Kirana Aulia, seorang asisten junior yang melarikan diri dari tekanan ibu tirinya yang kejam, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit, ia hamil setelah insiden satu malam dengan CEO tempatnya bekerja, Arjuna Mahesa.
Sementara Kirana berjuang menghadapi kehamilan sendirian, Arjuna sedang didesak keras oleh orang tuanya untuk segera menikah. Untuk mengatasi masalahnya, Arjuna menawarkan Kirana pernikahan kontrak selama dua tahun.
Kirana awalnya menolak mentah-mentah demi melindungi dirinya dan bayinya dari sandiwara. Penolakannya memicu amarah Arjuna, yang kemudian memindahkannya ke kantor pusat sebagai Asisten Pribadi di bawah pengawasan ketat, sambil memberikan tekanan kerja yang luar biasa.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!
IG : @Lala_Syalala13
FB : @Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
JADWAL UPLOAD BAB:
• 06.00 wib
• 09.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKSP BAB 20_Penyadaran Hati Kirana
Pagi itu, Kirana merasa tidak enak badan sejak bangun. Mualnya lebih parah, dan ia merasakan pusing yang luar biasa. Meskipun Arjuna sudah menyiapkan sopir pribadi dan mengatur menu dietnya, tekanan kerja dan akting di depan Laksmi membuat fisiknya mencapai titik batas akhir, tidak bisa bisa lagi untuk terlihat baik-baik saja.
Saat jam 11 siang, Kirana sedang menyusun file presentasi di mejanya. Tiba-tiba, pandangannya berkunang-kunang, dan telinganya berdenging. Ia mencoba meraih tepi meja, tetapi rasa sakit yang tajam di perutnya membuatnya kehilangan keseimbangan.
"Nona Aulia, mana data investasi yang ku minta?" suara Arjuna terdengar dari interkom.
Kirana tidak bisa menjawab. Mulutnya terasa kaku. Sebelum ia sempat berpegangan, ia merasakan tubuhnya limbung, dan ia terjatuh keras ke lantai, menjatuhkan tumpukan berkas hingga membuat suara keras yang bisa Arjuna dengar.
Di dalam ruangannya, Arjuna mendengar suara gaduh yang tidak biasa. Ia langsung membuka pintu. Ia melihat Kirana terbaring di lantai, wajahnya sangat pucat, dan di bawah Kirana, ada bercak darah yang mulai menyebar di karpet membuat suasana begitu tegang.
Arjuna langsung panik. Logika dan kontrol dirinya runtuh seketika. Ia tidak memikirkan pekerjaan, kontrak, atau citra. Ia hanya melihat istrinya, yang sedang mengandung anaknya, dalam bahaya.
"Kirana!" raung Arjuna khawatir.
Ia berlutut di samping Kirana, tangannya yang biasanya dingin dan tegas kini gemetar saat menyentuh pipi Kirana yang dingin.
"Bayu! Panggil ambulans! Sekarang!" teriak Arjuna ke arah interkom. "Tidak, batalkan! Bayu, siapkan mobil! Aku akan membawanya sendiri!" perintahnya dengan begitu terburu-buru karena rasa khawatirnya.
Arjuna mengangkat tubuh Kirana dengan hati-hati. Ia menggendong Kirana yang tidak sadarkan diri itu, berlari menembus Lantai Eksekutif yang sunyi. Ia mengabaikan tatapan terkejut dari Bayu dan beberapa staf yang melihat pemandangan langka yaitu CEO mereka yang terkenal kejam dan dingin, berlari panik sambil menggendong Asisten Pribadinya.
Di dalam mobil, Arjuna menyetir dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit langganan keluarganya. Tangan Kirana yang terkulai ia pegang erat-erat.
"Kirana, bangun! Jangan tutup matamu!" bisik Arjuna, suaranya dipenuhi ketakutan yang belum pernah ia rasakan, dia seperti kehilangan akal untuk beberapa saat.
Kirana sedikit sadar. Ia melihat wajah Arjuna yang panik dan basah oleh keringat. Wajah itu tidak lagi dingin atau penuh perhitungan, melainkan penuh kekhawatiran yang tulus.
"Sakit..." bisik Kirana lemah.
"Tahan sebentar. Kita hampir sampai. Kamu akan baik-baik saja. Anak kita akan baik-baik saja," kata Arjuna, mencium kening Kirana sebentar, sebuah refleks yang dilakukan tanpa disadarinya namun terlihat begitu hangat sekali.
Sentuhan dan kata-kata itu bukan sebagai CEO yang menjaga pewarisnya, tetapi sebagai seorang pria yang takut kehilangan menembus semua pertahanan emosional Kirana.
Saat mereka tiba di rumah sakit, Arjuna menggendong Kirana masuk ke UGD, berteriak meminta bantuan dokter. Ia tidak meninggalkannya sampai dokter mengatakan kondisinya stabil.
"Nyonya Mahesa hanya kelelahan dan mengalami spotting ringan. Ini sering terjadi di trimester awal. Tetapi dia harus istirahat total. Stres harus dihindari sama sekali," jelas dokter dan Arjuna begitu fokus dalam mendengarkan penjelasan sang dokter.
Arjuna mengangguk, napasnya lega. Ia duduk di samping ranjang Kirana, menatap wajah Kirana yang damai setelah diberi obat penenang.
Saat Kirana membuka mata, ia melihat Arjuna tertidur pulas di kursi samping ranjangnya, kepalanya bersandar di dinding, raut wajahnya tampak lelah, rasanya Kirana begitu bersalah karena sudah membuat Arjuna khawatir kepadanya? Bukan tapi khawatir kepadanya anaknya.
Kirana mengamati Arjuna. Cincin pernikahan di jari Kirana terasa dingin, mengingatkannya pada kontrak mereka. Namun, pemandangan ini, kepanikan, sentuhan di mobil, dan kekhawatiran yang nyata di mata Arjuna semua itu meleburkan tembok pertahanan Kirana.
Ia menyadari sesuatu yang berbahaya yaitu ia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa hormat atau takut terhadap Arjuna.
Perhatian tak terduga Arjuna, upayanya memastikan ia makan dengan baik, larangan kerasnya terhadap alkohol, dan kini, kepanikan murni yang ia lihat di mata Arjuna, semua itu adalah tindakan seorang suami, bukan hanya seorang CEO yang logis. Arjuna mungkin tidak mencintainya, tetapi ia peduli padanya, atau setidaknya, padanya dan bayinya, dengan cara yang sangat mendalam dan posesif.
Hati Kirana yang sudah lama mengeras karena penderitaan mulai melembut. Ia meraih tangannya dan dengan sangat hati-hati, menyentuh rambut Arjuna yang tebal.
"Aku mulai menyukaimu, Arjuna," bisik Kirana, suaranya sangat pelan, hanya untuk didengar oleh dirinya sendiri, dia berani mengatakan itu karena Arjuna masih lelap dalam tidurnya.
Perasaan itu indah, tetapi menakutkan. Ia sadar, ia tidak boleh membiarkan perasaan ini tumbuh. Pernikahan ini hanya sementara. Ia adalah istri kontrak, seorang 'wadah' bagi pewaris. Arjuna akan meninggalkannya setelah dua tahun. Jika ia jatuh cinta, ia hanya akan menghancurkan dirinya sendiri.
Tak lama kemudian, Arjuna terbangun. Ia menatap Kirana.
"Kamu sudah sadar?" tanyanya, suaranya langsung kembali dingin dan penuh otoritas. Ia segera menyembunyikan sisi rentannya.
"Ya, Pak. Saya baik-baik saja. Maaf atas insiden ini," kata Kirana, segera menarik tangannya dan kembali ke peran Asisten Pribadi.
"Kamu akan dirawat di sini malam ini. Aku sudah memberitahu ibuku bahwa kamu sakit, tapi aku tidak memberitahu alasannya. Besok, kamu cuti total," perintah Arjuna.
"Aku akan mengurus pekerjaanmu. Dan jangan pernah lagi membuatku panik seperti ini." ucapnya entah ini perhatian atau sindiran baru Kirana karena sudah menyusahkan Arjuna.
"Baik, Pak."
Arjuna bangkit, kembali menjadi CEO yang kaku. Ia merapikan jasnya, seolah-olah ia sedang memperbaiki image-nya setelah momen emosional tadi.
"Aku akan kembali ke kantor. Bayu akan mengurus semua yang kamu butuhkan. Aku akan mengirim pengawal untuk menjagamu," kata Arjuna.
Saat Arjuna berjalan menuju pintu, Kirana memberanikan diri untuk bertanya, "Pak Arjuna, kenapa Bapak panik sekali?"
Arjuna berhenti. Ia menoleh, menatap Kirana dengan mata yang dingin.
"Aku panik, Kirana, karena aku tidak suka kegagalan," jawab Arjuna, kembali ke logikanya yang kejam.
"Aku tidak suka rencana-rencanaku terganggu. Dan keguguran akan menjadi kegagalan yang mahal dan membuang waktu. Itu saja."
Jawaban itu, meskipun menyakitkan, menjadi tameng bagi Kirana. Ya. Dia benar. Ini hanya tentang rencana, bukan tentang aku.
Kirana menelan kembali rasa yang mulai tumbuh di hatinya. Ia harus memadamkan api itu sebelum membakar dirinya.
Aku tidak boleh jatuh cinta pada suaminya.
Arjuna keluar, meninggalkan Kirana sendirian. Kirana meraih tangannya dan meletakkannya di perutnya.
"Aku akan menjagamu, Sayang. Hanya kita berdua. Aku akan pastikan aku tidak akan pernah memberitahu ayahmu tentang perasaanku ini," janji Kirana dalam hati.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
trs knp di bab berikutnya seolah² mama ny gk tau klw pernikahan kontrak sehingga arjuna hrs sandiwara.
tapi ya ga dosa jg sih kan halal
lope lope Rin hatimu lura biasa seperti itu terus biar ga tersakiti