Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Selepas sekolah, biasanya Elsa akan langsung menuju tempat kerjanya. Tapi hari ini berbeda karena mood nya hancur akibat ulah Irfan. Dan, untuk pertama kalinya, ia memutuskan untuk pulang lebih dulu bersama Axel yang sejak tadi berjalan di sampingnya.
"Aku tidak menyangka Irfan seperti itu," gumam Elsa. "Baru dua hari aku mengujinya, tapi, dia sudah menunjukkan sifat aslinya,"
"Kalau sudah begini, apa kau masih ingin melanjutkan hubungan kalian?" tanya Axel.
Elsa tidak langsung menjawab. Ia terdiam, seperti memutar ulang segalanya di kepalanya. Meski hubungan mereka terbilang baru, Irfan adalah cinta pertamanya. Pria pertama yang berhasil membuat hatinya berdebar, yang dulu ia pikir bisa membuatnya bahagia. Dan kini, untuk melupakan semuanya, rasanya tidak semudah itu.
"Akan kupikirkan lagi," ucap Elsa pelan.
Axel berdiri di depan Elsa, membuat langkah gadis itu terhenti. Kedua tangannya terangkat, menggenggam lembut bahu gadis itu.
"Apa yang membuatmu ragu?" tanya Axel pelan.
"A-apa?" Elsa terkejut, tidak terbiasa dengan kedekatan itu.
"Aku bisa melihatnya. Kau ragu untuk mengakhiri hubungan kalian, kan?" ucap Axel. "Apa karena … ini pertama kalinya untukmu?"
Elsa menunduk. Perlahan, ia mengangguk kecil dengan sorot mata yang meredup. "Iya."
Axel menarik napas panjang. Ia sangat mengerti perasaan itu. Dulu, ia juga pernah jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Glenzy. Namun, ia tidak pernah mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Dia hanya bisa melihat dari jauh, hingga akhirnya kehilangan kesempatan itu selamanya.
Jika saja dia dan Glenzy bisa bersama, mungkin dia juga akan seperti Elsa sekarang, berusaha mempertahankan hubungan mereka, walau sudah tahu semuanya tidak lagi benar.
Tapi, Axel tahu satu hal dengan pasti, Irfan bukan pria yang tepat untuk Elsa. Gadis itu terlalu baik untuk pria bajingan seperti Irfan.
Elsa pantas mendapatkan seseorang yang lebih menghargainya. Yang tidak hanya menginginkannya, tapi juga melindunginya. Seseorang seperti dirinya, misalnya.
"Aku mengerti, El," ucap Axel. "Tapi, coba kau pikirkan lagi perasaan itu, apa benar-benar cinta? Atau, hanya karena kau takut kehilangan seseorang yang pertama menjadi kekasih mu?"
Elsa terdiam cukup lama setelah mendengar ucapan Axel. Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, seolah menuntunnya pada kesadaran baru. Ia mulai bertanya pada dirinya sendiri, apa yang selama ini ia rasakan pada Irfan benar-benar cinta, atau hanya keterikatan semu karena Irfan adalah yang pertama?
Dan anehnya, justru setiap kata yang keluar dari mulut Axel, setiap perhatian kecilnya, membuat hatinya terasa lebih tenang dan nyaman. Sesuatu yang bahkan tidak pernah benar-benar ia rasakan saat bersama Irfan.
Elsa mendongak, menatap Axel dengan senyum tipis. "Terima kasih, Kak," ucapnya.
Axel sedikit terkejut, jantungnya berdetak kencang melihat senyuman manis Elsa. Lalu, ia mengangguk pelan, berusaha tetap tenang meski di dalam hati ia tengah bersorak senang.
"Ya Tuhan, dia memanggilku 'Kak' dengan nada selembut itu dan senyuman itu, benar-benar manis. Rasanya, aku ingin menciumnya," pikir Axel, hampir tidak percaya.
Ia menatap gadis itu dalam diam. "Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini lagi." Axel menggenggam niatnya dalam hati. "Aku akan membuatmu nyaman bersamaku, El. Dan suatu hari nanti, aku pasti kan kau akan jatuh cinta padaku," batin Axel.
Angin sore berhembus lembut, menerpa helai anak rambut Elsa. Axel menatapnya sejenak, lalu mengulurkan tangan untuk menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu.
Elsa terkejut, tapi Axel hanya tersenyum tenang.
"Maaf, tadi hampir masuk ke matamu," ujarnya ringan.
Elsa mengangguk, wajahnya mulai memerah. Ia menunduk cepat, menahan senyum yang mulai mencuat di sudut bibirnya.
Untuk pertama kalinya, setelah hari yang begitu kacau, Elsa merasa tenang. Dan, perasaan itu datang bukan dari Irfan, melainkan dari seseorang yang tanpa sadar mulai mengisi ruang di hatinya.
...****************...
Elsa berjalan beriringan dengan Axel sambil berbincang ringan. Tapi, langkahnya terhenti saat melihat pintu pagar terbuka.
Elsa panik dan bergegas masuk, di susul Axel di belakangnya. Dan, begitu mereka membuka pintu, Elsa mengernyit heran melihat seseorang duduk di ruang tamu.
"Kak? Kenapa kau sudah pulang? Jangan bilang … kau dipecat?" tanya Elsa panik, meletakkan tasnya sembarangan.
Roy berdecak sambil merapikan tumpukan kertas di depannya. "Apa maksudmu, hah? Siapa yang dipecat? Dasar," gerutu Roy.
Elsa mengerutkan dahinya. "Kalau begitu, kenapa kau pulang lebih awal?"
Roy menghela napas panjang, lalu tersenyum. "Tadi, Tuan Martin menyuruhku pulang lebih cepat untuk menyiapkan surat lamaran kerja yang baru."
"Apa? Surat lamaran kerja? Jadi … kau benar-benar dipecat?" pekik Elsa.
Roy memutar bola matanya. "Astaga, bukan begitu maksudnya. Tuan Martin memintaku membuat surat lamaran kerja yang baru untuk wawancara besok..Dia memintaku mencoba masuk ke divisi pemasaran."
Mata Elsa membesar. Mulutnya terbuka, terkejut dengan kabar gembira ini. "Kak, kau naik level?"
"Iya. Walaupun belum pasti, tapi entah kenapa aku merasa sangat yakin," ujar Roy, dengan senyum yang tidak bisa ia sembunyikan.
Elsa langsung memeluk kakaknya erat. "Akhirnya! Kau mempunyai pekerjaan yang sesuai kemampuanmu, Kak. Semoga kau diterima, kak."
Roy balas memeluk adiknya, menepuk bahu Elsa pelan. "Terima kasih, El. Jika nanti aku diterima, aku ingin kau berhenti bekerja. Fokus saja di sekolahmu, agar kau bisa masuk ke universitas yang kau impikan.”
Elsa mengangguk sambil menyeka air matanya. "Iya, Kak,"
Axel yang duduk di sofa seberang mereka, hanya bisa tersenyum kecil. Ia ikut terharu melihat kehangatan kakak beradik itu. Momen seperti ini membuat dadanya terasa hangat, mengingat bagaimana mereka berjuang untuk hidup dan menguatkan satu sama lain.
Setelah melepaskan pelukannya, Roy kembali menatap surat lamaran di tangannya dengan ekspresi ragu.
"Aku sudah menyiapkan ini. Tapi entah kenapa … aku merasa gugup," keluhnya pelan.
"Kenapa begitu?" tanya Elsa.
Roy menarik napas. "Soalnya, yang akan mewawancarai ku besok bukan HRD, tapi Tuan Martin sendiri. Dan kau tahu, El, dia bisa sangat menyeramkan jika sudah serius."
Axel tertawa kecil. "Bukankah itu bagus? Aku dengar, Mar ... Ma-maksud ku, tuan Martin adalah orang kepercayaan CEO. Itu poin plus untuk mu. Kau bisa minta tolong padanya sebelum berhadapan dengan CEO nya langsung."
"Itu memang benar. Tapi, rumor di kantor mengatakan, Tuan Martin sama mengerikannya dengan CEO AL’X Company. Sama-sama mempunyai tatapan yang mengintimidasi," ucap Roy.
Kedua mata Axel membelalak sempurna. "A–apa kau bilang? CEO AL’X Company … mengerikan?"
"Iya. Itu yang beredar di kalangan karyawan. Sebenarnya aku sendiri belum pernah bertemu langsung dengan CEO. Tapi, katanya dia sangat perfeksionis dan jarang tersenyum."
Axel mendengus pelan, menahan diri agar tidak melempar bantal yang ada di sampingnya. "Siapa yang menyebarkan rumor konyol itu?" pikirnya kesal. "Awas saja jika aku menemukan orangnya, akan ku buat dia tidak bisa berbicara selama-lamanya."
"Ya sudah kalau begitu, aku harus memeriksa ulang surat lamaran ini dan mulai latihan wawancara. Aku tidak ingin ada kesalahan besok," ucap Roy, berdiri dari duduknya.
"Tunggu dulu! Tadi kau bilang, Martin yang akan mewawancarai mu, kan? Ma-maksud ku, tuan Martin," ucap Axel.
Roy mengangguk sebagai jawaban.
"Aku tahu cara bagus mengambil hatinya. Dan aku yakin, jika kau mengikuti saran dariku, kau bisa langsung diterima. Mau mencoba?"
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....