Ketika Istriku Berbeda
Wanita bedaster kuning kunyit itu buru-buru melangkahkan kakinya untuk membukakan pintu ketika deru suara mesin mobil terdengar.
Wajahnya yang lusuh dan tampak lelah itu begitu bersemangat ketika tangannya memutar kenop pintu.
"Waalaikumsalam.." jawabnya ceria ketika mendengar suara sang suami datang. Namun suami tercintanya itu justru menatap kosong ke arah dalam alih-alih menyambut uluran tangan istrinya. Tubuh kokoh terbalut kemeja putih itu meleset tak memperdulikannya.
"Mas kamu sudah pulang?" tanya itu sudah menjadi hal wajib ketika lelaki itu pulang dari mengajar.
Senyum wanita itu tak bersambut. Lelaki yang disambutnya dengan senyum manis justru pergi melewatinya begitu saja.
Dinar sang istri tampak bingung diacuhkan suaminya. Dinar menatap lurus suaminya yang berjalan semakin jauh dari tempatnya berdiri.
Dinar gegas mengekor tidak mau ditinggalkan oleh suaminya.
Kebiasaan Dinar adalah suka bercerita banyak hal pada Irham ketika lelaki itu pulang bekerja.
"Mas, tadi...
Ucapan si wanita terhenti mendapati tatapan tajam suaminya.
Dinar masih tersenyum ceria saat tiba-tiba senyum itu perlahan menghilang.
"Demi Allah aku lelah dengan semua ini. Bisakah barang sejenak kamu dan Ilyas pulang kerumah Abah?"
Dinar tertegun mendengar ucapan suaminya.
Bukankah selama ini pernikahan mereka baik-baik saja?
"Tapi kenapa, Mas?" Dinar bertanya bingung. Irham menggeleng kecil lalu menatap jengah wanita yang telah memberinya seorang putra tiga tahun yang lalu. "Mas..."
"Aku ingin kita sendiri -sendiri dulu, sungguh, aku lelah hidup bersamamu." Irham pergi meninggalkan Dinar yang tak paham maksud dari ucapan sang suami. Apa yang salah darinya?
Dinar menatap pintu kamar yang telah tertutup rapat. Dinar mencoba mengingat letak kesalahannya yang membuat Irham kesal, tapi tak menemukan kesalahannya.
Apa yang membuat Irham lelah hidup bersamanya?
Dinar tidak menyusul suaminya, dia berencana membicarakan semuanya besok, saat ini putra semata wayang mereka tengah rewel karena demam, Dinar memilih untuk menidurkan Ilyas.
Dinar berpikir positif kemarahan suaminya sebab Irham sedang banyak pikiran. Dan, akan reda esok hari.
******
Pagi harinya Dinar bangun kesiangan. Semalam dia benar-benar bergadang karena menjaga Ilyas. Ia keluar kamar setelah melakukan shalat yang sudah sangat terlambat.
Saat membuka pintu, Dinar menemukan Irham duduk di meja makan menikmati sarapannya.
"Mas, maaf aku tidak menyiapkan sarapan untukmu, aku baru bangun karena..."
Prang!
Irham dengan kasar membanting sendok di atas piring yang masih menyisakan nasi goreng. Membuat Dinar kaget dan memundurkan langkahnya. Yang hendak menghampiri Irham untuk di cium pipinya. "Mas..." Apakah Irham benar-benar serius dengan ucapannya semalam? Tapi kenapa?
Dinar terus mencoba cari letak salahnya sampai suara Irham membuatnya tersadar. "Aku tidak menemukan bahan makanan di kulkas selain telur dan nasi dingin, bagaimana mungkin kamu membiarkan kulkas kosong seperti itu sementara kita butuh stok bahan makanan?"
Dinar kelabakan. Dia benar-benar lupa mengabari Irham jika sudah waktunya mereka berbelanja.
"Mas aku benar-benar lupa, padahal..."
"Apasih yang becus kamu lakukan ? Semua yang kamu kerjakan selalu kacau balau."
Sungguh, muak sekali Irham melihat tingkah polah istrinya.
Dan, Dinar dibuat kaget dengan ucapan Irham.
*******
Pagi itu Irham meninggal Dinar dengan perasaan dongkol bukan main, sampai-sampai dia melupakan putranya yang belum disapanya sejak kemarin.
Di pondok tempatnya mengajar dia dikejutkan dengan kedatangan guru agung dari kota Jombang.
Irham kalang kabut sebab tidak ada persiapan apa-apa dan tamu sudah tiba.
Irham buru-buru mencari penanggung jawabnya.
"Pak Kyai yang meminta Gus Irham sendiri yang menyiapkan sambutannya." kata salah satu guru pembantu disana.
"Abah tidak memberitahu ku." ucap Irham membela diri.
"Bukankah minggu lalu Pak Kyai datang kerumah njenengan Gus?" tanya guru tersebut.
Minggu lalu?
Irham mengingat bahwa minggu lalu dia ada isi kajian di luar kota, sudah pasti mereka tidak bertemu secara langsung, kalau begitu mertuanya pasti menyampaikan hal itu pada Dinar, tapi dengan bodohnya wanita itu tidak memberitahunya. Irham geram, mau ditaruh mana mukanya saat ini?
Irham adalah tipe orang serius, dia tidak suka dengan keteledoran, sayang dia berjodoh dengan wanita yang kurang pintar dalam hal kedisiplinan, ah, bukan kurang pintar tapi tidak bisa sama sekali.
Bagaimana dulu dia bisa jatuh cinta dengan Dinar?
Benar-benar tidak masuk akal.
Sore, setelah berperang dengan emosi dan menyelesaikan sambutan dadakan yang berjalan sukses. Ponselnya bergetar. Melihat nama sang istri yang tertera disana ia enggan untuk membukanya. Ia biarkan saja, dan memilih merapikan buku-bukunya sebelum pulang.
Irham menaiki mobilnya dan menuju rumahnya dengan malas dan kesal. Di jalan dia melihat minimarket dan menepi untuk membeli beberapa bahan makanan. Sebab, ia yakin jika Dinar tidak akan mau pergi kemanapun tanpa dirinya.
Dan, itu benar-benar terbukti. Saat dia datang sambut suara tangisan Ilyas yang ia dapati.
Putranya merengek minta susu dan kebodohan Dinar dia melupakan susu putranya, dibiarkan habis begitu saja.
"Mas, sudah pulang?" tanya Dinar mencoba ceria. Tapi, nampak gurat lelah yang tak bisa ia sembunyikan.
Emosi Irham semakin menjadi melihat anaknya kelaparan, keadaan rumah kacau balau. Dan... Jangan lupakan tampilan lusuh istrinya.
Apa sih kerjaan wanita ini, sekedar menyenangkan pandangan suami saja tidak becus.
Irham lemas melihat itu. Dia bagai hidup di dalam neraka.
Meluap sudah amarah Irham. Hampir empat tahun kekecewaan yang ia pendam untuk istrinya ia luahkan.
"Kamu itu nggak becus jadi istri, nggak becus jadi ibu. Hari ini kamu sudah membuatku menahan malu, kenapa kamu tidak bisa apa-apa? Sumpah aku menyesal menikah dengan wanita tidak tahu apa-apa kayak kamu, Dinar."
Hening.
Irham menghela nafas berat ketika melihat mata Dinar berkaca-kaca. Ingin memeluknya karena merasa bersalah tapi dia takut Dinar kembali besar kepala, jadilah, setelah memaki-maki istrinya dia berlalu meninggalkan Dinar untuk segera menyegarkan diri.
*****
Usai mandi Irham tak mendapati Dinar dikamar. Biasanya wanita itu selalu ada ketika dia sudah berada dikamar, Dinar suka menggodanya, mengajaknya bercanda, meski Irham tak pernah tanggapi, Dinar sangat riuh, suka bicara terlalu banyak membuat Irham pusing. Tapi tidak untuk saat ini. Kamar tampak lenggang, tidak ada Dinar yang rusuh. Itu membuat alis Irham bertaut.
Usai memakai pakaian, Irham keluar kamar untuk mencari keberadaan anak dan istrinya.
Irham tertegun melihat Dinar yang duduk di hadapan putranya dengan semangkuk mie instan. Dinar terlihat berbeda. Ia tampak pucat, tangannya yang menyuap mie itu terlihat bergetar. Irham jadi serba salah dibuatnya.
Ia ingin menghampiri tapi gengsi. Jadilah Irham menghampiri putranya.
"Ilyas ayo sama Abi!" ajaknya pada putranya.
Ilyas segera tersenyum lebar dan masuk ke gendongan Irham. Irham melirik Dinar yang menikmati mie instan dengan lahap. Irham tertegun, mengingat selama ini istrinya tak menyukai makanan itu. Apa tangannya yang bergetar itu sebab sangat kelaparan?
"Kamu..." Irham ragu untuk bertanya, tapi dia penasaran. "Kamu nggak masak tadi?"
Gerakan tangan Dinar terhenti. Wanita yang biasanya selalu cerewet itu kini hanya mendongakkan kepalanya sebelum akhirnya menjawab tanya Irham.
"Kan, bahan makanan dirumah habis, Mas." lirihnya.
Alih-alih kasihan Irham justru geram.
"Kamu hidup di lingkungan yang segala sesuatunya bisa di jangkau dengan mudah, tinggal keluar dari sini tidak sampai dua ratus meter sudah banyak kios berjajar disana yang menjual bermacam jenis bahan makanan." bentak Irham tanpa sadar.
Istrinya ini benar-benar.
Wanita berwajah kuyu sempat terjingkat sebab kaget, tapi Irham sempat melihat senyum kecilnya. Sebelum ucapan itu menampar harga dirinya.
"Beli pakai apa?" tanya Dinar dengan mata berkaca-kaca. "Berkali-kali aku hubungi Mas Irham tapi mas tidak angkat."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewi Kasinji
ijin baca kak
2024-11-22
0
Nyi Nur
😭😭😭😭😭😭
2024-07-15
0
Mrs. Labil
baru part 1, aku dak pen nangis
2024-04-21
0