Ilona, gadis jalanan yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Kehidupan jalanan memaksanya menjadi gadis kuat dan pemberani. Berbeda dengan Ayyara, seorang gadis culun yang selalu menjadi sasaran bully di sekolahnya. Selain penampilannya yang culun dan dianggap jelek, dia sedikit gagap saat berbicara. Bahkan kakak dan sepupunya tidak suka padanya.
Hingga suatu hari, terjadi kecelakaan yang membawa perubahan dalam hidup keduanya. Ilona terbangun dalam raga Ayyara. Kecelakaan itu mengubah semua jalan hidup keduanya. Ilona yang tidak memiliki orang tua dan kehidupannya yang susah, berubah mendapatkan kasih sayang orang tua dan kehidupan layak. Dan Ayyara, dia berubah menjadi gadis yang tak mudah ditindas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
Bel masuk kelas telah berbunyi. Semua siswa siswi memasuki kelas masing-masing. Bu Trya, guru ekonomi yang terkenal kejam itu meminta satu persatu siswanya mengumpulkan pekerjaan rumah mereka di depan.
"Vanya! Elen! Dimana tugas kalian?" Bu Trya, Guru ekonomi yang paling ditakuti itu menatap Vanya dan Elen.
"Buku tugas kita dibakar Ayya, Bu!" Adu Vanya. Sementara Ayyara, gadis itu masih tenang ditempatnya.
"Iya, Bu! Ayya yang bakar buku tugas kita." Timpal Elen.
Bu Trya menatap Ayyara. Sebelah alisnya ia naikkan. "Ayya! Benar kamu yang bakar buku tugas mereka?"
"Gimana ya, Bu. Mau jawab iya, tapi ga ada bukti. Mau jawab engga, juga ga ada bukti. Apa saya harus tanggung jawab hal yang ga pernah saya lakuin?"
"Lo!" Vanya dan Elen sama-sama geram mendengar jawaban Ayyara.
"Vanya! Elen!"
"Bu, dia bohong Bu!" Ujar Vanya.
"Sudah! Vanya! Kamu sama Elen kalo ga kerja, bilang aja ga kerja! Jangan fitnah Ayyara seperti ini."
"Bu, dia..."
"Diam, Elen!!" Bentak Bu Trya. "Kalian Ibu hukum! Keluar dari kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran Ibu sampai minggu depan. Hukuman tambahannya membersihkan toilet yang ada di lantai dua." Tegas Bu Trya.
Vanya dan Elen melempar tatapan tajam pada Ayyara. Wajah keduanya memerah menahan amarah.
"Vanya! Elen! Kenapa masih disitu?! Cepat keluar!!" Bentak Bu Trya, yang langsung membuat Vanya dan Elen bangun dan berjalan keluar. Saat mata mereka kembali menatap Ayyara, gadis itu malah membalas mereka dengan menjulurkan lidahnya. Membuat kekesalan mereka semakin bertambah.
***
Jam istirahat adalah kesempatan Ayyara menjaili Vanya dan Elen. Dia berjalan cepat menuju toilet. Dasar sepatunya dibuat sekotor mungkin. Dengan santainya Ayyara masuk dan meninggalkan bekas kotor pada lantai toilet yang sudah di pel bersih oleh Vanya dan Elen.
"Eh, lo sengaja ya ngotorin lantai lagi?" Elen menarik kasar tangan Ayyara.
"Apaan sih? Siapa juga yang ngotorin? Gue mau bercermin." Jawab Ayyara acuh. Dia membalikkan badannya menatap cermin.
"Eh, lo buta? Sepatu lo ngotorin lantai, anjing!" Ujar Vanya, menarik kasar bahu Ayyara, membuatnya berbalik.
"Apa?!" Bentak Ayyara.
"Berani bentak lo?!" Vanya melayangkan tangannya hendak menampar Ayyara. Namun, Ayyara sekarang bukan gadis lemah lagi. Dan Vanya, dia tidak pernah belajar dari apa yang terjadi sebelumnya.
Ayyara menahanya dan memelintir tangan Vanya. Elen yang hendak membantu, ditendang kakinya oleh Ayyara. Gadis itu tersungkur dengan kaki di bagian tulang kering yang memerah keunguan. Ayyara meraih ember yang berisi air sisa pel.
"Lo diam! Atau engga, lo juga kena imbasnya!" Ancam Ayyara. Elen tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia cukup tahu bagaimana Ayyara sekarang. Ia lebih baik cari aman. Ditambah lagi, kakinya sangat sakit.
Ayyara menambahkan air hingga ember yang tersisa sedikit air pel menjadi penuh. Ayyara mendekatkan wajah Vanya pada ember, dan menenggelamkannya.
"Lo mau bunuh gue kan? Sekarang lo rasain dulu namanya ga bisa napas!" Ujar Ayyara, sembari menenggelamkan wajah Vanya. Tangan Vanya bergerak-gerak seolah meminta Ayyara menghentikan perbuatannya.
"Ayya! Lo bisa bunuh Vanya!" Ujar Elen.
"Diam lo! Dia juga mau bunuh gue! Lo tau? Dia bayar orang buat bunuh gue!" Ujar Ayyara.
Elen seketika diam. Dia tidak tahu tentang rencana Vanya yang itu. Ayyara mengangkat wajah Vanya. Kemudian ia mendorong Vanya hingga mengenai tembok.
"Lo yang maksa gue kayak gini. Jangan salahin gue kalo kasar sama lo! Satu lagi, jangan sampe masalah ini bocor. Lo berdua yang bakal gue cari!" Ujar Ayyara, keluar dari toilet.
"Lo bohong sama gue Van! Gue kecewa sama lo!" Ujar Elen, bangun dan melangkah terseok-seok keluar toilet.
"Woy, Elen! Kenapa tu kaki?" Teriak seorang siswa saat Elen melewatinya dan beberapa temannya.
"Kepleset!" Jawabnya acuh.
Setelah Elen, Vanya pun ikut lewat. Siswa-siswa tersebut kembali bersiul melihat Vanya keluar dengan wajah basah dan memar di keningnya.
"Vanya! Lo sama Elen berantem di toilet? Yang satu keluar pincang. Yang satu lagi wajah basah plus memar di jidat. Cosplay jadi tom and jerry kalian?"
"Bukan urusan lo!" Balas Vanya.
***
Ayyara tersenyum melihat mobil Pak Tanto muncul. Setelah mobil pak Tanto berhenti, Ayyara segera memasukinya.
"Senyum terus neng?" Ujar Pak Tanto, melajukan mobilnya.
"Lagi senang pak. Oh ya pak, kita ke pasar dulu ya?"
"Ngapain neng?"
"Mau beli sembako buat anak-anak jalanan, Pak."
"Oke, neng."
Pak Tanto pun mengarahkan mobilnya ke pasar. Ia turun bersama Ayyara untuk membeli sembako. Dalam otaknya sudah berpikir, Reka dan Ibunya tidak akan kesusahan makanan lagi jika dia terus mengirimkan sembako untuk mereka. Ibu Reka cukup mencari uang untuk biaya hidup yang lain.
"Neng, seriusan belanjaannya segini?" Tunjuk Pak Tanto pada banyaknya sembako yang dibeli Ayyara.
"Iya, Pak. Biar cukup. Ayya juga udah kasi tau Mama sama Papa."
"Ya udah, neng. Terus digimanain?"
"Ini alamatnya, tinggal tunggu pick up yang anterin."
"Sembako sebanyak ini, cuman satu alamat neng?"
"Iya. Bapak tenang aja. Ayya yakin pasti di bagi-bagiin. Yang punya alamat orangnya baik. Lagipula udah Ayya minta pisahin kok punya mereka."
"Oh, syukurlah neng. Ya udah, ayo pulang neng!"
"Ayya sama saya, Pak!" Suara itu membuat Ayya dan juga Pak Tanto menoleh. Tak jauh dari mereka, Alden berdiri sambil terus menatap mereka.
"Alden? Lo kenapa bisa kesini?" Tanya Ayyara, membuat Alden maju mendekatinya.
"Masih panggil lo gue nih? Kan udah pacaran?" Ucapan Alden berhasil membuat Pak Tanto melotot. Dia tak menyangka jika dua orang itu sudah berpacaran.
"Ne-neng Ayya sama den Alden pacaran?"
"Itu..."
"Iya, Pak." Jawab Alden memotong ucapan Ayyara.
"Ish, apaan sih? Jangan percaya, Pak."
"Aduh neng, kenapa malu begitu? Bapak mah setuju kalo neng sama den Alden. Tapi, pacarannya jangan-jangan lama-lama. Langsung nikah." Ujar Pak Tanto sembari tersenyum menggoda. Ia turut bahagia melihat Ayyara bahagia.
"Apaan sih, Pak? Ayya masih sekolah!" Ujarnya. "Oh ya, rahasiain dulu ya dari Mama sama Papa."
"Buat apa? Mereka udah tau." Balas Alden, santai.
"Kamu kasi tau?"
"Paman Lukman. Dia ga sengaja liat aku senyum-senyum terus. Jadi dipaksa ngomong jujur. Setelah tau, malah diceritain sama om tante. Jadinya, aku harus jujur ditanya om tante." Ujar Alden. "Kamu mau tau, apa ekspresi mereka pas aku jujur?" Alden mendekatkan wajahnya dan berbicara serius. Membuat Ayya mengangguk saja.
"Apa?" Tanyanya penasaran.
"Mereka tersenyum senang. Mereka setuju. Katanya, kalau kita mau, tamat SMA kita nikah."
"Hah?"
"Engga, sayang. Becanda." Alden mengacak pelan rambut Ayyara.
Blush... Pipi Ayyara langsung bersemu saat di panggil sayang oleh Alden. Senyum tak bisa ditahan lagi. Ia memalingkan wajahnya lalu benar-benar mengeluarkan senyumannya. Pak Tanto yang melihat pun, hanya mengulum senyum.
"Kalo begitu, saya pamit dulu neng, den."
"Iya, pak! Hati-hati!" Ujar Ayyara.
Setelah Pak Tanto pergi, mobil pick up yang diminta Ayyara untuk mengirimkan sembako ke tempat Reka pun tiba.
Semoga kamu dan Ibumu senang. Dan kehidupan kalian lebih baik. Kakak sekarang udah hidup dengan baik. Batin Ilona.
"Semuanya sudah neng. Mau diantar kemana?" Tanya supir mobil pick up.
"Ke alamat ini Pak. Sembako yang dipisahin sendiri itu buat tuan rumahnya. Kalo yang sisanya dibagi-bagi ke anak jalanan."
"Siap, neng!" Supir itu segera meraih alamat yang diberikan Ayyara, kemudian melajukan mobilnya menuju alamat yang di tentukan.
"Ayo, kita pergi!" Alden meraih tangan Ayyara dan menggandengnya.
"Kemana? Bukannya pulang?"
"Kita ke perusahaan aku dulu. Ada dokumen yang lupa ku bawa."
"Pake seragam gini ga papa?" Ayyara menatap tubuhnya yang sedang dibalut seragam SMA.
"Ga papa. Sipa yang mau marah sama pacarnya Alden?" Ujarnya sambil tersenyum.
"Apaan sih? Ayo!" Ayyara berjalan lebih dulu menuju mobil sembari menyembunyikan wajahnya yang memerah malu.
***
Memasuki kantor Alden, setiap pasang mata menatapnya. Tatapan mereka seolah mengatakan siapa dia? Kenapa bisa berada di kantor ini? Terlebih lagi, Ayyara mengenakan seragam SMA.
Mata Ayyara tak segaja melihat beberapa karyawan wanita yang menatap Alden dengan tatapan memuja. Dan tiba-tiba saja, perasaan tidak suka itu menyelinap masuk dalam hatinya. Wajahnya berubah kesal. Ia meraih tangan Alden dan menggandengnya. Seolah menjelaskan Alden adalah miliknya.
"Jangan menoleh kiri kanan. Cukup fokus kedepan!" Ujar Ayyara, saat Alden hendak menoleh padanya yang berada tepat di sampingnya.
Alden mengulum senyum. Ia menurunkan tangan Ayyara yang menggandengnya dan merubahnya menjadi genggaman. Alden menautkan jari-jari mereka dan menggenggam erat tangan Ayyara. Membuat gadis itu merasakan perasaan hangat.
Alden dan Ayyara memasuki lift. Beberapa menit kemudian, lift berhenti. Keduanya segera menuju ruangan Alden. Di depan ruangan Alden, terdapat ruangan untuk sekretaris Alden, Siska, seorang wanita 30 tahun.
"Duduk dulu!" Seru Alden saat dia dan Ayyara sudah berada di ruangannya.
"Mau minum apa? Aku akan suruh Bu Siska buatkan."
"Bu Siska wanita di depan tadi?"
"Iya. Jangan takut. Dia orang baik. Sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri."
Huh, siapa yang takut? Tampang Bu Siska sepertinya dia orang baik. Kalo pun orang jahat, gue ga takut.
"Gimana? Mau minum apa?" Alden ikut duduk di sofa ruangannya.
"Ga usah deh. Kita ga lama kan, disini?"
"Kenapa? Kamu ga suka?" Alden bangun dan bergerak menuju meja kerjanya. Mengeluarkan beberapa dokumen yang harus dia bawa pulang.
"Bukannya ga suka. Cuman, aku ngantuk." Ujar Ayyara, sambil mengembungkan pipinya. Membuat Alden tersenyum gemas melihatnya. Cowok itu mendekati Ayyara, lalu menangkup kedua pipinya sambil berjongkok di depan gadis itu.
"Gemas banget si, pacarnya Alden." Ujarnya. "Ya udah, ayo aku antar pulang!"
"Tapi, kamu ga balik lagi kesini kan?" Alden tersenyum mendengar Ayyara sudah mulai mengubah panggilannya.
"Kenapa kalo aku balik?"
"Aku ga suka karyawan wanita kamu yang di lantai bawah." Ujarnya. Terselip nada cemburu yang lagi-lagi membuat Alden tersenyum.
"Ya udah, aku langsung pulang setelah anter kamu. Ayo!" Ayyara segera bangun. Menunggu Alden mengambil berkasnya, kemudian keluar ruangan bersama.
***
Beberapa hari berlalu sejak dikirimnya sembako ke rumah Reka. Hari ini, Ayyara yang tak lain adalah Ilona akan mengunjungi Reka. Ayyara menghentikan motor yang ditumpangi di tempat biasa anak-anak jalanan beristirahat.
Ia melangkah mendekati seorang anak kecil dengan baju kumal. Persis dirinya saat masih menjadi Ilona.
"Dek, liat Reka ga?"
"Reka? Coba ke sana, kak. Aku liatnya dia ke sana."
"Oke. Makasih ya."
Ayyara bergegas ke tempat yang di tunjuk anak kecil tadi. Langkahnya terhenti saat melihat punggung kecil yang berdiri membelakanginya, menatap warung yang sering di kunjunginya bersama Reka dulu.
"Reka!" Anak lelaki itu menoleh. Keningnya berkerut mendapati seorang gadis cantik di depannya saat dia berbalik.
"Kakak siapa? Apa kita saling kenal?" Mata Ayyara langsung memanas. Ia tak mampu membendung air mata, saat seorang yang yang dianggapnya sebagai adik, dan sangat ia sayang tidak mengenal dirinya.
"Kakak kenapa menangis?" Reka kembali bertanya ketika melihat air mata Ayyara jatuh.
"Ga papa. Kamu Reka kan?" Anak itu mengangguk. "Kenalin, kakak Ayyara, temannya Ilona." Ayyara mengulurkan tangannya dan disambut oleh Reka.
"Kakak temannya kak Ilona?" Wajah Reka berubah sendu menyebut nama Ilona. Ada luka yang Ayyara rasakan dari pancaran mata itu.
"Kak Ilona udah ga ada, kak." Anak itu berucap lirih. Membuat Ayyara semakin merasa sedih.
Aku masih ada Reka. Hanya saja bukan dalam tubuh Ilona lagi, tapi Ayyara.
Ayyara menarik Reka dalam pelukannya. "Kamu jangan sedih lagi, ya? Walaupun kakak bukan kak Ilona, kakak akan berusaha menjadi seperti kak Ilona buat kamu. Sekarang, kamu adalah teman kakak, juga adek kakak. Jadi, jangan sedih lagi ya?" Ujar Ayyara, sembari mengusap air mata Reka.
"Makasih, kak."
/Rose//Rose//Rose/