Setelah dikhianti oleh pria yang dicintainya, Vani tidak ingin lagi jatuh cinta, tetapi takdir justru mempertemukan Vani dengan Arjuna.
Seorang CEO yang dikenal dengan rumor sebagai pria gay.
Karena suatu alasan, Vani setuju saat Juna melamarnya, karena berpikir Juna seoarang gay dan tidak mungkin menyentuhnya. Namun siapa sangka jika rumor tentang gay itu salah. Juna adalah sosok suami yang begitu memuja Vani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Bahagia
Vani terbangun dari tidurnya dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, semua itu Vani sadari berkat kehadiran keluarganya. Vani merasa sangat bersyukur memiliki keluarga yang begitu sangat menyayanginya.
Senyum mengembang diwajah cantik Vani ketika melihat apartemennya terlihat ramai, bukan karena teman, tetapi karena keluarganya. Senyum Vani mengembang melihat wanita yang telah melahirkannya sedang berkutat didapur bersama wanita yang selalu menjadi kakak terbaiknya.
Pemandangan yang sudah lama tidak dilihatnya. Pemandangan yang begitu indah menurutnya. Melihat mamanya memasak didapur ditemani canda tawa bersama Vivian yang menemaninya.
"Kalian masak apa? Aku bantuin ya?" tawar Vani bergelayut manja di lengan Ani–mamanya.
"Nasi goreng kesukaanmu," jawab Vivian tersenyum pada adiknya.
"Kak, hati-hati, jangan sampai kemanisan, ya!" ucap Vani menertawakan Vivian, ledekan yang sering dia lontarkan setelah dulu ketika Vivian baru belajar memasak, Vivian salah mengira gula adalah garam.
"Tertawalah Nak. Mama selalu ingin melihat kalian bahagia seperti ini," ucap Ani dalam hati tersenyum menatap kedua putrinya yang tengah bercanda.
"Sepertinya kita sudah lama tidak jalan bersama. Bagaimana kalau setelah ini kita jalan-jalan atau nonton bersama?" tanya Vivian setelah memberikan usulan.
"Baiklah... ada satu film yang ingin aku tonton. Kebetulan ada kalian, jadi kita akan menontonnya ya," jawab Vani meminta persetujuan keluarganya yang dengan cepat mengangguk setuju.
"Apapun untuk adik cantik ku ini. Kemana pun tujuan dan keinginanmu kami akan menurutinya. Aku benar kan, Pa, Ma?" ucap Vivian tersenyum menatap kedua orang tuanya yang juga tersenyum menganggukkan kepala mereka.
***
Dikediaman Johan pertengkaran hebat sedang terjadi di sana. Amelia masih menuntut jawaban atas sikap Johan yang tempo hari meninggalkannya saat pesta pernikahan mereka berlangsung, Belum lagi Johan baru kembali tengah malam dalam keadaan mabuk. Membuat Amelia menghabiskan malam pertama dengan perasaan yang buruk.
"Bukan urusanmu! Dengar baik-baik dan ingat selalu dikepalamu. Jangan pernah mencampuri urusanku. Terserah apapun itu yang ingin kau lakukan, aku tidak akan perduli. Tapi sekali lagi ingat. Jangan mencampuri urusanku. Aku sudah memenuhi kewajibanku untuk menikahimu, jangan meminta lebih dari itu," jawab Johan terdengar begitu dingin.
Setelah memberikan jawaban yang sama sekali tidak diharapkan oleh Amelia. Johan dengan santainya meninggalkan Amelia yang sudah mengepalkan tangannya tidak terima akan sikap dan ucapan Johan padanya.
"Johan. Aku belum selesai bicara." Pekik Amelia menyusul langkah Johan.
"Jo, kau belum menjelaskan padaku kemana saja kau kemarin?" ucap Amelia kembali mengulang pertanyaannya yang sama.
"Keluarlah sebelum aku marah!" usir Johan tanpa niat menatap Amelia sedikit pun.
"Jo, Aku istrimu! Aku butuh penjelasanmu." bentak Amelia.
Kalimat yang diucapkan Amelia kembali menyulut emosi Johan, saat mendengar kata Istri yang terucap dari bibir Johan. Kata yang sangat Johan benci.
Karena sampai kapan pun Johan tidak akan pernah menganggap Amelia atau wanita manapun sebagai istrinya. Karena selamanya hanya Vani yang dia inginkan.
"Keluar!!" Bentak Johan dengan sangat kencang memberikan tatapan membunuh pada Amelia yang bergetar takut mendengarnya.
"Keluar! Jangan membuatku merasa enggan berada di rumah ini!" ucap Johan lagi.
Dengan mata berkaca kaca dan tubuh bergetar takut. Amelia keluar dari ruang kerja Johan, berlari masuk menuju kamar Johan yang sekarang juga ditempati olehnya.
"Aku tidak akan menyerah semudah ini, Jo. Kau milikku dan akan selalu menjadi Milikku. Aku akan menghancurkan siapapun itu yang menghalangi langkahku! Aku sudah berjalan maju sejauh ini, maka aku tidak akan mundur dengar mudahnya," geram Amelia menghapus sudut matanya yang basah.
Amelia mengeluarkan ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang. "Halo," ucapnya.
"Ada apa, sayang?" tanya wanita di seberang telepon.
Amelia terlihat jijik mendengar panggilan sayang dari wanita yang berbicara dengannya, tetapi tetap berusaha tenang menghadapinya. "Ma, Johan bersikap sangat kasar padaku. Dia selalu saja membentakku, aku takut padanya!" ucap Amelia dengan sengaja mengadu pada Inggrid–mertuanya.
Inggrid yang mendengar itu merasa kesal, bukan pada Amelia, atau pun Johan. Namun pada Vani, sebab Vani lah yang menjadi penyebab semuanya.
"Sayang, kamu harus bersabar. Kamu harus mencoba memaklumi sikap Johan. Kita tahu dia baru saja putus dengan wanita jalang itu. Dia masih berada di posisi galau, tapi perlahan dia akan melupakan wanita itu. Mama percaya jika kamu jauh lebih baik dari wanita itu, jadi kamu pasti bisa membuat Johan melupakan wanita itu," jawab Inggrid memberi nasihat dan dukungan pada menantu pilihannya.
"Baiklah. Aku akan mengikuti nasihat Mama," ucap Amelia pelan, setelah itu mengakhiri panggilan telepon.
"Tentu saja aku jauh lebih baik dari wanita itu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun merebut apa yang sudah menjadi milikku," gumam Amelia.