Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.
Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
XVII
Linangan air mata Keysha menitik, saat indra pendengarannya mendengar sedikit demi sedikit kisah yang melanda sang suami. Masih diam, membisu dalam keheningan malam, berusaha mendengarkan tanpa ingin berucap.
" Aku gak tahu Key harus bagaimana. A-aku bingung.. setiap detik setelah aku ingat semua perasaan bersalah pada Gia semakin menguar. Apalagi aku tadi.. " Jordan mengangkat tangannya, mengacak rambutnya kesal. " Tadi aku bertemu anak-anak aku yang lain. Perasaan bersalah ku semakin bertambah, Key.. Aku gak tahu harus bagaimana. "
Keysha menatap suaminya lamat-lamat. Menggenggam tangan lelaki itu, menariknya, lalu ia arahkan ke arah perutnya.
Sekarang saatnya.
Saatnya Keysha memberitahukan pada suaminya itu tentang kehamilannya. Keysha tak ingin menunda lagi, dia tak tahu cobaan besar apa yang menanti setelah ini. Keysha hanya ingin memberitahu, tanggung jawab pria itu bukan hanya tentang masa lalunya, tapi bayi yang tengah ia kandung juga.
" Aku hamil.. " Lirih Keysha tak sedetik pun mengalihkan tatapannya dari sang suami.
Maaf, Keysha jahat saat ini. Keysha hanya ingin mempertahankan kisahnya, cintanya, hidupnya.
Jordan membelalakan matanya. Cukup kaget dengan kabar yang disampaikan oleh istrinya itu.
Bukan, bukan Jordan tak bahagia. Dia sangat bahagia, sosok yang telah lama dinanti kini kembali hadir bersua. Tetapi kenapa sekarang? Saat semuanya terlalu rumit. Pertimbangan demi pertimbangan seolah semakin memberatkan langkahnya.
Keysha tersenyum kecut mendapati ekspresi sang suami. Tak seperti itu respon yang Keysha inginkan. Hatinya berdenyut nyeri, kala dia kini tak menjadi satu-satunya pertimbangan, tetapi salah satu pertimbangan diantara pertimbangan lainnya.
" Aku gak apa kok kalau anak-anak kamu yang lain dibawa kesini. Pasti anak-anak pada seneng ketemu saudaranya. Tapi tolong.. " Keysha setengah mati menahan air matanya. " Jangan pergi bersamanya. Bagaimanapun kamu sebagai ayah bagi anak wanita lain, kamu juga ayah dari bayi yang tengah istri kamu kandung. "
" Kita sudah sah, dia masa lalu mu. Apapun itu, kamu harus tahu siapa yang prioritas sekarang. Aku janji tidak akan pernah melarang kamu bertemu anak-anak kamu, tapi tolong jangan tinggalkan aku dan bayi kita. Aku mohon.. " Pinta Keysha.
Keysha tak jahat. Dia hanyalah wanita yang dipaksa menerima masa lalu sang suami. Apapun kisah pria itu, itu hanyalah kisah dimasa lalu. Ini bukan karena rasa egois atau tidak, nyatanya jika Keysha dapat bersikap egois, Keysha ingin hidup bersama suaminya dan anak-anaknya kelak. Tapi apa, dia tetap menerima anak-anak dari pria itu dengan wanita lain, bahkan dia menyayangi anak-anak itu tak kalah besarnya dengan bayi yang ia kandung saat ini. Bukan kah Keysha telah mengalah selama ini?
" Aku tahu kamu merasa bersalah sama Gia. Tapi wanita itu tetap masa lalu kamu. Kalau kamu berbalik arah, bukankah kamu juga telah mengkhianati aku? Aku mohon kali ini pilih aku. " Lirih, sangat lirih Keysha mengucapkan kalimat terakhirnya.
Menundukkan kepalanya dalam, tak kuasa menahan air mata. Bagaimana bisa kisahnya semenyakitkan ini? Bukan kah Keysha sudah berbuat baik, tapi mengapa ada saja yang membuat jiwanya patah terus menerus.
Keysha tak tahu masa lalu suaminya, sungguh. Wanita itu dulu tengah sibuk menempuh ilmu jauh dari tanah kelahirannya ini. Dia memang tahu telah dijodohkan, tetapi ketika perjodohan itu sempat dibatalkan Keysha hanya diam menerima tanpa ingin mencari tahu mengapa. Saat semua penerimaan atas batalnya perjodohan itu, Keysha memilih pasrah bersama siapa saja pria yang ingin dengannya.
Namun, tiba-tiba saja pria itu kembali, membuat perjodohan uang sempat usai pun kembali terjalin. Keysha menerimanya, memasrahkan diri pada alur yang telah direncanakan. Tetapi tetap, jiwanya kembali diuji kala mengetahui calon suaminya telah memiliki anak dengan wanita lain. Lagi-lagi sekuat tenaga wanita itu berusaha bangkit, menerima masa lalu calon suaminya dengan ikhlas. Lalu menatap kini, masa lalu terus-menerus menghantui langkahnya dan sang suami? Harus selogowo apalagi Keysha menghadapi semua ini?
Hidup terlalu jahat untuk seseorang yang mencoba ikhlas.
~|~
" Mama gak makan? " Suara cempreng dari Ara menghilangkan sunyi yang menyergap ruang makan.
Keysha tersadar dari lamunannya, mendongkah menatap sang anak. Memberikan senyum kecil sebagai jawaban.
" Mama tadi sudah makan. "
Bohong. Keysha bohong. Tak ada sebutirpun nasi yang melewati kerongkongannya sedari kemarin. Bahkan tadi malam Keysha memilih tidak makan, menghabiskan waktu memunggungi sang suami, menangis dalam diam.
Ara mengangguk kecil, kembali memakan makanannya.
Sedangkan, Kara menatap mamanya mengamati. Merasa ada yang berbeda dari sang mama. " Mama lagi sakit? Kok pucet banget. " Ucap anak itu penuh kekhawatiran.
Kalimat itu membuat semua mata tertuju pada sang mama. Termasuk Jordan. Pria itu menatap istrinya dengan perasaan bersalah.
" What do you feel? Ada yang sakit? " Lirih Jordan menggenggam tangan istrinya yang berada di sebelah tempat duduknya.
Jordan tahu, wanita itu tak sedang baik-baik saja. Jordan sangat tahu.
Menganggukkan kepalanya kecil, Keysha menyahuti.
Hal itu membuat Kara dan Ara menatap satu sama lain, merasa hal aneh yang tengah orang tuanya hadapi. Kara menggidikan bahunya, tak paham. Mereka rasa keadaan keluarganha sebelum ini baik-baik saja. Lalu ada apa sekarang?
Suasana meja makan yang dulu ramai akan obrolan hangat kini menjadi sangat hening, membuat Kara dan Ara hanya dapat mengaduk-aduk makanan mereka tak nyaman.
" Ara, Kara.. " ucap ayahanda memecah keheningan setelah beberapa saat terdiam.
Ara dan Kara mendongak menatap Yandanya bingung.
Menggenggam tangan istrinya kuat, Jordan kembali mengucapkan kalimatnya. " Kalian dulu pengen ketemu bunda kan. Sekarang Yanda udah sehat. Nanti sepulang sekolah, mau Yanda sama mama anterin ketemu bunda. Ara dan Kara mau? "
Ara dan Kara terdiam ditempatnya.
Bunda yah?
Sudah lama Ara dan Kara tak mendengar kata itu muncul. Yah, neneknya bilang dia punya bunda dulu. Tapi kata nenek, bunda jahat meninggalkan Ara dan Kara sama Yanda. Bahkan bundanya dulu rela menjadikan mereka alasan sebagai cara merenggut harta Yandanya.
Ah, jika di ingat, keluarga mereka terlalu rumit dulu. Tapi sekarang berbeda. Mamanya ada. Ara dan Kara tak membutuhkan bundanya lagi. Bukan karena tak rindu, tapi karena seiring berjalannya waktu, mereka sadar, nyatanya bundanya tak pernah menginginkannya. Menjadikan mereka sebagai temeng untuk sebuah kekayaan. Bukankah itu teramat pedih untuk dicerna seorang anak kecil?
Ara dan Kara hanya ingin melanjutkan hidup dengan baik bersama keluarganya kini. Keluarganya selama ini cukup sempurna. Ara dan Kara merasa lengkap setelah keberadaan sang mama. Lalu haruskah Ara dan Kara menoleh pada masa lalu yang nyatanya hanya menyakiti mereka dengan kenyataan-kenyataan pahit.
" Kara nanti ada janji sama temen. Gak enak kalau dibatalin, udah seminggu yang lalu dibuat. " Ucap Kara secara tiba-tiba.
Beranjak dari duduknya, Kara menatap seluruh keluarganya. " Kara udah kenyang, mau ke kamar dulu. Ada yang pengen Kara tonton. " Setelah Kara benar-benar beranjak pergi. Malas mengahadapi kenyataan pahit yang nyatanya masih sering Ki menjadi penyebab air matanya keluar dimalam hari.
" Kara, hey, makan dulu. " Jordan memanggil anaknya, memerintah. Namun Kata tetap tak menoleh tetap melanjutkan langkahnya.
Jordan menghela napasnya pelan. Menatap putri cantiknya yang masih menunduk, memakan makanannya secara paksa.
" Ara mau kan ketemu bunda? Kemarin Yanda ketemu bunda katanya bunda rindu sama Ara. " Ucap Jordan, penuh harap.
Rindu yah? Rindu akan apa? Rindu Ara atau rindu uang Yanda?
Ara tak tahu harus berkata apa. Nyatanya bundanya benar-benar meninggalkannya dulu. Jika dulu Ara boleh meminta, Ara juga ingin bersama bundanya. Tapi ingat, itu dulu. Sekarang Ara tak ingin.
" Enggak, Ara nanti ada les piano. " Ucap Ara melirih.
Jordan rasanya dibuat frustasi dengan anak-anaknya itu. Bagaimana dia menepati permintaan mantan istrinya itu, jikalau yang dipinta tak mau diajak bertemu.
" Pianonya bisa libur dulu. Ara tahu nggak, ternyata Ara punya kembaran lain loh selain Kara. Kembaran Ara tinggal sama bunda. Ara gak mau ketemu saudara Ara sama bunda? " Jordan menatap anaknya benar-benar berharap.
Ara semakin menundukkan kepalanya.
Kembaran?
Jadi dia punya saudara lagi yah selain Kara? Lalu kenapa bunda tidak membawanya saja dibanding kembarannya yang lain? Kenapa? Apa bunda pikir kembarannya saja yang dapat menguntungkan bagi bundanya, dibanding dirinya dan Kara?
Ah, Ara semakin pusing memikirkan semuanya. Rasanya Ara ingin melemparkan semua makanan yang berada dihadapannya kini. Merasa lelah berpikir.
Ara melempar sendok garpunya pada piringnya. " Ara gak mau yah gak mau. " Lalu berlalu secepat kilat dari hadapan orang tuanya.
Suara panggilan dari Yandanya tak Ara hiraukan. Anak itu menarik disetiap langkahnya.
Ara sayang mama. Tapi Ara juga Rinda bunda. Ara ingin berjumpa bunda. Bunda kandungnya. Bunda yang telah melahirkannya. Sebaik apapun mamanya, Ara tetap rindu pada bundanya.
Tapi jika dunia bertindak jahat padanya, Ara bisa apa?