Dion terpaksa menikahi wanita yang tidak cintainya karena perjodohan yang diatur orang tuanya. Namun kehidupan pernikahannya hancur berantakan dan membuatnya menjadi duda.
Selepas bercerai Dion menemukan wanita yang dicintai dan hendak diajaknya menikah. Namun lagi-lagi dia harus melepaskan wanita yang dicintainya dan menuruti keinginan orang tua menikahi wanita pilihan mereka. Demi menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, akhirnya Dion bersedia.
Pernikahan keduanya pun tidak bisa berlangsung lama. Sang istri pergi untuk selamanya setelah memberikan putri cantik untuknya.
Enam tahun menduda, Dion bertemu kembali dengan Raras, wanita yang gagal dinikahinya dulu. Ketika hendak merajut kembali jalinan kasih yang terputus, muncul Kirana di antara mereka. Kirana adalah gadis yang diinginkan Mama Dion menjadi istri ketiga anaknya.
Kepada siapa Dion melabuhkan hatinya? Apakah dia akan mengikuti kata hati menikahi Raras atau kembali mengikuti keinginan orang tua dan menikahi Kirana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pisah Kamar
“Apa? Kenapa Ibu tidak satu kamar dengan Bapak?”
“Selama ini saya terbiasa tidur sendiri. Jadi aku masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Untuk sementara aku akan tidur di kamar terpisah dengan Mas Dion.”
“Kenapa ngga ambil kamar yang di bawah?”
“Saya lebih senang kamar di lantai atas.”
“Baik, Bu.”
Tanpa bertanya lagi, Sumi segera naik ke lantai dua sambil membawa koper dibantu oleh Susi. Di belakang kedua asisten rumah tangga itu, Letisha mengekor. Sumi membuka satu kamar yang berukuran lebih besar dibanding kamar satunya. Di kamar ini terdapat kasur berukuran king size, meja rias, lemari pakaian dan kamar mandi di dalam.
Usai menaruh barang, Susi kembali ke bawah. Tak lama kemudian dia kembali dengan membawa seprai, sarung bantal, guling dan selimut. Dengan cepat wanita itu memasang seprai di kasur besar itu. Sementara Sumi menata pakaian dalam lemari. Letisha memilih merapihkan alat kosmetiknya di meja rias.
Tak butuh waktu lama, kamar sudah siap ditempati. Barang-barang Letisha sudah tertata rapih, termasuk pakaiannya. Letisha melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas siang.
“Kalau Mas Dion sering makan di rumah?”
“Paling akhir pekan aja, Bu. Itu juga kalau ngga jalan sama Bu Raras.”
Sontak Sumi menutup mulutnya saat sadar sudah salah berbicara. Letisha hanya tersenyum saja melihat reaksi Sumi.
“Maaf, Bu.”
“Ngga apa-apa. Lagi pula saya sudah tahu kok hubungan Mas Dion dan Raras. Apa Raras sering ke sini?”
“Lumayan, Bu. Biasanya pas weekend.”
“Suka menginap?”
“Iya, Bu.”
“Tidur satu kamar dengan Mas Dion?”
“Eh ngga, Bu. Bu Raras tidur di kamar tamu yang ada di bawah. Pak Dion bahkan ngga pernah bawa Bu Raras masuk ke kamar pribadinya.”
Kepala Letisha mengangguk pelan. Dia cukup kagum dengan prinsip Dion yang tidak melakukan hubungan di luar batas sebelum menikah. Dipikirnya Dion sudah meniduri Raras, melihat betapa gigihnya wanita itu mempertahankan Dion. Bahkan rela menunggu Dion sampai menduda lagi.
“Hari ini Ibu mau masak apa?”
“Ehm.. apa ya? Kayanya iga bakar enak.”
“Waduh, saya belum pernah buat iga bakar.”
“Bibi tenang aja. Biar aku yang masak. Bahannya ada ngga?”
“Kalau iganya ngga ada, Bu.”
“Ngga jauh dari sini ada supermarket, kita belanja dulu aja. Susi bisa temani saya?”
“Bisa, Bu. kita mau pergi naik apa? Di garasi masih ada satu mobil lagi. Atau mau naik motor? Biar saya bonceng.”
“Kita naik motor aja, biar cepat.”
Bergegas Susi turun ke bawah untuk bersiap. Letisha mengambil ponsel dan dompetnya lalu ikut turun ke bawah bersama dengan Sumi. Sambil dibonceng Susi, Letisha pergi ke supermarket yang jaraknya hanya sekitar lima menit saja jika naik kendaraan bermotor.
***
Pukul dua siang, Dion baru kembali ke rumah. Pria itu menghabiskan waktu lebih lama di kediaman mertuanya. Dia merasa beruntung karena Fendi tidak hanya memberinya dana investasi, tapi mertuanya itu juga memberikan banyak masukan untuknya dalam mengembangkan Blue Living.
Ketika pria itu masuk ke dalam rumah, keadaan cukup sepi. Sumi bergegas menemui Dion saat tahu majikannya sudah pulang.
“Leti mana, Bi?”
“Di kamar, Pak. Bu Leti minta tinggal di kamar atas.”
“Hem..”
“Bapak mau makan?”
“Bibi masak apa?”
“Ada iga bakar. Kalau mau, saya siapkan dulu.”
Kepala Dion mengangguk. Pria itu segera menuju ruang makan. Dia menarik salah satu kursi lalu mendudukkan diri di depan meja makan. Perutnya memang keroncongan. Saat di rumah mertua, Fendi sempat mengajaknya makan bersama, namun ditolak Dion secara halus. Dia masih terlalu malu dan canggung makan bersama keluarga istri. Apalagi Letisha tidak ada bersamanya.
Harum aroma rempah yang digunakan untuk membumbui iga tercium, bercampur dengan aroma manis dari kecap ketika Sumi tengah membakar iga di atas Teflon. Beberapa saat kemudian dia datang membawa sepiring iga, lalu menaruh juga sambal dan lalapan.
“Ibu sudah makan?”
“Sudah, Pak.”
Dion segera menyendokkan nasi. Mencium aroma iga bakar langsung menggugah seleranya. Begitu gading iga bakar masuk ke mulutnya, dia bisa merasakan lezatnya rasa daging tersebut. Pria itu dengan lahap menikmati makanannya. Sambal untuk teman makan iga juga nikmat, tidak terlalu pedas dan cocok di lidahnya.
“Bagaimana, Pak? Enak?” tanya Sumi ketika melihat piring di depan Dion licin. Hanya tersisa tulang iga saja.
“Enak. Gitu dong, Bi. Masaknya variatif, jangan itu-itu aja. Kalau masakannya kaya gini, saya betah makan di rumah.”
“Yang masak bukan saya, Pak. Saya cuma bantu aja.”
“Terus siapa? Susi?”
“Bukan, tapi Bu Leti. Ibu yang belanja ditemani Susi lalu masak sendiri. Saya sama Susi cuma jadi asisten aja.”
Dion cukup terkejut mendegar jawaban Sumi. Pria itu tidak menyangka Letisha memiliki kemampuan masak yang sangat baik. tadi dia sampai menambah saking enaknya rasa iga bakar buatan Letisha. Dipikirnya Letisha adalah seorang anak manja yang tidak pernah masuk ke dapur. Karena dia adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga Pradhana. Namun ternyata dugaannya salah. Satu lagi Letisha mendapat poin positif dari Dion.
Usai menikmati makan siang, Dion tidak langsung kembali ke kamarnya. Dia memilih naik ke lantai atas untuk menemui Letisha. Pria itu berhenti di depan pintu kamar yang tertutup rapat. Diketuknya daun pintu sebanyak tiga kali. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka.
“Mas sudah pulang?”
“Mas?”
Dion penasaran mendengar cara Letisha memanggil namanya. Secara umur dirinya lebih muda dari Letisha. Jadi aneh saja kalau mendengar wanita itu memanggilnya dengan sebutan Mas.
“Kamu adalah suami ku. Walau secara usia, aku lebih tua dari mu, tapi tetap kamu yang menjadi kepala keluarga, menjadi imam ku. Jadi wajar saja kalau aku memanggil mu dengan sebutan Mas. Itu panggilan hormat ku untuk mu. Apa Mas keberatan?”
“Tidak. Kamu bebas memanggil ku apa saja. Oh ya, apa kamu puas dengan kamar ini?”
“Kamar ini bagus dan cukup luas. Maaf kalau aku mengambil keputusan sendiri, soal ini. Menurut ku dengan kita tidur di kamar terpisah adalah jalan terbaik untuk kita. Kamu bisa tetap menjaga hati mu pada Raras, begitu juga dengan ku. Dengan semakin minimnya kita berinteraksi, maka akan lebih baik untuk kita. Pernikahan ini hanya akan berjalan setahun. Jangan sampai ada perasaan tumbuh di antara kita atau salah satu dari kita. Itu nantinya hanya akan merepotkan saja.”
“Oke, terserah kamu saja. Aku setuju dengan pemikiran mu.”
Letisha tersenyum samar mendengar jawaban Dion. Jauh di dalam lubuk hatinya, sebenarnya dia ingin Dion keberatan akan keputusannya. Jika pria itu memaksanya tidur satu kamar, maka Letisha akan menyetujuinya.
“Apa urusan mu dengan Papa sudah selesai?”
“Sudah.”
“Syukurlah.”
“Terima kasih untuk masakannya. Masakan mu enak.”
“Ke depannya, urusan memasak aku serahkan pada Bi Sumi dan Susi. Aku tidak mau direpotkan dengan urusan rumah tangga. Kalau pun aku memasak, itu tergantung mood ku saja. Jadi kalau kamu mengharapkan aku memasakkan untuk mu setiap hari, maaf aku tidak bisa.”
“It’s okay, aku tidak akan merepotkan mu. Lebih baik kamu istirahat sekarang.”
Dion segera meninggalkan kamar Letisha. Sepeninggal Dion, Letisha langsung menutup pintu. Wanita itu menyandarkan punggungnya ke daun pintu.
Maafkan aku, Dion. Aku terpaksa bersikap seperti ini. Aku berusaha menjaga jarak dari mu. Aku tidak mau kalau sampai harus jatuh cinta pada mu, karena itu hanya akan menyakiti ku saja. Di hatimu hanya ada Raras, bukan aku.
***
Leti ngga mau melakukan hal sia², jatuh cinta pada laki² yang di hatinya ada perempuan lain. Gimana menurut kalian?
lawan aja tuh si Raras, nggak tau diri sekali dia masih ngerecokin rumah tangga Dion, bukannya sudah di kasih penjelasan sebelumnya ya 😡 dia pikir dirinya itu siapa hah,,,, dasar 👎
kalau dengan kata2 yang baik Raras masih tidak bergeming dan tetap mengabaikan,sepertinya Raras perlu dikasih ultimatum yang bikin shock terapi