"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Ruangan kontrakan terasa sunyi senyap, hanya suara jam dinding yang terdengar samar. "Tidurlah," perintah Zhen singkat, dengan nada yang tidak mengundang perdebatan.
Lily menghela napas, menatap pria itu dengan frustrasi. "Saya rasa lebih baik anda pulang dan beristirahat di rumah anda. Di sini hanya ada satu kamar kecil. Tidak cukup nyaman untuk anda."
Zhen tidak menjawab. Tatapan dinginnya membuat Lily merasa seperti sedang diawasi. Lalu tanpa peringatan, ia tersenyum tipis dan berkata dengan nada mengejek, "Aku akan membacakan buku dongeng untuk anak kita."
"Dongeng?!" Lily terperanjat, wajahnya memerah. "Tapi kita bahkan belum tau apakah saya hamil atau tidak!"
Zhen mengangkat bahu santai. "Kau akan membantah perintahku?"
Lily menelan ludah, tatapan pria itu begitu menusuk hingga membuat semua kata yang ingin ia keluarkan tertahan di tenggorokan. Tanpa berkata apa-apa, ia akhirnya menyerah dan masuk ke kamar.
Namun, ketika ia berbaring di kasurnya yang sempit, ia mendengar langkah kaki Zhen yang mendekat. Pintu kamar terbuka perlahan, dan pria itu masuk tanpa permisi.
"Apa yang anda lakukan di sini?" tanya Lily, panik.
"Sudah ku bilang, aku akan membacakan dongeng untuk anakku." tatapan Zhen tidak menyisakan ruang untuk protes.
Lily akhirnya menyerah. Ia membiarkan Zhen duduk di kursi di dekat meja kecil di pojok kamar. Dengan wajah datar, pria itu mengambil sebuah buku yang entah kapan ia bawa, membuka halamannya, lalu mulai membaca dengan suara tenang namun penuh intonasi.
Lily berbaring di tempat tidurnya, menyelimuti dirinya seperti anak kecil yang patuh. Hatinya penuh tanda tanya. Ia tidak mengerti maksud Zhen dengan semua ini.
Namun, ia tidak bisa memungkiri bahwa suara Zhen yang lembut namun tegas berhasil membuatnya larut dalam cerita dongeng yang ia bacakan.
Zhen membaca cerita itu dengan mahir, seperti seseorang yang telah sering melakukannya. Sesekali ia berhenti sejenak, memandang Lily, seolah memastikan bahwa wanita itu mendengarkan.
Anehnya Lily tidak merasa ketakutan seperti sebelumnya. Ia mulai merasa tenang, bahkan nyaris tertidur mendengar suara Zhen yang konsisten.
Namun, sebelum ia benar-benar terlelap, ia mendengar suara Zhen berbicara dengan nada rendah, hampir seperti bisikan, "Kau harus belajar mempercayai seseorang, Lily. Terutama aku."
Lily membuka matanya sedikit, melihat Zhen masih duduk di kursi dengan buku di tangannya. Ia hanya bisa tersenyum getir. "Apa anda selalu seperti ini, Tuan?" tanyanya dengan suara kecil, nyaris berbisik.
Zhen menutup bukunya, menatap Lily dengan tatapan sulit ditebak. "Hanya kepada orang yang ku pedulikan," jawabnya singkat.
Lily tidak tahu bagaimana harus merespons. Ia hanya menutup matanya kembali, membiarkan rasa kantuk perlahan menguasainya.
......................
Lily terbangun oleh suara samar di luar kamarnya. Detak jantungnya langsung berpacu, dan udara di ruangan itu terasa mencekik. Lampu kamar telah dipadamkan. Sudah jelas bukan dirinya yang melakukannya. Kegelapan di sekitarnya memancing rasa waspada yang menyengat.
Ia beranjak dari tempat tidur, telapak kakinya menyentuh lantai dingin. Napasnya tertahan, tubuhnya bergerak perlahan ke arah pintu. Telinganya menangkap suara Zhen, yang berbicara dengan nada dingin dan tajam.
Melalui celah pintu, Lily melihat Zhen berdiri memunggunginya di ruang tamu. Tubuhnya tegap, tangan kanan memegang ponsel, sementara tangan kirinya terkepal di sisi tubuh.
"Wanita itu sudah berada di dalam genggamanku," suara Zhen mengiris keheningan. "Dia harus membayar untuk apa yang dilakukan orang tuanya kepada keluargaku."
Darah Lily terasa membeku. Ia membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Tubuhnya mendadak lemas, namun ia memaksakan diri untuk tetap berdiri.
"Sudah bertahun-tahun kita mencari bukti," lanjut Zhen, suaranya penuh tekanan, seperti bara api yang tersimpan di dalam. "Sekarang waktunya dia membayar semua luka yang keluarganya tinggalkan untukku. Aku tidak akan membiarkan dia lolos. Aku tau dia pasti menyimpan sebuah bukti lainnya."
Tubuh Lily bergetar hebat. Rasa takut dan kebingungan memenuhi pikirannya. Siapa lagi yang dimaksud Zhen jika bukan dirinya? Kata-kata itu mengguncang dasar hatinya, membuat napasnya terengah-engah.
Langkah kaki Zhen mendekat ke arah kamar. Dengan cepat, Lily kembali ke tempat tidur, menarik selimut hingga menutupi sebagian wajahnya. Ia berpura-pura tidur, meski detak jantungnya berdentum keras seperti genderang perang.
Pintu kamar terbuka perlahan. Lily bisa merasakan tatapan Zhen yang tajam mengawasinya dari ambang pintu. Waktu seolah melambat, dan kegelapan di ruangan itu terasa semakin menyesakkan.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti keabadian, pintu kembali tertutup. Suara langkah kaki Zhen menjauh, diikuti suara pintu depan yang tertutup perlahan. Zhen telah pergi.
Namun, ketakutan Lily tidak pergi bersamanya. Napasnya tersengal, dan tubuhnya menggigil hebat. Dalam kegelapan itu, kenangan masa kecil yang selalu ia coba kubur tiba-tiba muncul, menyeretnya kembali ke malam kelam itu.
Ia mengingat malam itu, malam di mana hidupnya berubah selamanya. Sebuah kecelakaan yang membawa semuanya pergi. Ia masih kecil saat itu, terlalu kecil untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Lily mengingat bagaimana tubuhnya terbalik di dalam mobil. Kepalanya terasa berat, kesadarannya memudar. Ia sempat melihat kedua orang tuanya sudah tidak sadarkan diri, bersimbah darah di kursi depan. Air matanya mengalir deras, tapi ia tidak bisa bergerak, tidak bisa memanggil mereka.
Saat itu, suara orang-orang di luar terdengar samar. "Selamatkan dia! Cepat, sebelum mereka datang!" seseorang berteriak.
Lily setengah sadar, merasakan tubuhnya diangkat dan dibawa pergi. Namun, sebelum semuanya benar-benar gelap, ia melihat seseorang di dekat reruntuhan mobil.
Seorang pria muda, tergeletak dengan tubuh lemah, darah juga menghiasi kening pria itu, dan wajahnya nyaris tidak terlihat jelas.
Lily terbangun dari kenangan itu dengan napas memburu. Tubuhnya gemetar hebat, dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ingatan itu terlalu nyata, terlalu menyakitkan.
Namun, sebelum ia bisa menyusun pikiran, rasa sakit hebat menyerang kepalanya. Lily memegangi kepalanya dengan kedua tangan, tubuhnya begitu lemas. Napasnya semakin sulit, dan dadanya terasa sesak seperti ditindih batu besar.
Dengan tubuh gemetar dan air mata mengalir di pipinya. Ia bertanya dalam benaknya, apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu?
Apakah ada hubungan dengan Zhen? Apakah kecelakaan itu terjadi karena adanya balas dendam?
Sebelum segalanya memudar menjadi kegelapan. Lily terus mencari jawaban, namun di dalam kamar kecilnya, Lily memegangi kepalanya yang berdenyut hebat.
Ingatan itu terus menghantamnya seperti gelombang besar yang membuatnya tenggelam. Lily tidak menemukan jawabannya, ia sama sekali tidak mengingat kejadian selanjutnya.
Sakit yang begitu tajam di kepalanya membuat Lily kehilangan keseimbangan. Tubuhnya semakin gemetar. Sesak di dadanya semakin parah, dan akhirnya, semua menjadi hitam. Lily pun tak memiliki kesadaran lagi.
Dah itulah pesan dari author remahan ini🥰🥰🥰🥰