akan menjadi pewaris tahta, menjadi incaran para staf wanita. Meskipun semua orang tahu jika Elgar sudah punya pacar yang sekarang tengah menempuh pendidikan S2 di USA.
"Eh Mil, beruntung banget sih lo, bisa sering ketemu pak Elgar. Setiap hari, pak Elgar maunya elo yang bikinin kopi," ujar Reni.
Mila hanya menanggapi dengan senyuman.
"Kerena dia gak buta," celetuk Dion.
"Maksud lo?" Reni mengernyit bingung.
"Ya dia tahulah, mana batu mana permata, mana yang bening, mana yang butek," jawab Dion sambil tertawa.
Pletak
Sebuah panci kecil langsung menyambar kepala Dion.
"Gila lo, gimana kalau gue gegar otak," seru Dion sambil mengusap kepalanya.
"Egp, emang gue pikirin."
Selesai membuat kopi, Mila segera menuju ruangan Elgar. Ruangan yang setiap hari Mila masuki untuk mengantar kopi. Ruangan yang setiap hari selalu membuat jantung Mila berdebar setiap mau masuk. Ruangan yang dihuni oleh pemilik hatinya.
Setelah mengetuk pintu, Mila segera masuk sambil membawa nampan berisi secangkir kopi.
Pria yang berada di dalam ruangan langsung menatap tajam kearahnya.
"Kenapa lama sekali?" bentak Elgar.
Mila menghela nafas sambil menutup kembali pintu ruangan. Bentakan Elgar sudah menjadi makanan sehari-hari buatnya. Saking terbiasanya, sampai udah gak baper lagi.
"Lama darimananya, El. Perasaan setelah mendapatkan pesan dari Galang, aku langsung bikin kopi buat kamu." Mila berjalan menuju meja Elgar sambil memasang senyum termanisnya.
Mila geleng-geleng melihat meja Elgar yang berantakan. Tak hanya meja, wajah pria itu juga tampak kusut. Setelah meletakkan kopi di atas meja, Elgar langsung menarik lengan Mila. Ditariknya wanita itu hingga duduk pangkuannya.
"Kenapa?" tanya Mila sambil menoleh kearah Elgar.
"Pala gue pusing, kerjaan numpuk. Lo tahu sendirikan, beban gue berat banget, Mil. Ini proyek gede pertama yang gue tangani, dan gue harus sukses sebagai ajang pembuktian ke bokap." Jawab Elgar sambil membenamkan wajahnya di ceruk leher Mila.
"Mau aku pijitin?"
"Enggak, gue gak butuh itu. Gue butuh ini." Elgar menangkup wajah Mila dan langsung mencium bibirnya. Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi ganas. Bahkan tangan Elgar sudah mulai mer emas dada Mila.
"Jangan El, ini di kantor." Mila berusaha mencegah saat Elgar hendak membuka kancing kemejanya.
Bukan Elgar namanya jika menurut pada Mila. Pria dominan dan egois sepertinya jelas tak bisa menerima yang namanya penolakan.
"Lo nolak gue?" bentak El sambil menatap tajam kedua manik mata Mila.
Dan jika sudah seperti ini , Mila yang terkenal galak dan jutek, hilang begitu saja. Ya, Mila lemah jika berhubungan dengan Elgar.
Elgar melanjutkan aksinya, membuka kancing baju Mila dan mulai memainkan dua benda kesukaannya. Elgar membenamkan wajahnya di dada Mila dan membuat banyak tanda kepemilikan disana.
Mila mulai mende sah menikmati perlakuan Elgar. Walaupun sangat beresiko bermesraan di kantor, tapi dia sangat merindukan El dan sentuhannya. Sudah 3 hari mereka tak bertemu untuk berkeringat bersama. Elgar ke luar kota selama 3 hari untuk mengurusi bisnis.
Tok tok tok
Suara ketukan mengejutkan dua insan yang tengah mendaki puncak kenikmatan. Mila buru-buru bangkit dari pangkuan El dan berdiri membelakangi pintu. Secepat kilat dia merapikan baju serta rambutnya, jangan sampai ada orang yang curiga.
"Siang pak," sapa Tari yang baru masuk. Sekretaris Elgar itu mengernyit melihat perempuan berseragam og berdiri disebelah Elgar dan membelakanginya
"Ada apa, Tar?" Elgar yang tahu kemana arah pandang Tari segera menarik perhatiannya
"Ini ada berkas yang harus bapak tanda tangani." jawab Tari sambil mengangsurkan map berisi berkas kearah Elgar.
Elgar segera meraih berkas dari Tari dan memeriksanya.
Setelah bajunya rapi kembali dan mengatur detak jantung yang deg degan, Mila segera berbalik dan mengambil nampan di meja.
"Saya permisi dulu pak," ujar Mila dengan tangan yang sedikit gemetar. Mila masih tegang karen hampir ketahuan, tapi dilihatnya, Elgar tampak biasa saja, membaca berkas dengan tenang dan tidak menyahuti ucapan Mila.
Seperti itulah hubungan kedua orang itu selama 4 bulan ini. Mereka suami istri saat berdua, tapi menjadi orang asing saat ada yang lain. Bukan tanpa alasan, karena jelas ada alasan kuat dibalik semua ini.
Selamat datang di novel ke 7 saya. Semoga karya ini bisa menemani hari hari reader tersayang.
Salam dari Author receh yang masih terus belajar menulis**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yaser Levi
ku beri setangkai mawar thor..sebagai tanda cinta
2024-08-01
0
Ety Nadhif
awal bab ninggalin jejak biar ingat udah pernah baca
2024-06-01
1
Capricorn 🦄
keren
2024-05-23
0