Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One step closer
Mei menutup notesnya yang terdapat beberapa coretan akibat ralatan.
KKN 21
(Aluna Senja) Guys, help me...ada yang bawa payung ngga sih. Disini puanasnya nampol banget, sumpah. 🤒
(Raras Nalula) tampol balik, Nja. Tuman...
(Nararya Zaltan) Anggap aja lagi gladi resik buat ke padang mahsyar, Nja.
(Arshaka Mandala) Coba neduh di ketek Jovi, Nja.
(T. Zioma Arlan) Lebat akarnya, dijamin bikin adem 👍
(Livia Syua Tan) Jijik se-usus-usus. Asam selambung-lambung.
(Purwangga Mahadri) apakah Jovian sejenis pohon beringin?
(T. Zioma Arlan) Sejenis akar alang-alang.
(Lengkara Savio) sorry Jo, gue ngga bisa bantuin lo dari cacian mereka, mereka terlalu lak nat, yang sabar ya...
(T. Zioma Arlan) Kucaci maki kau dengan bismillah, kawan.
(Raindra Jovian) ngga papa Vio, semoga dosa-dosa mereka diampuni sebelum menghadap Yang Maha Kuasa besok 😭, kerjain proker lo semua bang sat.. Bang Jing siap ngacak-ngacak muka lo semua kalo tau lo semua malah hina-hina dede gemesh.
(Purwangga Mahadri) gemeshnya sampai ke tulang elu Jov 😍 naudzubillah himindzalik.
(Aluna Senja) aslinya, gue udah meleleh guys, dijemur diantara pematang sawah sama sungai begini, persis kerupuk jengkol.
(Arshaka Mandala) Senja, main di sawah? Patut diacungi jenglot eh jengkol👍
(Aluna Senja) @ Nagara Kertamaru_ Maru, kapan logistik sampe, ayolah kita capcus...gue udah ngga tahan. Bisa gosong muka gue disini lama-lama....
(Nagara Kertamaru) belum ada wa, Nja. Mungkin bentar lagi...
(Sultan Tri Alby) Jangan dulu meleleh Nja, ntar Cikalong banjir.
(T. Zioma Arlan) Pait dong, Nja...kalo gosong.
(Raindra Jovian) sepahit kisah cintaku. Lo semua dimana sih guys, gue mau minta tolong pegangin alat woyy!
(Arshaka Mandala) Vio oh Vio...lo dimana disuruh pegangin alatnya Jovi tuh.
(Nagara KertaMaru) si alan, bahasa lo mo nyet 😫
(Lengkara Savio) gue di bawah, Jov...lagi main air bareng Senja.
(Raras Nalula) ini kenapa sih, otak gue jadi tercemar sejak masuk grup ini.
(T. Zioma Arlan) 911, sila panggil tukang sedot ti nja dari otak.
Mei hanya bisa mendengus dan cekikikan tanpa suara, diantara anggota KKN 21 hanya dirinya dan Jingga saja yang tak terlibat obrolan mereka mengingat saat ini, Jingga sedang fokus-fokusnya berada dalam perbincangan pak kades dan kang Wahid yang sejak tadi mencuri-curi pandang padanya.
"Untuk bagan pertandingan insyaAllah kami bantu kang, " jawab Jingga memergoki kang Wahid yang tengah menatap Mei, dimana gadis itu sedang mencatat sesuatu di notesnya.
"Oh siap a, berarti saya harus sering-sering berkabar sama teh Meidina, ya...biar lebih memudahkan...bisa minta nomor wa nya aja, teh?"
Mei mendongak dan mengangguk, "oh bo---"
"Langsung ke saya aja, kang. Biar sekertaris saya fokus sama tugas proker kelompok dulu, soalnya kan baru jalan... perihal bikin bagan pertandingan nanti saya yang langsung turun sama Arshaka atau Maru."
"Oh," ia terkekeh sumbang, "siap kalo gitu kang." Namun sejurus kemudian ia kembali bersuara, "tapi kalau nanti panitia 17an rapat sama akang--akang, teh Mei ikut rapat juga kan, ya?"
Mei menatap Jingga dengan sorot mata seolah melarangnya. Meski tak berbicara, namun Mei tau itu.
Dan kini radar yang telah berbunyi kencang itu secara naluriah berusaha melindungi jarak pandang, dengan badan Jingga yang sengaja menghalangi pandangan kang Wahid dari Mei.
Jingga bergerak memajukan badan seolah sedang meregangkan otot ketika kang Wahid bergerak ke depan, begitu pun saat kang Wahid masih berusaha melihat Mei dari belakang badan Jingga, lelaki itu langsung bersender di sandaran kursi.
Mei menatap ruangan yang dipercaya ruangan tempat Mahad dan Zaltan mengadakan pelatihan, sebab dari sana suara orang diskusi dan menerangkan cukup sayup terdengar dengan sesekali riuh tawa rendah.
"Kayanya Zaltan sama Mahad rame banget," Mei tersenyum menatap dari kejauhan, sebab Jingga sudah menggiringnya kembali ke parkiran.
Sejenak ia memandang ke arah pandangan Mei, untuk kemudian tak acuh kembali, "ya bagus. Berarti respon warga disini baik."
"Langsung balik ke posko? Kabarnya logistik udah sampe..." tanya lelaki itu sudah duduk manis di atas motornya.
Wajah Mei memberengut, Jingga lupa dengan janjinya yang semula ingin mengantar Mei ke tempat Lula.
"Tadi lo bilang---" ia bersiap meledak saat Jingga mendengus geli dan terkekeh, "ke tempat Lula. Oke...oke."
"Ish!" merengutnya.
Teriknya mentari siang sedikitnya membuat keringat menetes dari pelipis mengalir ke garis wajah.
Riuh suara celoteh anak-anak terdengar silih bergantian bernada riang ketika Mei dan Jingga sampai di sebuah paud. Di arah pandangan, Arshaka begitu mengenaskan dengan ia yang cosplay jadi kuda-kudaan dan tengah ditung gangi oleh beberapa anak paud yang nampak bahagia dengan tawa kencangnya.
Sementara Lula, masih asik berbincang dengan ibu guru berjilbab dan sesekali melirik loker bobrok yang nyatanya masih digunakan. Bahkan di area paud ini, ia tak dapat menemukan rak buku seperti bayangannya.
"Ga, tolongin gue--Ga...akhhh---" Arshaka benar-benar tumbang di atas anyaman tikar pandan.
Mei tertawa renyah, "aduhh kasian omnya, dek..."
"Sekalang om yang ituuuu, sellbu!" Jingga sempat mengelak, namun ia punya jurus jitu untuk menghindari serbuan bocah-bocah itu, ia tak mau berakhir seperti Arshaka yang kini justru memejamkan matanya nampak k.o.
"An jingg dong Ga, pusaka gue ampir kena tonjok." Keluhnya benar-benar mengibarkan bendera putih, "masa depan gue dipertaruhkan disini."
"Jaga bahasa lo, Ka...disini banyak anak-anak. Jadi akhi sebentar aja kenapa sih..." ucap Mei.
Mei mengedarkan matanya melihat satu-satu bocah yang tingginya tidak lebih dari pinggangnya itu, kemudian ia bergabung dengan Lula dan guru disana membuat obrolan semakin menarik karena Mei kini sudah bertanya tentang makanan bekal, berat badan dan apa yang sering anak-anak ini konsumsi sebagai camilan.
Dari satu tempat ke tempat lain, hingga menjelang dzuhur beberapa dari mereka sudah kembali ke posko.
Dan seperti biasa, posko kembali riuh dengan canda tawa dan saling meneriaki.
"Ihhh, baru sehari gue ikut Jovi udah angus aja nih muka...besok gue ikut Alby aja lah...kalo di greenhouse kayanya adem." keluh Senja menempelkan masker hitamnya di wajah, persis-persis siluman aspal.
"Elah, pembuatan greenhouse baru mau dikerjain besok, Nja..." ujar Alby.
"Biar adem, lo ngikut Zaltan sama Mahad, tapi dempet tiga, maoo?" tawar Arlan melintas membawa segelas air minum.
"Ikut Lula tuh, siapa tau lo bisa ajarin anak-anak pake kuteks dengan baik dan benar." Jawab Zaltan.
Alby menendang kaki Arshaka yang kini telah membaringkan badannya di ruang depan, "ini kenapa lagi, lo...jam segini udah tepar aja."
"Nyerah dia, abis dikerjain anak-anak..." kekeh Jingga.
"Guys, ini semur telor tinggal 3...siapa aja yang belum makan siang?" tanya Lula menunjukan piring berisi 3 butir telur dengan bumbu semur kecapnya.
"Mei, Jingga sama Arshaka deh kayanya...barusan kan yang balik belakangan lo berempat." Ujar Syua yang kembali menggulirkan laptopnya mengisi log book, "nih," serahnya pada Zaltan.
"Bentaran dulu lah, liat telor...gue jadi inget masa depan telor gue tadi..." ujar Arshaka.
Mendengar nama Mei yang belum makan, Jingga lantas mencari keberadaannya berkeliling.
Suara sayup dari kamar perempuan mengeluarkan Vio dari pintunya.
"Kenapa, Ga?"
"Liat Mei ngga?" tanya nya. Vio mengangguk menoleh ke belakang sembari membuka sedikit celah pintu kamar...menunjukan pemandangan nan syahdu dimana seorang tengah membungkuk dilindungi kain mukena dari pandangan mata nan syah watt. Seketika hatinya tentram.
"Oh."
Mengurungkan diri untuk segera bicara, Jingga terlebih dahulu melengos ke arah dapur demi mengisi perut yang keroncongan. Sementara di ruang depan sana....
"Akang-akang, teteh-teteh punten...." Suara bu Yeti yang datang ke posko sembari membawa sebakul kacang dan ubi rebus langsung diserbu anak-anak KKN 21.
Mengesampingkan kondisi heboh di depan, ada hal yang Jingga pikirkan sekarang dan mungkin teramat usil. Tangannya terulur meraup semua piring dan hanya menyisakan satu saja disana. Menyembunyikan semua piring di tempat yang mungkin sulit Mei temukan.
.
.
.
eeeeh tapi ngapain jingga n mei didlm????
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik