Mengejar Cinta Om Duda

Sejak Mey memergoki suaminya berselingkuh. Ia sangat jarang bicara atau sekadar menyapa lelaki itu. Bahkan sudah dua malam ia menumpang tidur di kamar Tasya. Ia masih sangat kesal pada suaminya itu. Bagaimana tidak, setelah pertengkaran itu. David tidak pulang ke rumah. Tentu saja Mey tahu ke mana lelaki itu pergi.

"Mamud, udahan dong marahan sama Daddy. Kasihan dia terus gedor-gedor pintu tiap malam buat manggil lo. Emangnya ada masalah apa sih?" Tasya menghampiri Mey yang sedang belajar di atas sofa. Mey memang belum ceritakan apa yang sebenarnya terjadi beberapa hari lalu. Ia terlalu sibuk belajar.

"Kesalahan dia kali ini gak bisa dimaafkan, berhubung ujian tinggal sehari lagi. Gw mau fokus belajar, Sya." Sahut Mey masih serius belajar.

"Mey, jangan buat gw penasaran dong. Apa masalah kalian sebenarnya? Kalau gini terus, kapan gw bisa punya adik?"

Mey yang mendengar itu langsung melayangkan tatapan tajam pada Tasya. "Yang ada dalam otak lo itu cuma ada adik doang ya? Tar juga kalau udah waktunya lo bakal punya adik."

"Ck, kelamaan. Kisah cinta kalian itu terlalu drama tahu gak? Gw bantu aja deh ya?"

"Jangan macam-macam, Sya. Gw punya cara sendiri buat dapetin hati Bokap lo. Bukan dengan cara jebakan atau apa. Gw mau dapetin cinta Bokap lo dengan jujur. Tapi kali ini gw cuma mau fokus belajar. Lo tahu kan gw gak bisa fokus kalau belajar depan Om David? Yang ada gw ngayal macem-macem."

"Dasar! Kalau gw jadi lo, ngapain cuma dihayalin. Langsung embat aja, udah halal juga. Tar keburu diicip sama orang lain baru nyaho."

"Bukan diicip orang lain, tapi dia yang nyicip orang lain, Sya." Sahut Mey dengan nada ketus.

"Maksud lo?" Tasya beringsut mendekati Mey. Ia sangat penasaran dengan perkataan sahabat sekaligus mamudnya itu.

"Lo tanya aja sama Om David, gw gak bisa ngomong. Terlalu menyakitkan." Jawab Mey kembali memokuskan diri ke buku pelajaran. Tasya yang mendengar itu merasa kecewa.

"Jangan bilang wanita matre itu yang lo maksud?" Tanya Tasya masih penasaran.

"Siapa lagi emangnya?" Ketus Mey.

Tasya yang mendengar itu memicingkan matanya. "Daddy pembohong. Dia bilang gak akan berhubungan lagi dengan wanita itu. Dan sekarang hubungan mereka sampai sejauh itu. Gak bisa dibiarin Mey."

"Gw gak tahu, Sya." Sahut Mey dengan tak semangat.

"Lo tenang aja, gw gak akan kasih kesempatan wanita itu masuk ke rumah ini. Daddy juga, udah punya istri masih aja gatel sama cewek lain. Awas aja. Lo harus kasih pelajaran sama Daddy gw, Mey. Tapi bukan gini caranya. Yang ada Daddy gw makin gencar main kuda-kudaan ama wanita gila itu. Lo harus lebih tegas." Oceh Tasya panjang lebar.

"Terus gw harus ngelakuin apa? Bokap lo gak mau nyentuh gw sedikit pun. Gw rasa, dia cuma jadiin gw sebagai istri pajangan."

Mendengar itu, Tasya terlihat berpikir keras. Sampai sebuah ide muncul di benaknya. "Gw tahu, untuk sekarang lo fokus belajar dulu dan percantik diri. Habis itu lanjutkan misi lo buat mengejar cinta Om duda. Gw bakal selalu ada dibelakang layar lo."

Mey menutup bukunya, lalu menatap Tasya lamat-lamat. "Itu yang lagi gw pikirin dari tadi. Gw bingung gimana caranya lagi buat nyari perhatian Bokap lo?"

Tasya merangkul pundak sahabatnya. "Gw minta maaf karena udah maksa lo buat jadi Mamud gw. Sampai lo harus berjuang buat dapetin hati Daddy. Gw juga gak tahu apa kelebihan wanita itu. Sampe Daddy gak bisa lepasin dia."

"Mungkin karena dia cantik dan berpendidikan, Sya. Beda sama gw yang cuma orang misquin dan jelek." Sahut Mey menyandarkan kepalnya di bahu Tasya.

"Jangan bilang gitu, perlahan lo bakal cantik. Gw yakin lo itu bakal lebih cantik dari wanita tua itu. Secara lo itu jauh lebih pinter dan muda." Ujar Tasya mengusap lengan sahabatnya.

"Sya, gw memutuskan buat lanjut kuliah."

Tasya yang mendengar itu sangat kaget dan langsung mendorong Mey pelan. Kini keduanya saling menatap.

"Lo beneran mau kuliah?"

Mey mengangguk pelan. "Gw udah ambil formulir Univ, ambil jurusan Administrasi Perkantoran." Jawab Mey tersenyum lebar. Tasya yang terlalu senang pun langsung memeluk Mey.

"Gw seneng lo mau lanjut kuliah." Kata Tasya semakin mengeratkan pelukannya.

"Gw pengen ngubah hidup, Sya. Gw bosen ada di bawah terus. Kebetulan gw punya suami kaya, kenapa gak gw manfaatkan aja ya kan?"

Tasya terkekeh geli mendengarnya. Lalu melepas pelukannya. "Lo boleh manfaatin semua kekayaan Bokap gw sepuasnya. Gw bakal dukung lo."

Mey yang mendengar itu merasa heran. "Kenapa lo malah mau dukung gw sih?"

"Ya gw dukung lah, lo itu Istri Daddy sekarang. Jadi ada hak lo buat pake harta Daddy. Demi kebahagiaan lo, gw akan bantu lo sampe selesai."

"Tapi lo kan bakal kuliah di luar negeri." Lirih Mey menatap sahabatnya dengan tatapan tak rela.

Tasya juga memberikan tatapan yang sama. "Gw gak bisa nolak, Mey. Berat buat ninggalin kota ini. Terutama elo, Mey. Gw gak bisa jauh dari lo."

"Sya, Daddy lo pasti punya tujuan buat ngirim lo ke sana. Jadi terima aja dulu keputusannya. Lagian kita masih bisa video callan kan?" Mey berusaha menepik rasa sedihnya.

"Lo bener, gw janji bakal balik secepatnya. Dan pas gw balik, gw pengen lo udah lahirin adik buat gw. Gw pengen adek lakik," pinta Tasya yang berhasil mendapat toyoran dari Mey.

"Lo pikir enak melahirkan anak itu heh? Apa lagi pas gw kuliah, bisa mati gw. Tapi kalau itu emang takdir gw, kenapa gw tolak ya kan? Seru juga gw punya anak berwajah bule kayak kalian."

"Makanya, buruan rebut hati Daddy. Gw cuma punya waktu dua bulan buat bantu lo deket sama Daddy."

Mey mengangguk antusias. Lalu kedua gadis itu melanjutkan belajarnya sambil sesekali bercanda ria.

Berbeda halnya dengan David. Sudah dua malam ia tidak bisa tidur nyenyak karena istrinya terus menganggu pikiran. Kemarahan Mey berhasil memengaruhinya kali ini.

David keluar dari kamar dan bergegas menuju kamar putrinya. Namun langkahnya tertahan saat melihat sang istri keluar dari sana. Penampilan gadis itu terlihat menggoda, karena hanya mengenakan kaos longgar yang tipis dengan rambut yang dicepol asal. David pun mengikuti jejak sang istri menunju dapur.

Gadis itu mengambil gelas, lalu berjalan menuju kulkas. Mengambil kotak susu dan menuangnya dalam gelas. Mey pun memilih duduk di meja makan. Meneguk susu perlahan dengan tatapan lurus kedepan. Tidak menyadari sejak tadi suaminya ada di sana.

David melangkah pelan untuk menghampiri Mey. Lalu menarik kursi disebelah sang istri. Mey terkejut dan langsung menoleh. "Om? Ngapain di sini?"

"Ini rumah saya, bebas mau ngapain aja." Jawab David merebut gelas berisi susu dari tangan Mey. Lalu meneguknya sampai habis. Tentu saja gadis itu terkejut dengan mulut yang sedikit terbuka. Apa yang David lakukan berhasil membuatnya terperangah.

David meletakkan gelas kosong itu di atas meja. Lalu kembali memperhatikan istrinya yang masih bengong. "Mey, malam ini tidur di kamar ya?"

Mey menarik diri dari lamunanya. "Maaf, Om. Mey mau fokus belajar buat ujian terakhir besok." Jawab Mey seraya bangkit dari posisinya dan hendak pergi dari sana. Namun dengan cepat tangannya di cekal oleh David. Mey pun menoleh.

"Mey, saya minta maaf atas kejadian itu. Saya...."

"Om, Mey gak mau bahas masalah itu lagi. Mey capek, mau istirahat." Sanggah Mey merasa mual saat kembali mengingat kejadian beberapa hari lalu.

David menarik tangan istrinya. Membawa gadis itu agar mendekat. "Balik ke kamar ya?"

"Maaf gak bisa, Om. Mey...."

"Bagaimana jika saya meminta hak saya malam ini?"

Mey yang mendengar itu tersenyum getir. "Om terlambat."

Kening David mengerut saat mendengar jawaban Mey. "Maksud kamu? Bukanya kamu yang bilang, kalau saya minta itu, kamu bakal kasih?"

Mey menangkap pandangan suaminya dengan senyuman getir. "Mey datang bulan, maaf tidak bisa mengabulkan keinginan Om malam ini." Mey melepaskan tangan David dari lengannya. Lalu melangkah pergi meninggalkan David .

"Mey, meski kamu tidak bisa memberikan hak itu malam ini. Kamu bisa tidur di kamar dan temani saya. Kamu itu istri saya, Mey." Kata David yang berhasil menahan langkah Mey. Namun gadis itu tak berniat untuk menoleh.

"Saat Om tidur dengan wanita lain, apa Om pernah memikirkan Mey? Kalau Mey ini istri Om?"

Pertanyaan yang Mey lontarkan berhasil menampar David secara tak langsung.

"Mey tahu posisi Mey di sini, karena itu Mey mulai jaga jarak dari Om. Supaya perasaan Mey tidak terlalu jauh." Imbuh Mey berbalik agar lebih leluasa melihat suaminya. Lalu menarik napas dalam-dalam.

"Om jangan khawatir, Mey gak akan larang Om berhubungan dengan Tante Nindy. Tapi tolong, jangan bermesraan di depan Mey atau pun Tasya. Karena itu sangat menyakitkan untuk dilihat." Pungkas Mey kembali melanjutkan langkahnya. Dan kali ini langkahnya lebih cepat dari tadi.

David masih terdiam, perkataan Mey bagaikan ribuan belati menghujam jantungnya. Mungkin malam ini ia tak akan bisa tidur seperti malam-malam sebelumnya.