Aura, gadis berusia 26 tahun yang selama hidupnya tidak pernah memahami arti cinta.
Karena permintaan keluarga, Aura menyetujui perjodohan dengan Jeno.
Akan tetapi, malam itu akad tak berlanjut, karena Aura yang tiba-tiba menghilang di malam pengantinnya.
Entah apa yang terjadi, hingga keesokan harinya Aura justru terbangun di sebuah kamar bersama Rayyan yang adalah anak dari ART di kediamannya.
"Aku akan bertanggung jawab," kata Rayyan lugas.
Aura berdecih. "Aku tidak butuh pertanggungjawaban darimu, anggap ini tidak pernah terjadi," pungkasnya.
"Lalu, bagaimana jika kamu hamil?"
Aura membeku, pemikirannya belum sampai kesana.
"Tidak akan hamil jika hanya melakukannya satu kali." Aura membuang muka, tak berani menatap netra Rayyan.
"Aku rasa nilai pelajaran biologimu pasti buruk," cibir Rayyan dengan senyum yang tertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Periksa
Jeno baru saja keluar dari kantor polisi sesaat setelah permasalahannya dengan Rayyan selesai diurus. Dia terbukti bersalah dalam tindak pengeroyokan Rayyan, tapi akhirnya dia bisa bebas dengan jaminan.
Permasalahannya dengan kepolisian dianggapnya selesai, tapi tidak dengan Rayyan. Jeno masih ingin membalas perbuatan Rayyan terhadap Aura. Tapi sayangnya, latar belakang pria itu menjadi kendala utamanya.
Mungkin Jeno bisa berduel dengan Rayyan dalam serangan fisik. Tapi dari segi kehidupan, Jeno merasa amat kecil dari pada Rayyan.
Tak bisa dipungkiri, dari kejadian pengeroyokan tempo hari, serta berkas laporan yang Rayyan layangkan kepada Jeno and the genk, berhasil membuatnya tahu mengenai siapa lawannya kali ini.
Rayyan bukan lawan yang setara dengan Jeno dan Jeno mengakui hal itu dalam hatinya. Rayyan seorang pebisnis yang bekerja di sektor perbankan dan keuangan. Dia juga memiliki tambang emas yang cukup besar di Mimika, Papua. Bisa dikatakan, Rayyan itu seorang milyarder yang sukses di usia muda. Dari pekerjaan di sektor keuangan, berhasil mengantarkan pria itu pada posisi puncak.
Jeno tidak bisa menyerang Rayyan dengan kekerasan atau dia akan kembali mendapat surat panggilan dari kepolisian.
Jeno harus memikirkan siasat yang lebih baik untuk menghancurkan pemuda itu. Mungkin dari segi dan aspek yang lain. Rayyan terkenal pintar dan ahli dalam bidangnya. Jadi, Jeno tidak bisa melawannya dengan otot tapi menggunakan otak.
Mungkin sekarang Jeno beruntung karena masih ada orangtua yang bisa menjaminnya. Tapi, sekali lagi dia salah mengambil jalan, maka selanjutnya dia akan tamat ditangan Rayyan atau berakhir di dalam tahanan.
...***...
Aura sudah mulai terbiasa dengan keadaannya. Dia benar-benar menepati ucapannya untuk menerima keberadaan janin itu dalam rahimnya. Dia bersyukur karena dia tidak mengalami muntah-muntah yang parah di awal kehamilannya.
Hari ini rencananya Aura akan ke sebuah klinik seorang dokter obgyn untuk memeriksakan keadaan kehamilannya.
Ditemani oleh sang Mama yang masih berada di Jerman, Aura akhirnya berangkat dan melakukan pemeriksaan itu.
Sebelumnya, Aura diberikan semacam gel yang terasa dingin diatas perutnya, kemudian Aura mulai dapat merasakan jika ada sebuah alat yang diputar disana.
Dokter itu mulai menjelaskan dengan bahasa Jerman mengenai kondisi dan keadaan kandungan Aura, termasuk apa yang baik untuk Aura konsumsi dan menyarankan soal susu kehamilan yang mengandung banyak asam folat dan nutrisi lengkap seperti protein, vitamin, dan kalsium yang baik bagi tumbuh kembang janin supaya dapat menghindari kecacatan lahir, kekurangan gizi, dan lainnya.
"Syukurlah, semuanya baik-baik aja," kata Mama Yara merangkul putrinya. Meski kehamilan Aura terjadi bukan karena keinginan mereka semua, tapi kebahagiaan tidak luput terpancar dari wajah wanita paruh baya itu.
Mereka melenggang pergi meninggalkan klinik tersebut setelah pemeriksaan selesai dilakukan.
"Ma, apa Mama senang dengan kehamilan Aura?"
"Tentu aja, Sayang. Gak lama lagi Mama bakal jadi nenek. Wah, senang banget Mama."
"Tapi, anak ini kan--"
"Yang penting dia tetap cucu Mama, Sayang," potong Mama Yara. Dia seolah tau apa kalimat yang akan diucapkan oleh Aura.
"Makasih ya, Ma. Mama udah mau menerima anak Aura."
Mama Yara mengangguk. "Seperti yang kamu bilang, anak itu adalah bagian dari diri kamu dan kamu kan anak Mama, itu artinya Mama juga harus menerimanya."
Aura sangat tersentuh dengan ketulusan sang Mama. Dia mau menjadi seperti mamanya yang mencintai anak-anaknya. Tapi, dapatkah dia membesarkan anaknya tanpa sesosok pendamping? Apakah bayinya bisa tumbuh tanpa adanya figur seorang ayah?
Mereka menaiki mobil yang disupiri oleh seorang bodyguard yang dipekerjakan khusus oleh Oma Indri.
"Kamu gak mau memikirkan ulang soal Rayyan, Nak?"
Aura mengendikkan bahu atas pertanyaan sang Mama yang kali ini mau membahas soal Rayyan lagi. Aura sama sekali tidak mau mencoba untuk hal itu.
"Kamu harus memikirkannya, Aura. Rayyan mau bertanggung jawab sejak awal kejadian ini terjadi."
Mobil mulai melaju dalam kecepatan sedang ketika mereka memperbincangkan soal Rayyan.
"Ma, Aura gak bisa."
"Itu karena kamu membatasi diri, Aura. Coba buka hati kamu untuk orang lain masuk."
"Aura udah coba saat Aura setuju untuk menikah dengan Jeno, tapi kenyataannya malah Aura harus terjebak dengan Rayyan, Ma." Aura membuang pandangan ke jalanan kota.
"Kamu bicara seolah Rayyan yang sengaja menjebak kamu."
Aura diam dan tidak merespon ucapan sang Mama.
"... kalau kamu memang gak bisa menerima Rayyan dalam hidup kamu, oke, Mama bisa memakluminya. Tapi, Rayyan berhak tau kalau sekarang kamu sedang mengandung anaknya, kan?"
Aura melengos. Terserah jika keluarganya mau memberitahu Rayyan soal kehamilannya ini. Toh, posisi mereka juga jauh dan tidak mungkin ada pertemuan lagi, begitulah pemikiran Aura.
"Anak itu akan lahir dan tumbuh. Kelak dia bakal tanya siapa dan dimana Papanya. Apa kamu gak mau mengikis sedikit ego kamu, Aura?" Lagi-lagi Mama Yara berusaha membujuk putrinya. Dia mau pikiran Aura terbuka dan memandang jauh ke depan.
"Aura bisa bilang sama bayinya kalau dia punya Papa Cean dan Papa Rion." Aura menyengir, menunjukkan ekspresi bahwa dia akan baik-baik saja tanpa sosok ayah dari anaknya itu.
Mama Yara menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan jawaban yang diberikan sang putri.
"Itu beda, Ra. Cean dan Rion itu pamannya, bukan Papanya."
"Terus, Mama mau anak Aura nanti tau siapa Papanya? Papanya yang udah buat hidup Mamanya berantakan? Gitu?"
Mama Yara menghela nafas panjang. "Gak begitu juga. Anak kamu gak perlu tau kejadian kelam antara kamu dan Papanya, Nak. Kalian bisa memulai rumah tangga dengan baik tanpa membahas malam nahas itu lagi."
"Ma, Aura mau ke supermarket disitu, Aura mau beli susu hamil yang tadi di bilang dokter." Aura mengalihkan pembicaraan. Dia sengaja, karena dia tidak mau terus berdebat dengan sang Mama terkait pembahasan soal Rayyan. Dia merasa jengah akan hal ini.
Aura meminta sang sopir untuk segera menghampiri letak supermarket yang di maksud. Dan tak berapa lama, mobil yang mereka tumpangi benar-benar berhenti di pelataran tempat tersebut.
"Ya udah, kamu tunggu di mobil aja, biar Mama yang beli ke supermarket."
"Enggak, Mama aja yang di mobil. Aura masuk ke supermarket. Sebentar doang, cuma beli susu." Aura ngotot.
Mama Yara menggeleng. "Ingat, kamu sedang hamil dan gak usah merepotkan diri. Mama yang bakal belikan susu itu buat kamu. Tunggu disini."
Mama Yara segera beranjak pergi, sementara Aura menghela nafas panjang setelah sang Mama meninggalkan mobil.
Aura menunggu sang Mama beberapa saat, entah kenapa rasanya lama sekali dan membuatnya tidak sabar.
Mata Aura tanpa sengaja justru melihat sebuah toko buku yang tak jauh dari posisinya. Dia segera izin pada sang sopir untuk mengunjungi toko tersebut.
"Pak, saya ke toko buku itu dulu ya. Nanti bilang sama Mama."
"Saya antar saja, Non."
Aura segera mengibaskan tangannya. "Gak usah, biar saya sendiri aja," tolaknya halus. "Cuma nyebrang doang. Dekat aja, kan?" paparnya.
Aura segera melepas seatbeltnya. Dia keluar dari mobil dan menyebrang di penyebrangan yang ada disana.
Bersamaan dengan Aura yang sampai di toko buku, Mama Yara juga telah keluar dari supermarket dengan kantong belanjaannya.
"Aura, maaf lama. Mama tadi sekalian beli buah-buahan buat kamu." Mama Yara terkejut saat benar-benar masuk ke mobil namun tidak mendapati putrinya disana.
Sang sopir langsung menjelaskan jika Aura sedang di toko buku yang ada di seberang.
"Aura, Aura, nunggu sebentar aja udah bosan." Mama Yara memahami kebiasaan putrinya itu sembari menoleh ke arah jendela mobil dan menatap pada toko buku yang sedang dikunjungi Aura.
Sampai beberapa saat, Aura tampak keluar dari toko buku itu dengan senyum semringah. Tampaknya dia membeli beberapa buku disana dan itu mengembalikan moodnya menjadi lebih baik. Hingga tiba-tiba,
Brakkkk Brakk Brakk ...
Kecelakaan beruntun yang tak disangka, terjadi. Suara tabrakan mobil-mobil itu membuat Mama Yara otomatis menatap pada keberadaan putrinya yang tadi berdiri disana hendak menyeberang jalan.
"Aura ..."
Mama Yara histeris. Aura terkena dampak dari kecelakaan itu. Tubuhnya terjepit diantara dua mobil yang bertabrakan.
"Aura!!!!"
...Bersambung ......