NovelToon NovelToon
Trial Of Marriage

Trial Of Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Romansa / Pernikahan rahasia
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Coffeeandwine

Jae Hyun—seorang CEO dingin dan penuh perhitungan—menikahi Riin, seorang penulis baru yang kariernya baru saja dimulai. Awalnya, itu hanya pernikahan kontrak. Namun, tanpa disadari, mereka jatuh cinta.

Saat Jae Hyun dan Riin akhirnya ingin menjalani pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh, masa lalu datang mengusik. Youn Jung, cinta pertama Jae Hyun, kembali setelah pertunangannya kandas. Dengan status pernikahan Jae Hyun yang belum diumumkan ke publik, Youn Jung berharap bisa mengisi kembali tempat di sisi pria itu.

Di saat Jae Hyun terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya, Riin mulai mempertanyakan posisinya dalam pernikahan ini. Dan ketika Seon Ho, pria yang selalu ada untuknya, mulai menunjukkan perhatian lebih, Riin dihadapkan pada pilihan: bertahan atau melepaskan.
Saat rahasia dan perasaan mulai terungkap, siapa yang akan bertahan, dan siapa yang harus melepaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A Ride to Remember

Langit Seoul mulai menggelap. Para pegawai di Colors publishing satu per satu meninggalkan area kantor dengan langkah tergesa, sebagian besar ingin segera pulang dan menghindari kemacetan.

Di balik kaca mobil hitam yang terparkir tepat di seberang kantor, seorang pria tampak duduk dengan tenang di kursi kemudi. Jae Hyun mengenakan setelan hitam rapi seperti biasa.

Matanya lurus menatap pintu utama kantor. Ia tahu, Riin akan segera keluar. Dan meskipun mereka sedang bertengkar, ia tetap datang menjemput_sebuah kebiasaan yang kini tak bisa ia lewatkan, sekalipun mereka masih belum berbaikan.

Beberapa menit kemudian, pintu kaca terbuka. Riin keluar bersama beberapa rekan kerjanya, langkahnya sedikit terburu-buru, tapi wajahnya datar. Tidak ada senyum. Tidak ada sapaan. Bahkan ketika matanya menangkap sosok mobil hitam yang ia kenal sangat baik.

Jae Hyun segera keluar dari mobil dan berjalan menghampirinya. Tatapannya tenang, tapi aura dinginnya jelas terasa. Ia membuka pintu mobil di sisi penumpang dan berdiri di sana, menunggu Riin masuk.

Namun, Riin berhenti dua langkah di depannya, tak bergerak mendekat. Matanya memerah, bukan karena tangis, tapi karena letih menahan banyak hal yang tak pernah bisa ia ungkapkan dengan benar. “Aku akan pulang sendiri malam ini,” ucap Riin, suaranya tenang tapi getir. “Kau tak perlu repot-repot bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja.”

Nada bicara Riin terdengar seperti pisau kecil yang menorehkan luka di dada Jae Hyun_tidak cukup dalam untuk membunuh, tapi cukup menyakitkan untuk mengganggu. Ia menghela napas singkat, lalu menutup pintu mobil dengan pelan, namun tidak bergerak dari tempatnya berdiri. “Jangan mulai lagi, Riin. Cepat. Naik ke mobil,” ucap Jae Hyun tanpa emosi, tapi nada tegasnya tak ingin dibantah.

Suasana menjadi kaku. Beberapa pegawai yang tadinya ingin segera pulang kini terhenti sejenak, pura-pura sibuk dengan ponsel masing-masing sembari melirik drama nyata yang tengah berlangsung di pelataran gedung.

Sementara itu, terlihat Seon Ho yang datang menghampiri Jae Hyun dan Riin dari dalam gedung. Wajahnya tampak khawatir tapi tetap tenang. Ia tak bisa menahan diri untuk ikut campur, meski ia tahu itu berisiko. “Jae Hyun-ssi,” katanya, sopan tapi mantap. “Mungkin... kau bisa beri dia waktu. Kau tidak perlu memaksanya, apalagi di depan umum seperti ini.”

Jae Hyun menoleh perlahan. Pandangannya dingin dan menusuk. Ia tidak berteriak, tidak meninggikan nada suaranya. Tapi kata-katanya, ketika keluar, membawa bobot yang cukup untuk membuat udara terasa lebih mencekam. “Dan aku rasa, Seon Ho-ssi, kau perlu tahu batasanmu.” Nada itu adalah peringatan, bukan permintaan.

Para pegawai yang masih berada di sana segera menyadari situasi akan memburuk jika mereka tetap tinggal. Mereka perlahan-lahan menghilang dari sekitar, berpura-pura tak tahu apa-apa.

Seon Ho hampir membalas, tapi tangan Min Gyu dengan cepat menarik lengannya. “Hyung, bukankah kau janji mau mentraktirku? Malam ini, ya? Ayolah. Sebelum aku berubah pikiran,” ujarnya tergesa, mencoba mencairkan suasana.

Dengan enggan, Seon Ho mengikuti Min Gyu menjauh, tapi sebelum pergi, ia sempat melirik Riin_sebuah tatapan lirih yang berkata, Jika kau butuh bantuan, kau tahu ke mana harus pergi.

Ketika hanya tinggal mereka berdua, Jae Hyun kembali membuka pintu mobil dan menatap istrinya. “Riin,” ucapnya pelan, berbeda dari sebelumnya. “Aku tahu kau marah. Aku tahu... kau masih kesal dengan apa yang terjadi. Tapi aku juga tahu satu hal_aku tidak akan mebiarkanmu pulang sendirian malam ini.” Jae Hyun mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya lebih rendah. “Kau tahu aku paling tidak suka mengulangi perintah, kan? Atau perlu kugendong agar kau mau masuk ke mobil?”

Riin mendesah panjang, bola matanya bergulir malas. Tapi ia tahu, ia tidak akan memenangkan perdebatan kali ini. “Ck... dasar menyebalkan,” gumamnya sambil menghentakkan kaki kecilnya ke aspal sebelum masuk ke dalam mobil dengan kasar.

Jae Hyun menutup pintu perlahan, kembali ke kursi pengemudi. Mereka duduk dalam diam, hanya suara mesin dan pelan-pelan, musik klasik mengalun dari sistem audio mobil.

***

Mereka berdua duduk dalam diam di dalam mobil mewah berwarna hitam pekat yang meluncur perlahan di tengah keramaian kota. Biasanya, di jam-jam ini, suara Riin akan memenuhi ruang dengan cerita-cerita kecil tentang kejadian konyol di kantor, atau pertanyaan-pertanyaan random yang tak jarang membuat Jae Hyun mengernyit namun diam-diam mencatat semua itu dalam ingatannya.

Tapi malam ini berbeda. Suasana di dalam mobil terlalu hening, terlalu sunyi.

Jae Hyun mengemudi dengan tenang, tatapannya fokus ke jalan, tapi pikirannya melayang pada hal-hal yang tak ia ucapkan. Matanya sempat menoleh ke arah Riin yang duduk bersandar ke jendela, menatap keluar dengan tatapan kosong. Hidungnya sedikit merah karena angin malam, dan ada bekas air mata yang masih membekas di sudut mata.

Ia ingin menyentuh pipi istrinya, mengusap lembut luka yang belum sembuh di hati mereka. Tapi tangan itu tetap diam di setir, terpaku oleh kebingungan dan rasa bersalah yang terus menggerogoti dirinya dari dalam.

"Maaf..." Kata itu ingin ia ucapkan. Tapi entah mengapa, seperti biasa, mulutnya terlalu angkuh untuk menyampaikan hal-hal yang rapuh.

Sesampainya di rumah, Jae Hyun turun lebih dulu dan membukakan pintu mobil untuk Riin, seperti biasa. Kebiasaan kecilnya yang tak pernah ia tinggalkan, meskipun dalam keadaan marah sekalipun. Ia juga membukakan pintu rumah, tapi tidak berkata apa-apa.

Seolah semuanya dilakukan atas nama rutinitas. Bukan cinta.

Riin berjalan masuk tanpa melihat Jae Hyun. Ia melewati ruang tamu, menuju kamar mereka tanpa mengatakan apapun.

***

Kini Jae Hyun sudah mengenakan jaket kulit dan jeans gelap, satu tangan membawa helm hitam matte yang terlihat mengkilap di bawah cahaya gantung di dekat pintu keluar.

Langkahnya menuju garasi terhenti saat suara Riin terdengar dari arah ruang tengah. "Kau mau ke mana?” tanyanya datar, namun terdengar jelas nada khawatir di balik suaranya.

Jae Hyun tak menoleh. “Mencari udara segar,” jawaban singkat, tapi cukup untuk menusuk.

Riin berdiri menghadang pintu. “Kau tidak boleh pergi begitu saja.”

Jae Hyun menghela napas panjang. Kali ini ia menatap Riin langsung. Matanya yang tajam terlihat lelah dan sedikit emosi yang selama ini ia pendam. "Sekarang kau juga ingin melarangku keluar rumah?” ucapnya.

"Aku ingin kau berhenti menghindar setiap kali kita punya masalah,” tegas Riin.

Jae Hyun terdiam. Suara Riin menggema di dalam pikirannya. Ia ingin memeluk wanita itu saat ini juga. Tapi seperti biasa, egonya lebih cepat bereaksi daripada hatinya.

"Aku hanya tidak bisa berbicara denganmu saat pikiranku sedang kacau.” Suaranya terdengar lebih lembut. “Tapi kalau kau mau, cepatlah ganti baju dan ikut aku. Kita bisa bicara di luar.”

Riin menatapnya, menimbang sejenak, sebelum akhirnya mengangguk dengan sedikit gumaman, “Baik. Tapi kalau kau pergi tanpa aku... aku tidak akan tinggal diam.”

Ia lalu berlari menuju kamar, dan Jae Hyun hanya bisa menggeleng kecil. Untuk sesaat, ada sedikit senyum di bibirnya.

Ia menuju garasi dan mulai menyalakan motor besar miliknya_motor yang sudah lama tak ia gunakan sejak pernikahan mereka. 

Tak lama kemudian, langkah kecil terdengar dari arah pintu belakang. Riin muncul dengan jaket denim biru tua milik Jae Hyun yang terlalu besar di tubuh mungilnya. Rambutnya masih sedikit acak-acakan, dan ia bahkan tidak mengenakan makeup. Namun justru itu yang membuat Jae Hyun tak bisa berhenti menatapnya.

Itu jaket yang sama yang ia pinjamkan pada Riin saat kencan pertama mereka, ketika wanita itu terlalu ceroboh yang hanya mengenakan pakaian tipis di kencan pertama atau lebih tepatnya kencan pura-pura mereka.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia memasangkan helm di kepala Riin dan mengaitkan penguncinya perlahan. Gerakannya hati-hati, seperti takut menyentuh luka.

Riin naik ke atas motor dengan hati-hati. Khawatir jika kebiasaan cerobohnya mendadak datang dan merusak suasana. "Kita mau kemana?" tanyanya penasaran.

“Banyak bertanya hanya akan membuat perjalanan jadi lama,” katanya sambil menutup kaca helm Riin. “Pegangan yang erat.”

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!