Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 ~ Membuat Meradang Hati Calon Mertua
Mereka pun membahas apa yang akan menjadi rencana pertama dalam menggagalkan rencana pernikahan ini. Adanya Darier membuat suasana semakin berwarna, apalagi dengan Lucy yang aslinya memang cerewet. Sementara Kiara dan Alice yang memang lebih pendiam hanya sesekali menimpali.
.
.
.
Pagi menyapa, namun sang surya masih enggan untuk menunjukkan diri. Langit didominasi oleh awan keabuan, membuat pagi hari ini menjadi hari yang mendung. Cuaca yang sangat mendukung tidur nyenyak seorang gadis yang kini berbaring di sofa ruangannya.
Drttt.. Drttt..
Suara getaran ponsel membuat kedua alis tebal itu mengerut, Alice mencoba untuk abai namun ponsel itu terus bergetar dan mau tidak mau ia raih dan mengintip sedikit nama yang tertulis di sana.
Lucy.
"Ha..."
"Lice, tuan besar sudah mengetahui tentang butik kita. Dari tadi aku menghubungimu tapi tidak kamu angkat. Aku rasa sebentar lagi tuan akan sampai ke butik. Kamu pergilah dari sana, tuan besar terlihat sangat marah."
"Tenanglah, Cy."
BRAKKK...
Pintu ruangan itu terbuka, memunculkan wajah sang ayah yang kini menatapnya marah. Alice mematikan panggilan Lucy kemudian menarik napasnya panjang. Ia bangkit dari tidurnya dan balik menatap sang ayah dengan tatapan datar.
"Pulang!" Hanya satu kata yang pria itu ucapkan. Alice tertawa miris, sungguh tidak habis ia pikir kenapa Alice punya orangtua segila ini.
"Bagaimana jika aku tidak mau?" tanya Alice memprovokasi.
"Butik kecil yang tidak berharga ini akan aku hancurkan."
"Tidak berharga?"
"Haha, dibanding dengan perusahaan Lawrence butik ini secuil pun tidak sebanding."
"Jika Anda menghancurkan butik ini, jangan harap untuk bisa melihat wajahku lagi."
Alice berlalu dari sana, meninggalkan Barnett yang terpaku. Ia tidak percaya kenapa sang putri yang dulunya penurut kini menjadi pembangkang.
Sementara Alice berjalan seorang diri. Masih menggunakan pakaian semalam, ia terlihat seperti seorang nona muda yang tersesat.
Gadis itu pun mendongak, melihat langit yang mendung namun tidak menitikkan air hujan di atas sana. Seakan mendukungnya untuk tidak menangis dan tetap bertahan, ia mengedip-ngedipkan kelopak matanya membuat air mata yang hampir keluar tidak jadi mengalir.
Langkahnya membawa tubuh kecil itu ke sebuah minimarket, untung saja ia membawa beberapa lembar uang di dalam kocek celananya. Satu kantong kresek akhirnya ia bawa keluar dari minimarket itu kemudian melanjutkan perjalanannya.
Seperti biasa, ia akan pergi ke sana bila hatinya gundah. Memperhatikan kucing-kucing yang makan dengan lahap membuatnya merasa lebih baik. Dan ia harus bersyukur karena sang ayah tidak mengikutinya.
"Hey, kalian bahkan lebih pengertian daripada manusia," gumamnya sembari mengelus-elus kucing-kucing yang datang dan menggosokkan tubuhnya pada kaki gadis itu. Seakan mereka pun menyadari kalau gadis itu sedang sedih dan butuh untuk dihibur.
Hampir satu jam lamanya ia bermain di sana, hingga sebuah papan yang sudah lama tidak ia coret menarik perhatiannya. Langkah gadis itu terangkat untuk sekedar memeriksa adakah balasan dari teman coretnya itu. Namun nihil, tulisan di sana masihlah tetap tulisan terakhirnya satu minggu yang lalu.
"Kenapa orang ini menghilang persis seperti dia?" gumamnya sembari berhitung sudah berapa lama sang kekasih tidak memberi atau bertanya kabar. Namun ia menggeleng, tidak mungkin mereka adalah orang yang sama.
.
.
.
Sore harinya Alice, Lucy dan Kiara tampak masuk ke sebuah mall elit. Bersama beberapa pengawal mereka keluar masuk berbagai outlet dengan merek-merek ternama.
Dalam waktu dua jam kedua tangan dari tiga pengawal telah penuh dengan tas belanja sang nona. Alice membayar semua itu, menggunakan kartu pemberian orangtuanya sesuka hati hari ini.
Kemudian mereka masuk ke bioskop, menonton sebuah film komedi romantis di sana. "Perhatian semuanya," pekik Alice setelah masuk ke ruang temaram itu.
"Kalian semua akan ku traktir hari ini, nanti pengawalku akan mengembalikan uang tiket maupun uang makanan yang kalian beli. Katakan saja kalian habis berapa, biarkan aku yang membayar karena aku sedang bahagia saat ini. Sebentar lagi aku akan menikah dan menjadi nyonya Nelson, ayo berikan selamat padaku!" teriak gadis itu yang disambut tepuk tangan meriah dan pekikan bahagia dari penghuni ruangan.
Namun ada seorang wanita paruh baya yang menatap tidak suka dengan Alice.
"Hey, bukankah itu calon menantumu? Sepertinya dia bahagia sekali karena sebentar lagi akan menikah," bisik wanita di sebelah kanannya sembari tersenyum sinis.
Valerie mengepalkan kedua tangannya, wajahnya sudah cukup tebal hari ini. Dari sore hingga malam entah kenapa gadis itu selalu muncul di hadapannya dan berbuat hal yang membuat malu. Belum lagi teman-teman sosialitanya selalu mengejek di setiap kali gadis itu bertingkah.
Sementara Alice yang duduk tidak jauh darinya menarik sudut bibirnya sekilas, dapat ia lihat wajah tegang wanita itu yang sedang menahan amarah. Apalagi saat salah satu pengawal Alice yang ingin mengembalikan uangnya sesuai janji sang nona ditolaknya mentah-mentah. Bahkan sederet sosialita itu melakukan hal yang sama, mereka menolak dan memandang ke arah kursi Alice dengan pandangan merendahkan.
"Vale, kenapa menolak pemberian calon menantu? Seharusnya kamu menerimanya. Aku yakin dia pasti sedang mengambil hatimu sekarang, jika kamu tidak memberi perhatian padanya aku takut putramu itu akan ditinggalkan," ujar wanita di sebelah kirinya dengan nada mendayu dan lembut. Namun setelah berkata, wanita itu mengakhirinya dengan tawa sinis yang membuat hati Valerie semakin meradang.
'Seharusnya aku booking seisi bioskop tadi,' batin Valerie kesal disertai wajah muramnya.
Dan Alice? Gadis itu sangat puas karena misi pertamanya sudah delapan puluh persen berhasil, sedikit lagi sentuhan akhir akan membuat misi hari ini menjadi paket komplit cara membuat peradangan di hati calon mertua.
Keluar dari bioskop para sosialita itu masuk ke sebuah restoran mewah. Sedikit-sedikit Valerie melirik ke arah pintu masuk, sangat berharap bahwa gadis pembawa masalah itu tidak ikut masuk kemari. Namun harapan tinggallah harapan ketika tiga orang gadis cantik melangkah masuk dengan tawa yang menggema. Lagi-lagi Valerie harus menulikan telinga untuk tidak mendengar sindiran teman-temannya itu.
Ia bahkan mengajak untuk pindah restoran namun teman-temannya tidak mau. Jadilah Valerie harus kembali menahan rasa kesalnya, apalagi saat ini sang calon menantu kembali membuat hal.
Di mejanya Alice sedang memarahi seorang pelayan, Alice terlihat kesal ketika pelayan itu tidak sengaja menumpahkan jus alpukat pada pakaian mahalnya.
"Kau tidak tahu seberapa mahalnya pakaian ini, kau tidak akan sanggup membayarnya dengan gajimu sebagai pelayan seumur hidup," pekik Alice sembari memandang rendah pelayan itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Cepat panggil manajermu jika masih ingin nona Lawrence yang sebentar lagi akan menjadi nyonya Nelson tetap berkunjung nantinya," tambah Lucy, suaranya tidak kalah tinggi dari sang nona.
Alice melongo sejenak, Lucy bahkan bisa jadi saingan Ayla sebagai ratu antagonis pikirnya. Dan Kiara, gadis itu hanya mengangguk-angguk namun tatapan gadis itu tidak kalah merendahkan dari dua temannya.
Sementara Valerie yang sudah tidak tahan lagi memutuskan untuk pergi terlebih dahulu, "Hem, maaf aku ada urusan mendadak. Suamiku meminta ku pulang, jadi aku duluan ya semuanya," pamitnya dengan nada kaku, wajahnya bahkan sudah terlalu masam hanya untuk sekedar mengembangkan senyum.
Setelah kepergiannya, teman-temannya hanya memandang sinis. Semua juga tahu itu hanya alasan Valerie untuk pergi dan tidak lagi menanggung malu atas kelakuan sang calon menantu.
Di meja lain, gadis pelayan itu akhirnya dipecat oleh manajer restoran. Gadis itu menangis sedih, namun mengembangkan senyuman sekilas ketika melihat kode dua jempol dari Lucy di bawah meja. Ia kemudian keluar dari restoran dengan cepat.
Gadis itu sebenarnya bukanlah pelayan restoran, ia adalah salah satu karyawan di butik Alice dan Lucy yang diajak untuk bermain peran.
Alice yang melihat bahwa Valerie telah keluar dengan tangan terkepal erat kembali duduk dan ketiga gadis itu makan dengan tenang tanpa mempedulikan tatapan aneh dari semua orang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
tembak tembak tembak
🤣🤣🤣