NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Demi Kewarasan

.

.

.

Haappy reading semuanyaa.. 

Sebelumnya aku mohon maap kalau ada merasa tidak nyaman dengan bab ini, skip saja...

Mungkin karena pikiran Britania sudah terlalu kalut, logikanya tak lagi bekerja seperti biasa. Begitu mudah bibirnya tergoda oleh tatapan teduh Rayyan—dan lebih-lebih, oleh godaan bibir tipis yang pernah ia anggap sudah mati rasa padanya.

Entah sejak kapan, jarak di antara mereka semakin menipis. Dan entah bagaimana, semesta seolah kompak memihak pada Rayyan malam ini. Tanpa banyak aba-aba, lelaki itu yang lebih dulu meraih tengkuk Bri, menariknya ke pelukan bersamaan dengan ciuman yang hangat.

Ciuman itu awalnya lembut, hampir ragu. Tapi perlahan, ritmenya berubah, lebih dalam, lebih menuntut, memabukkan. Napas Britania mulai memburu, pikirannya semakin kabur. Rayyan memang… good kisser. Terlalu jago, sampai ia tak sadar tubuhnya sudah terangkat, berpindah ke pangkuan lelaki itu.

Satu tangan Rayyan menyusuri lekuk pinggangnya, menyusup ke dalam kaos longgar yang Bri kenakan, sementara tangan satunya tetap menahan tengkuknya, memerangkapnya dalam ciuman yang seakan tak memberi ruang untuk berpikir waras.

Bri tahu, ia seharusnya tegas menghentikannya. Ia tahu, ini Rayyan—orang yang seharusnya hanya menjadi sandaran cerita, bukan pelabuhan rasa. Tapi nalurinya tidak mau diajak kerjasama. Otak dan batinnya berperang, setengah menolak, setengah menyerah pada rasa nyaman yang terlalu jarang ia rasakan belakangan ini.

Meski usianya terpaut hanya tiga tahun darinya, Rayyan selalu membuatnya merasa aman saat bercerita. Dan anehnya, di tengah masalah serumit ini, justru Rayyan yang paling peka—yang tahu kapan harus diam, kapan harus bicara, dan kapan harus… menggila seperti saat ini.

'Gila… ini gila… Rayyan melakukannya dengan sangat baik, skill ahli bahkan.' pikir Briella. Tapi dia hanya  bisa pasrah, jemarinya malah ikut menelusup di sela rambut Rayyan, mencengkeram ringan menyalurkan sensasi yang tengah ia rasakan.

Ketika ciuman mereka akhirnya terputus, Rayyan menatapnya dengan senyum nakal.

“Lo terhibur… atau terlalu menikmati, Kak?” tanyanya, sebuah pertanyaan bodoh sepanjang masa.

Briella menghela napas, tersenyum miring. “Dua-duanya, Ray… Udah ah, ngantuk. Tidur yuk.”

Rayyan terkekeh, berusaha mengikutinya ke kamar, tapi Briella menolak.

“Sini aja. Aku mau tidur di sofa malam ini,” ujarnya singkat.

Rayyan menurut. Ia hanya mengangguk, lalu membiarkan Britania mengambil selimut dari kamar. Malam itu mereka berbaring di sofa, saling memeluk hingga terlelap sampai pagi.

***

Britania tahu ia tak boleh kalah dengan perasaannya sendiri. Itu kalimat yang sudah lama ia tanam di kepalanya—mantra yang membantunya bertahan dan menjaga kewarasannya. Masalah pribadi tidak boleh, apapun itu tidak akan pernah boleh, mengganggu pekerjaannya.

Rasa sakit hati dan kecewa yang dulu sempat meremukkannya, kini justru membentuk dirinya menjadi sosok yang bisa dibilang nyaris sempurna. Bertahun-tahun ia bangun dari reruntuhan dengan susah payah, dan ia tidak rela semuanya akan runtuh lagi hanya karena… predikat terkutuk itu.

Pagi itu, ia berdiri di depan cermin. Riasan tipis ia poles kembali, lalu memastikan rok dan blus yang ia kenakan senada. Ia menarik napas panjang, mengukir senyum tipis yang menjadi tameng profesionalismenya, lalu melenggang masuk ke lobi kantor dengan sikap terbaiknya.

Sapaan dari rekan-rekan di lorong memberi sedikit suntikan energi untuk Bri. Namun sebelum sempat memasuki ruangannya, Olivia sudah menunggunya di depan.

“Bu Bri… aa… itu…” Olivia tampak ragu.

Britania mengangkat alis. “Kenapa, Liv? Aku baru sampai, kamu udah mau kasih laporan keluhan?” nadanya setengah bercanda. Biasanya kalau Olivia sudah mencegat pagi-pagi, artinya ada masalah besar yang akan menguras tenaganya.

“Bentar ya, Liv. Aku taruh tas dulu.”

Ia melangkah ke ruangannya... atau setidaknya, yang ia pikir masih menjadi ruangannya. Tapi handle pintu itu sudah tidak terkunci.

'Perasaan kemarin aku kunci…' batin Bri. Saat tangannya mendorong pelan pintu di depannya, terbuka sepenuhnya dan matanya langsung menangkap sosok perempuan duduk di kursinya.

Britania kembali mundur setapak, memastikan papan nama di pintu. Masih jelas tertera, Britania Sheiraphina – Manajer Operasional. Ia tidak salah ruangan. Tapi kenapa…? Ada wanita yang tidak ia kenal.

Wajah itu. Memang ia tidak kenal, tapi pernah melihatnya beberapa hari laalu... bersama Nathan.

“Maaf, Anda siapa ya?” tanya Britania, mendekat dengan langkah tenang meski dadanya sudah mulai panas.

Perempuan itu tersenyum angkuh. “Kamu pasti Britania, ya? Since today, I will handle your job. Perintah langsung dari Ibu Widia.” Ia menyingkirkan papan nama Bri, menggantinya dengan nama Vania Alexa.

Britania memejamkan matanya, menarik napas panjang. Chill, Bri… Meski dia butuh waktu beberapa detik unbtuk mencerna dengan baik situasi buruk yang menyambutnya. Uap panas di kepalanya ia tekan sekuat tenaga. Barang-barang miliknya sudah dikemas rapi dalam kotak karton di sudut ruangan. Tanpa sepatah kata debat, ia mengangkat kotak itu, melangkah keluar dari ruangannya sendiri.

Mendebat juga hanya akan percuma. Tipe seperti Vania hidup untuk menindas orang lain. Penjelasan akan ia minta langsung dari sumbernya.

“Ini ada apa sih, Liv? Aku salah apa?” protes Bri, tapi Olivia hanya menggeleng. Tugasnya hanya mengantar Briella ke ruang barunya—Manajer Produksi. Tidak ada yang mau atau berani menjelaskan.

"Bri..." tak lama, Brianda masuk sambil menghela napas. “Dia anak temennya Bu Widia, baru balik dari Jerman. Gue nggak tahu apa-apa, Bri. Nathan juga nggak tahu.” jelas Brianda tanpa diminta.

Briella tersenyum tipis, menahan rasa sesak. "Not bad, tapi setidaknya kasih aku alasan untuk ini, Ndaaa," keluh Briella padanya.

Raut wajah Brianda juga terlihat tak nyaman. Bri menghela napas panjangnya, mencoba menetralisir amarah yang mungkin akan meluap tapi sangat bisa ia tahan dengan baik. "Salah apa gue, Ndaaa? Tapi ya sudahlah. Setidaknya pekerjaan gue di sini tidak terlalu berat, ya kan? Anggap saja gitu," ujar Britania berharap bisa menenangkan dirinya sendiri dari emosi yang tidak terluapkan dengan baik.

“Gue tahu lo sanggup, Bri. Gue mau ke Nathan dulu, dia pasti ngamuk juga.”

Britania hanya tersenyum padahal semua orang juga tahu, dadanya sesak. Dalam hati, ia tak berdaya untuk protes karena tahu persis kenapaa bu Widia menggeser posisinya, tepat seperti yang ia bayangkan. Dan seperti biasa, cinta tidak pernah bersahabat dengannya.

Bullshit! yang selalu bilang jadi budak cinta yang selalu bahagia, karena nyatanya cinta itu selalu menjerumuskan Bri dalam kesengsaraan.

Siang itu, suara ketukan pintu memecah fokusnya.

“Brii… ini gue, Biru.” Pria itu mengetuk pintu ruangan Britania berkali-kali siang itu seusai rapat. Bri yang menyuruhnya ikut rapat, karena sekarang memang posisi Biru adalah asistennya menggantikan Olivia.

"Masuk, Ru..." Biru masuk dengan membawa segelas cokelat panas untuk Bri.

"Thanks, Ru, aman kan rapatnya?" Biru berjalan ke arah Bri dengan wajah sendunya.

"Heii, kenapa? Ada masalah? Laporan baik-baik aja kan?" todong Britania penasaran dengan raut wajah Biru yang jelas-jelas tidak baik-baik saja.

Jungkir balik sekali hidup Britania... jadi jangan salahkan dia kalau akhirnya berbuat hal yang hanya demi untuk menjaga kewarasannya.

Jangan lupa like dan komennya yaa teman-teman...

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!