NovelToon NovelToon
Pernikahan Penuh Luka

Pernikahan Penuh Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Obsesi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rima Andriyani

Aku tidak pernah percaya bahwa pernikahan bisa jadi sekejam ini. Namaku Nayla. Hidupku berubah dalam semalam saat aku dipaksa menikah dengan Reyhan Alfarezi, seorang pria dingin, keras kepala, dan kejam. Baginya, aku hanya alat balas dendam terhadap keluarga yang menghancurkan masa lalunya. Tapi bagaimana jika perlahan, di antara luka dan kemarahan, ada sesuatu yang tumbuh di antara kami? Sesuatu yang seharusnya tak boleh ada. Apakah cinta bisa muncul dari reruntuhan kebencian? Atau aku hanya sedang menipu diriku sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rima Andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Setelah memastikan kondisi Nayla tertidur dengan tenang di ruang rawat inap, Reyhan meninggalkan ruangan dengan hati yang berat. Ia berjalan pelan ke taman belakang rumah sakit, lalu mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Dengan tangan gemetar, ia menelpon mertuanya.

Tak butuh waktu lama, sambungan terhubung.

“Halo, Reyhan? Ada apa?” Suara Mama terdengar cemas dari seberang.

“Mama, Papa… tolong datang ke rumah sakit sekarang. Ini… tentang Nayla.”

Hanya dalam waktu singkat, Papa dan Mama Nayla tiba. Wajah mereka penuh kecemasan saat melihat ekspresi Reyhan yang begitu suram.

“Ada apa dengan Nayla, Rey?” tanya Papa langsung. “Kenapa kamu terlihat seperti ini?”

Reyhan mengajak mereka duduk di bangku taman. Ia menarik napas panjang, lalu mulai menjelaskan dengan suara pelan namun jelas. Ia menceritakan semua hal yang selama ini disembunyikan Nayla, tentang gejala yang terus ia alami, tentang pingsannya Nayla di acara tadi malam, dan hasil pemeriksaan medis terakhir yang menyatakan bahwa Nayla menderita kanker hati stadium lanjut.

Mama langsung menutup mulutnya dengan tangan, menahan tangis yang mulai pecah. “Ya Allah… anakku…”

Papa memejamkan mata, mencoba menahan emosi yang meluap. “Kenapa dia tidak bilang apa pun pada kita…”

“Karena Nayla tidak ingin membuat Mama dan Papa sedih,” ucap Reyhan pelan. “Dia memaksa saya menceraikannya… hanya agar saya bisa melupakannya dan tidak ikut terluka.”

Suara Reyhan pecah saat mengatakan itu. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan matanya yang memerah. “Tapi saya tidak akan pergi. Saya tidak akan meninggalkan Nayla dalam kondisi seperti ini.”

Mama mulai menangis dalam pelukan Papa. Reyhan melanjutkan, suaranya bergetar tapi tegas, “Saya mohon… mulai hari ini, mari kita bersikap seperti biasa di depan Nayla. Kita harus membuatnya bahagia, kita harus memberinya kekuatan.”

Papa mengangguk perlahan. “Kamu benar, Reyhan. Kalau kita lemah, Nayla pasti akan merasa sendiri. Kita tidak boleh seperti itu.”

“Saya akan mencari segala kemungkinan pengobatan. Saya akan tempuh apa pun… asal Nayla tetap hidup. Selama Tuhan masih memberikan kesempatan, saya tidak akan menyerah.”

Mama mengusap air matanya, lalu meraih tangan Reyhan. “Terima kasih, Rey… karena tetap bersamanya… bahkan ketika dia mencoba menjauh.”

Reyhan menunduk hormat. “Saya yang seharusnya berterima kasih karena sudah diizinkan mencintai putri Mama dan Papa.”

Di bawah langit malam yang mulai mendung, tiga orang itu duduk dalam keheningan. Tak satu pun dari mereka tahu bagaimana masa depan akan berjalan. Tapi satu hal pasti, mereka tidak akan membiarkan Nayla menghadapi semuanya sendirian.

---

Setelah percakapan berat di taman belakang rumah sakit, Mama dan Papa Nayla memutuskan untuk segera menemui putri mereka. Mereka masuk ke ruang perawatan dengan senyum penuh kehangatan, seolah tidak mengetahui apa pun.

Nayla yang baru saja terbangun menoleh pelan. Wajahnya tampak pucat, namun sorot matanya masih sama, lembut dan penuh tanya.

“Mama… Papa?” suaranya terdengar lemah.

Mama langsung mendekat dan menggenggam tangan Nayla. “Kami dengar kamu pingsan di pesta, Nak. Jadi kami ke sini. Maaf ya kalau mengganggu.”

Papa duduk di sisi lain tempat tidur dan mengusap kepala Nayla lembut. “Kamu membuat kami khawatir.”

Nayla tersenyum samar. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap kedua orang tuanya dengan tatapan haru.

Sementara itu, Reyhan berjalan cepat menuju ruang dokter yang menangani Nayla. Ia harus tahu semuanya, harapan, risiko, apa pun yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan wanita yang ia cintai.

Dokter Arvino, sahabat Arlan sekaligus spesialis penyakit dalam yang menangani Nayla, menyambut Reyhan dengan wajah tenang namun penuh pengertian.

“Dok,” suara Reyhan terdengar tegas, “saya ingin tahu semua. Tentang Nayla. Seberapa parah penyakitnya… dan apakah ada cara untuk menyembuhkannya?”

Dokter Arvino menghela napas panjang, lalu mempersilakan Reyhan duduk. Ia membuka berkas rekam medis Nayla yang ada di tangannya.

“Nyonya Nayla mengalami kanker hati stadium lanjut. Namun, ia belum menjalani pengobatan secara intensif. Ia menolak perawatan, dengan alasan ia tidak ingin membuat orang-orang terdekatnya khawatir.”

Reyhan mengepalkan tangannya. “Lalu, apa ada peluang untuk menyelamatkannya?”

Dokter Arvino menatap Reyhan dalam-dalam. “Peluang itu selalu ada, selama pasien masih memiliki semangat hidup dan menerima pengobatan. Kami bisa merujuknya untuk transplantasi hati atau terapi target di luar negeri. Tapi semuanya tergantung pada kondisi tubuhnya, dan seberapa cepat ia memutuskan untuk berjuang.”

Reyhan mengangguk cepat. “Saya akan bawa dia ke mana pun, Dok. Seoul, Tokyo, atau bahkan ke Jerman. Saya akan lakukan apa saja. Yang penting, Nayla bisa disembuhkan.”

“Jika begitu, saya akan bantu menyiapkan semua dokumennya,” kata Dokter Arvino, sedikit tersenyum. “Tapi kamu harus yakinkan dia untuk mulai menerima pengobatan.”

Reyhan mengangguk, matanya tampak berkilat menahan emosi. “Terima kasih, Dok. Saya tidak akan membiarkan dia menyerah.”

Begitu keluar dari ruang dokter, Reyhan memandangi lorong panjang rumah sakit itu dengan perasaan penuh tekad.

Apa pun yang terjadi… ia tidak akan membiarkan Nayla pergi begitu saja.

Langkah Reyhan mantap menuju kamar rawat Nayla. Setelah berbicara dengan Dokter Arvino, tekadnya semakin bulat untuk melakukan apa pun demi menyelamatkan istrinya. Ia membuka pintu perlahan, mendapati Nayla tengah bercakap ringan dengan Mama dan Papanya.

Begitu Reyhan masuk, Nayla langsung menoleh. Tatapan matanya seketika berubah hangat. Ia menyuruh Mama dan Papanya duduk kembali, lalu dengan lemah mengulurkan tangannya ke arah Reyhan.

“Rey… ke sini,” ucap Nayla lirih.

Reyhan segera menghampiri dan menggenggam tangan Nayla dengan lembut. Ia duduk di tepi ranjang, menatap wajah pucat itu dengan kasih yang tak tersisa sedikit pun untuk disembunyikan.

“Aku mohon satu hal…” bisik Nayla, menatap Reyhan dalam-dalam. “Jangan katakan apa pun tentang penyakit ini pada Mama dan Papa. Aku tidak ingin mereka khawatir. Tidak sekarang…”

Reyhan terdiam sesaat, lalu tersenyum kecil. Ia mengangguk penuh pengertian. “Baik. Aku janji.”

'Maaf, Nay. Tapi aku sudah memberitahu mereka.'

Mendengar itu, Nayla menghela napas lega. Ia memejamkan mata sejenak, seolah sedang mengumpulkan kekuatan yang tersisa.

Tak lama kemudian, Reyhan berdiri dan menoleh ke arah Mama dan Papa Nayla yang masih duduk di sofa kecil di sisi ruangan.

“Ma… Pa… biarkan saya yang menjaga Nayla malam ini,” ujar Reyhan dengan lembut namun tegas. “Nayla butuh istirahat, dan saya akan tetap di sini menjaganya.”

Mama Nayla sempat ragu. “Tapi—”

“Saya akan pastikan Nayla tidak kekurangan apa pun,” potong Reyhan, tersenyum menenangkan. “Jika ada perubahan, saya langsung kabari Mama dan Papa.”

1
Hendri Yani
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!