Bagi mata yang memandang hidup Runa begitu sempurna tapi bagi yang menjalani tak seindah yamg terlihat.
Runa memilih kerja serabutan dan mempertahankan prinsipnya dari pada harus pulang dan menuruti permintaan orang tua.
"Nggak apa-apa kerja kayak gini, yang penting halal meskipun dikit. Siapa tau nanti tiba-tiba ada CEO yang nganterin ibunya berobat terus nikahin aku." Aruna Elvaretta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arisan
Runa pergi ke dapur mengambil minuman untuk Sandra sementara asisten rumah tangga memanggil mama Retno.
"Minumnya mba, silahkan." Runa meletakan jus jeruk ke meja.
Tidak ada kata terimakasih, Sandra malah langsung berdiri dan menubruk Runa ketika melewatinya. Gadis itu menghampiri mama Retno yang baru saja masuk ke ruang tamu.
"Tante..." Runa menahan senyum ilfiil nya. Bisa-bisanya sikap gadis itu berupan seratus delapan puluh derajat di depan mama Retno. Dia juga menyalaminya dengan begitu sopan. Tak mau kepo dengan urusan klien, Runa memilih kembali ke dapur.
"Tante, udah rapi banget mau ada acara yah?" Sandra terus memegangi tangan mama Retno.
"Iya, tante mau arisan bentar lagi." jawab mama Retno, "Kamu mau ketemu Qian? dia udah berangkat ke kantor dari pagi." lanjutnya.
"Nggak, tan. Aku kesini mau ketemu tante." wajah Sandra murung lengkap dengan memelas, "Qian marah sama aku tan, nomor aku juga di blok. Tadi udah ke kantor tapi nggak diizinin masuk."
"Tante bantuin aku bujuk Qian yah, tan? kalo sama tante kan Qian selalu nurut." bujuknya. jujur? tentu tidak. Urusan Qian ia masa bodoh justru senang bisa putus tapi lain halnya dengan kedua orang tuanya yang tak mau tau ia harus balikan dengan Qian.
Mama Retno tersenyum, mengelus sayang tangan Sandra yang menggenggamnya, "maaf tante nggak bisa bantu kamu. Qian bilang kalian udahan, nggak ada hubungan apa-apa lagi."
Sandra menangis, "aku nggak mau putus tan, Qian salah paham. Waktu di mall dia ngira aku jalan sama cowok lain, Qian pasti ngira aku selingkuh. Tapi aku nggak selingkuh tan, yang Qian lihat itu sepupu aku."
"Tante nggak bisa bantu Sandra. Tante juga kan nggak tau itu sepupu kamu atau bukan."
"Tante juga nuduh aku selingkuh?" sela Sandra.
"Tidak, Sandra. Tante kan cuma bilang nggak tau. Kalo memang sepupu seharusnya kamu jelaskan ke Qian, dia pasti maklum." jawab mama Retno dengan lembut dan tenang.
"Udah aku jelasin tan, tapi Qian nggak percaya malah langsung mutusin aku. Please bantuin aku tan." Sandra memohon.
"Maaf yah tante nggak bisa bantu. Mungkin kalo kalian udah nggak bisa baikan berarti memang belum jodoh." ucap mama Retno, "Kamu cantik, berpendidikan, dari keluarga yang terpandang juga, tante yakin nggak sulit buat kamu cari pengganti anak tante." lanjutnya berusaha menenangkan Sandra.
"Meskipun kamu sama Qian udah nggak ada hubungan apa-apa, tante tetap mendo'akan yang terbaik buat kamu. Udah yah jangan nangis."
Sandra terisak dan menyeka wajahnya. Dalam hatinya sia-sia nangis tapi nggak hasil apa pun.
"Iya tante, makasih. Kalo gitu aku pamit pulang yah, tante juga mau ada acara lain. Maaf yah udah nganggu waktu tante."
Mama Retno mengelus sayang punggung Sandra, "maafin anak tante yah kalo selama berhubungan sama kamu banyak salah. Udah jangan nanggis terus, banyak laki-lain lain yang lebih baik di luar sana."
"Iya, tan. Makasih. Aku pamit pulang."
Mama Retno mengantar Sandra hingga teras kemudian kembali masuk mencari Runa. Gadis itu tengah asik berbincang dengan asisten rumah tangganya.
"Runa, ayo kita berangkat!"
Runa segera membawa paper bag berisi makanan yang sudah disiapkan dan mengikuti mama Retno keluar. "calon mantu tante udah nggak ada?" tanya Runa yang sebelumnya mengira mereka akan pergi bertiga.
"Calon mantu?"
"Iya yang tadi. Calon mantu tante kan?"
"Oh Sandra maksud kamu?"
Runa mengangguk, "oh namanya Sandra." batinnya.
"Dia bukan calon mantu tante. Pacar Qian tapi udah putus. Kesini minta tolong dibantu biar baikan sama Qian tapi nggak tante respon. Tante nggak mau ikut campur, toh Qian juga pasti punya alasan sendiri kenapa sampe putus." jelas mama Retno.
"Kamu juga tadi apa-apaan kenapa pake ngambilin air segala? kan ada bibi. Kamu bukan pembantu." lanjutnya.
"Nggak apa-apa tan, aku bantuin bibi. Lagian tadi aku lagi nggak ngapa-ngapain."
"Lain kali nggak usah yah."
"Siap tante." jawab Runa.
Mereka pergi ke tempat arisan di antar supir. Runa duduk di belakang bersama mama Retno. Selama perjalanan Runa menjelaskan daftar makanan yang harus dihindari hingga aktivitas yang mungkin harus dikurangi mama Retno berdasarkan hasil pencariannya di internet serta obrolan-obrolan dengan keluarga pasien gagal ginjal lain kala menunggu mama Retno cuci darah kemarin.
"Kadang ada yang ngaruh aja juga yang nggak tante. Misal pisang nih, kata dokter kan nggak boleh dikonsumsi soalnya tinggi kalium tapi kemarin ada beberapa pasien yang makan pisang pun nggak apa-apa. Jadi semua kembali ke respon tubuh tiap orang yang beda-beda. Kalo tante pengen banget boleh nyoba makan dikit terus amati pengaruhnya ke tubuh tante kalo jadi nggak enak atau sesak berarti kedepannya jangan dikonsumsi lagi." jelas Runa.
"Iya, Runa. Terima kasih, kamu bener-bener perhatian sama tante. Padahal tugas kamu hari ini cuma nemenin pergi arisan aja tapi tetep ngingetin makanan tante. Udah ngalahin perawat deh perhatiannya. Dulu sekolah kesehatan kah?" tanya mama Retno.
Runa menggeleng, "nggak tan. Aku masih kuliah sekarang belum lulus."
"Wah hebat. Ambil kelas karyawan yah?" tebak mama Retno karena di hari reguler Runa bisa menemaninya.
"Reguler, tan. Udah mau lulus kok tan, tinggal nunggu wisuda."
"Wah luar biasa. Jurusan apa?"
"Manajemen bisnis, tan."
"Keren. Nanti kalo udah wisuda tante rekomendasiin kerja sama Qian yah, mau nggak?" tawar mama Retno.
"Beneran tante? makasih banyak, tan."
Keduanya masih asik mengobrol hingga saat mobil memasuki cluster perumahan membuat Runa seketika diam sesaat. "Disini arisannya tan?"
"Iya, ayo turun. Biar tante kenalin kenalin ke temen-temen tante, siapa tau nanti ada yang mau pake jasa kamu. Lumayan buat nambah-nambah uang jajan." ucap mama Retno ketika mobilnya sudah terparkir di depan rumah bernuansa biru muda.
Runa termenung. Dari sekian banyaknya rumah di cluster ini kenapa tante Retno harus arisan di rumah tetangganya. Tak perlu dikenalkan pun ia sudah kenal pake banget dengan penghuni rumah itu. Anaknya saja dulu satu SMA denganya.
"Haduh bisa ketahuan gue! Kalo sampe mama tau gue kerja kayak gini bisa-bisa langsung diseret pulang ini." batin Runa.
ya udh sih... nikmati aja . suruh nikah ya nikah aja.... gitu aja kok repot . emang kamu gak mau Qian nikah sama Aruna . pasti mau dong....masak gak mau...harus mau lah.... 🤭🤣🤣🤣 maksa ya .
oh ... Sandra....aduin aja ke mama Retno , sudah bisa dipastikan mama Retno bakal iya in aja . secara dia udah amat sangat cocok dengan Aruna .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍